Home / Romansa / When I Start (Indonesia) / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of When I Start (Indonesia): Chapter 41 - Chapter 50

79 Chapters

Misterius

Pria itu berdiri tegak, matanya tersembunyi di balik masker, tetapi sikapnya yang tenang dan penuh perhitungan membuat Dea merasa semakin cemas. Tangan pria itu memegang sebuah map hitam, yang tampaknya berisi informasi penting. Dia tidak berkata apa-apa lagi, hanya menatap Dea dengan tatapan penuh arti, seakan menunggu dia untuk mengambil keputusan.Dea menelan ludah, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketakutannya. Tetapi tubuhnya terasa kaku, seolah-olah ada kekuatan yang lebih besar dari dirinya yang menahan setiap langkahnya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia merasa seperti terjebak di persimpangan yang gelap, tidak tahu arah mana yang harus diambil."Siapa kamu?" akhirnya Dea memecah keheningan, suaranya sedikit bergetar meski ia berusaha keras untuk terdengar tegas.Pria itu tidak langsung menjawab. Ia hanya melangkah sedikit lebih dekat, memberi jarak yang cukup dekat namun tidak mengancam. "Maaf, Non. Saya tidak dapat mengungkapkan identitas saya. Tapi saya diutus oleh o
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Ketahuan

Wendy berdiri di ambang pintu kamar dengan wajah yang merah padam, matanya penuh dengan api kemarahan yang tidak bisa disembunyikan. Pintu yang terkuak lebar itu menambah kesan dramatis pada kejadian yang baru saja terjadi. Dea dan Aiden terhenti sejenak, saling berpandangan, sebelum Aiden segera melangkah mundur dan melepaskan Dea dari pelukannya."Wendy?!" Aiden terkejut, suaranya mencampur antara kebingungan dan rasa bersalah. "Kenapa kamu-"“Kenapa aku?” Wendy memotong dengan suara nyaring, penuh kebencian. "Kenapa kamu menyembunyikan semuanya dariku, Aiden?! Kenapa kamu tidak memberitahuku tentang Dea? Tentang pernikahan kalian!" Aiden tampak terkejut. Di sisi lain, Dea merasakan ketegangan di udara yang hampir bisa dipotong dengan pisau. Semua perasaan hangat yang sempat menyelimuti dirinya dengan Aiden, kini berubah menjadi kebingungan. Ia tak pernah menduga bahwa Wendy akan muncul begitu saja, dengan amarah yang begitu besar. Apalagi dengan situasi saat dirinya akan memadu ka
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

UNDANGAN

Hari ini Triyo dan Jamono datang ke kediaman Dea dan Aiden. Tuan rumah yang sedari lama menunggu kabar mereka langsung menyambut keduanya dengan baik. "Selamat datang, Pak. Silakan masuk," sambut Aiden saat kedua pria itu turun dari sepeda motor."Saya akan mengatakan langsung pada inti kasus Anda. Sebelum itu, berikut adalah undangan untuk anggota organisasi. Akan ada pelantikan ketua baru dalam organisasi ini, dan Anda sudah dinyatakan sebagai anggota kami. Jadi, mohon untuk menghadiri acara yang sakral ini. Undangan ini hanya untuk tamu VVIP," ucap Triyo sembari menyodorkan amplop hitam sedikit ornamen emas."Terima kasih." Aiden tersenyum mendapatkan undangan tersebut. Ia tak berekspetasi akan menjadi tamu VVIP ataupun anggota dari organisasi yang diperintahkan Wijaya, ayah mertuanya. Namun hatinya berkata, "Aku merasaka akan mendapatkan banyak keuntungan dari sini. Semoga saja benar."Triyo mempersilakan Jamono untuk mengambil alih pembicaraan mereka. Pria yang diberi kode pun be
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Pelantikan

Dea mencoba menenangkan dirinya, meski hatinya terasa seperti dihimpit batu besar. "Oh, hanya urusan keluarga saja," jawabnya cepat, dengan senyum kecil yang tampak dipaksakan. Namun, Aiden tidak mudah percaya. "Keluarga? Siapa yang kamu maksud? Dan kenapa kamu terlihat gelisah?" tanyanya sambil memperhatikan wajah Dea dengan saksama. Ia tahu istrinya sedang menyembunyikan sesuatu.Toni, yang merasa situasi semakin rumit, langsung menyela. "Saya hanya mengingatkan Madam tentang dinner dari undangan teman Pak Wijaya. Kami harus memastikan semuanya siap."Aiden menatap Toni dengan alis terangkat. "Dinner? Apa yang kamu maksud dengan dinner? Dan kenapa aku tidak tahu apa-apa tentang ini?"Dea menarik napas dalam, berusaha menguasai dirinya. "Aiden, ini bukan sesuatu yang penting untuk dibahas sekarang. Aku hanya diminta hadir sebagai wakil dari keluarga. Tidak lebih."Aiden kembali bertanya dengan nada yang lebih tajam. "Kenapa semuanya terasa seperti dirahasiakan dariku?"Dea menggengg
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

ACARA

Setelah Aiden keluar dari rumah, Dea berjalan ke ruang tamu dengan langkah tenang namun penuh tekad. Dia duduk di salah satu sofa sambil mengambil ponselnya, memeriksa beberapa pesan yang masuk. Wanita tersebut mengetik pesan singkat kepada Toni, supir dan pengawal setianya, yang selalu siap kapan saja."Toni, tolong siapkan mobil. Aku akan berangkat ke markas dalam beberapa menit. Jangan terlambat, acara pelantikan sudah dekat."Tak lama, Toni membalas dengan cepat, "Siap, Nyonya. Saya akan menunggu di depan."Dea meletakkan ponselnya dan berdiri, berjalan menuju pintu depan. Setiap langkah yang diambil terasa lebih berat, seperti ada beban besar yang mengganjal di hatinya. Sementara itu, Aiden yang baru saja meninggalkan rumah dengan mobil mewahnya, menghela napas dalam perjalanan ke kantornya. Meskipun ia tahu bahwa hari ini akan penuh dengan pertemuan penting dan masalah perusahaan yang harus diselesaikan, pikirannya terus teringat pada Dea. Ada sesuatu dalam sikap istrinya yang
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

GERAK

Dea menarik napas panjang, mencoba mengendalikan debar jantungnya. Ia tahu saat ini adalah momen yang sangat penting, dan tidak ada ruang untuk keraguan. Setelah meyakinkan dirinya sendiri, ia berdiri tegak, menatap Wijaya yang memberikan senyum penuh dukungan. "Kamu akan baik-baik saja, Dea," ucap Wijaya dengan nada lembut namun tegas. "Ingat, ini bukan tentang siapa kamu sebelumnya, tetapi siapa kamu sekarang dan ke mana kamu akan membawa mereka."Dea mengangguk perlahan, mengambil naskah pidatonya dan berjalan keluar dari ruangan dengan ayahnya di sampingnya. Toni segera mendekat, memastikan jalur aman untuk mereka. Sepanjang perjalanan menuju aula utama, Dea memperhatikan bagaimana para anggota organisasi berdiri berjajar di sepanjang lorong, memberikan penghormatan saat ia lewat. Matanya menangkap berbagai ekspresi—beberapa penuh harapan, beberapa terlihat skeptis.Sesampainya di aula utama, suasana semakin megah. Ruangan itu dihiasi dengan lampu gantung besar dan bendera organi
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

ANCAMAN

Suasana langsung berubah kacau. Para anggota organisasi yang sebelumnya duduk dengan tenang kini bergegas menuju posisi perlindungan, sementara tim keamanan melangkah cepat ke arah pintu masuk untuk menghadapi ancaman. Wijaya menginstruksikan beberapa orang untuk mengevakuasi tamu penting, tetapi Dea tetap berdiri tegak di tempatnya, meskipun wajahnya menunjukkan kecemasan."Ayo, Nyonya, kita harus keluar dari sini!" desak Toni, mencoba menarik Dea menjauh dari kerumunan. "Tidak, Toni. Ini tanggung jawabku. Jika mereka datang untuk menyerang organisasi ini, aku tidak akan melarikan diri seperti pengecut," jawab Dea dengan nada tegas. Aiden, yang berada tak jauh dari mereka, melangkah mendekat. "Dea, ini gila! Kamu bisa terbunuh! Apa pun ini, bukan tanggung jawabmu untuk menyelesaikannya sendirian," katanya, suaranya penuh emosi. Dea menatap Aiden dengan mata yang berkilat tajam. "Kamu tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi di sini, Aiden. Jika aku melarikan diri sekarang, apa
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Alih

Di tengah kekacauan, Wijaya dan Mr.Bad tiba-tiba muncul dari ujung lorong bersama tim pengawalnya. Dengan sigap, mereka membantu Toni memukul mundur para penyerang. Dalam waktu singkat, situasi berhasil dikendalikan, meskipun beberapa pengawal terluka.Setelah situasi mulai terkendali, Wijaya berdiri tegak di tengah lorong, memastikan semua penyerang sudah dilumpuhkan atau ditahan. Di sebelahnya, Mr. Bad memberikan isyarat kepada timnya untuk memeriksa area sekitar, memastikan tidak ada ancaman tambahan."Dea, kau baik-baik saja?" tanya Wijaya, nadanya tenang namun penuh kewaspadaan. Ia memindai wajah putrinya untuk mencari tanda-tanda luka.Dea mengangguk perlahan, meskipun wajahnya masih tegang. Kejadian ini diluar prediksinya, ia tak mengira situasinya akan serumit ini. Jadi ia yang baru saja mengenal dunia penuh tantangan ini mengalami keterkejutan. "Aku baik-baik saja, Ayah. Tapi beberapa dari tim kita terluka. Kita harus segera membawa mereka ke tempat aman."Pria paruh baya ter
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

AREA

Di bawah cahaya lampu redup lorong-lorong markas, Dea melangkah dengan keyakinan penuh, meskipun ketegangan masih menyelimuti setiap sudut pikirannya. Toni berjalan di depannya, memimpin tim pengawal yang membentuk barisan pelindung, sementara Mr. Bad berada di sisi belakang, memastikan tidak ada yang mengejar mereka. Di genggaman Dea, sebuah kotak abu-abu kecil terasa dingin, mengingatkan pada tugas berat yang menantinya.Perjalanan ke bunker tak semulus yang direncanakan. Di salah satu persimpangan lorong, mereka dihadang oleh sekelompok penyerang bersenjata. Suara tembakan menggema, dan Toni segera memberikan perintah, "Lindungi Nyonya Dea! Jangan biarkan mereka mendekat!"Dea bersembunyi di balik dinding, tubuhnya gemetar saat suara peluru bersiul di sekitar. Namun, ia menahan ketakutannya, mengingat pesan ayahnya, tugas ini lebih besar dari dirinya sendiri. Toni bergerak dengan cekatan, memimpin beberapa pengawal untuk menekan penyerang. Dalam waktu singkat, musuh berhasil dilum
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

AFTER

Setelah menyimpan semua berkas yang baru ia dapat dengan nyaman, Dea kembali ke kamar. Baru saja ia mengunci pintu, terlihat Aiden keluar dari lift."Sudah selesai?" tanya pria itu mendekat ke arah istrinya. Dea tersenyum lantas menjawab, "sudah.""Ayo kembali ke kamar. Kita harus istirahat." Aiden menggandeng tangan istrinya penuh kasih.Dea membiarkan dirinya digandeng oleh Aiden menuju kamar mereka. Sentuhan tangan suaminya terasa hangat, berbeda dari ketegangan yang memenuhi hari mereka sebelumnya. Ketika mereka memasuki kamar, Aiden menutup pintu perlahan, lalu menatap Dea dengan lembut. "Kamu pasti lelah," katanya, membimbing Dea untuk duduk di tepi tempat tidur. "Hari ini adalah salah satu hari terberat yang pernah kita lalui, aku sangat mengagumi keberanianmu."Dea menghela napas panjang, membiarkan dirinya sejenak tenggelam dalam suasana yang lebih tenang. "Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan, Aiden. Tidak lebih."Aiden berjongkok di depannya, menggenggam kedua tang
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more
PREV
1
...
345678
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status