Home / Romansa / BASTARD IN THE BUS / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of BASTARD IN THE BUS: Chapter 11 - Chapter 20

41 Chapters

CHAPTER 11

'Lisa, bagaimana kabar kamu? Kamu suka buket yang kukirim?'  'Lisa? Kok nggak ada balasan? Aku telepon kamu juga tak mengangkat?'       Lisa menghela nafas. Entah, bagaimana ia akan membalas pesan-pesan Rio. Haruskah ia bertanya tujuannya mengirimkan buket bunga, hanya untuk membuatnya kecewa. Bahkan dirinya tak lagi mengharap kehadiran Rio. Dipandanginya buket tersebut. Rio sebenarnya lelaki baik, sangat perhatian dan yang menarik adalah, lelaki itu mampu membuat hati Lisa menunggu penuh harapan meskipun kenyataannya ia hanya bisa berharap. Gadis itu menggelengkan kepala. Kartu ucapan yang tadi dipegang kemudian dikembalikan ke tempat semula dan meletakkan buket tersebut di bawah meja kerja. Ia akan membuangnya nanti saat pulang.       Pandangan Lisa beralih pada makan siangnya. Seporsi mi kangkung ditata dan ia mulai mengambil foto, lalu dikirim ke Didit berikut caption ‘Untuk kamu. Maafkan aku.’Ia tak meng
last updateLast Updated : 2021-06-27
Read more

CHAPTER 12

       Langit sedikit teduh seiring jatuhnya matahari ke barat. Lisa masih sibuk di depan komputer kala telepon berbunyi.        “Halo.”       “Hey, Lisa. Sudah jam lima, bersiaplah. Pekerjaan masih bisa menunggu besok.” Suara Sarita terdengar di seberang telepon.       “Aye-aye, Captain.”Sarita tertawa kecil.       “Kutunggu di lobi bawah jam setengah enam lewat lima. Jangan lebih dan jangan kurang, oke?”       “Oke, Sis.”       Telepon ditutup. Waktu begitu cepat jika kita begitu fokus pada apa yang dikerjakan. Masih ada beberapa pekerjaan yang belum selesai. Namun seperti kata Sarita, masih ada hari esok. Jangan sampai menjadi tua karena memikirkan pekerjaan, begitu Sarita pernah berkata.       Pukul setengah enam lewat, Lisa sudah berada di lobi bersama Sarita dan dua orang rekan kerja
last updateLast Updated : 2021-06-27
Read more

CHAPTER 13

       Hampir Lisa tersedak cheese cake demi mendengar perkataan Didit. Oh, mengapa ia tak menyadarinya? Mengapa ia tak berpikir ke arah sana? Yang Lisa pikirkan adalah pastilah pemilik Three Times Coffee sangat mengenal Didit. Pantas saja kita bisa makan nasi goreng waktu  itu, ucap Lisa dalam hati. Ia menepuk-nepuk jidatnya sendiri. Feel silly.        Tiba-tiba Lisa teringat sesuatu. Ia bangkit dan berjalan menuju rak buku. Dengan menaiki kursi, ia mengambil bundle kumpulan majalah anak-anak lalu kembali duduk di tempat semula.        “Jadi, ini pasti memiliki cerita.” Lisa memperlihatkan bundle majalah di depan layar hand phone. Melihat itu, Didit tertawa ringan.       “Ya. Itu kenangan masa kecil yang indah. Kamu akan tahu ceritanya setelah aku kembali.”       “Gambar depannya bagus, aku menyukainya. Kamu yang menggambar?”      &nbs
last updateLast Updated : 2021-06-27
Read more

CHAPTER 14

       "Selamat pagi, Nona Lisa. Aku senang dengan balasan chat kamu tadi malam.”       “Selamat pagi, Kapten. Tadi malam sangat menyenangkan.”       “Good to know. Sekarang, kamu simak video ini.” Didit mengalihkan layar hand phone ke arah laptop miliknya. Sebuah video music dengan lagu berirama riang.       “Nona Lisa? Aku pernah mendengarnya. Siapa deh, yang nyanyi?”       “Yap, Nona Lisa dari Chrisye. Keren, kan? Nanti kamu akan mendengarnya saat menuju kantor, karena Pak Sapri sedang dalam perjalanan menjemput kamu dan akan tiba sekitar lima belas menit.”       “Apa? Didit, aku tak bisa.”       “Ayolah, Lisa. Pasti tadi malam melelahkan, bukan? Kamu bisa istirahat selama empat puluh lima menit dalam mobil tanpa khawatir tertinggal bus atau terlambat.”Ya, memang tadi malam cukup melelahkan, pulang larut d
last updateLast Updated : 2021-06-27
Read more

CHAPTER 15

       Segelas teh hangat dan dua potong roti telah berada di atas meja kerja Lisa. Di luar, hujan deras turun tak lama setelah dirinya tiba ke kantor. Huft, ia memikirkan Pak Sapri. Segera dikeluarkannya hand phone, bermaksud memberi kabar pada Didit.'Hey, Cap. Aku sudah tiba di kantor. Hujan deras barusan dan aku tak tahu bagaimana keadaan Pak Sapri.’ Lisa menekan tombol kirim dan menyalakan komputer. Belum lima menit, seseorang menghampiri. Sandra.       “Hei, Lisa. kamu baru datang?”Wah, sungguh priviledge sekali dapat kunjungan dari nona sempurna ini. Rekan-rekan satu lantai tahu jika Sandra sangat memilih teman. Jika ia merasa orang itu tak keren seperti Lisa, ia akan menjaga jarak. Tak seperti Sarita yang modis dan Abimanyu yang dandy, Lisa jarang disapa, bahkan Sarita sering memergoki Sandra melihat Lisa dengan pandangan mencemooh. Tapi kali ini, Sandra rela naik satu lantai untuk menemuinya. Ada apa ini?&n
last updateLast Updated : 2021-06-27
Read more

CHAPTER 16

       Lisa duduk di belakang kursi penumpang, memandang ke luar jendela. Semburat senja merah kekuningan mengikuti mobil yang dikendarai Pak Sapri yang melaju di jalan tol. Hari ini sungguh melelahkan. Pikirannya berkecamuk oleh perkataan Sandra saat makan siang. Mereka duduk berhadap-hadapan. Situasi agak canggung di antara mereka berdua jika tak ada Sarita yang duduk di sebelah Sandra.        "Aku enggak nyangka kalau pemilik Three times Coffee itu adalah cowok kamu, Lis. Hebatlah selera kamu memilih pacar."Lisa mengerutkan kening.      "Jadi, apa kita masih bisa makan bareng seperti sekarang? Sejak kamu pindah divisi, dan tak berhubungan lagi dengan Rio."       "Hei, apa tak ada lagi pembicaraan yang lebih bermutu?" Sarita memotong.       "Tentu aja ini bermutu. Setidaknya aku bisa memastikan Lisa memiliki hubungan yang bahagia bersama Didit."   &
last updateLast Updated : 2021-07-06
Read more

CHAPTER 17

         Senja di hari Jumat terasa sejuk setelah panas terik seharian. Lisa melangkah keluar gedung menuju Three Times Coffee seperti janji mereka tadi malam akan bertemu di tempat itu sepulang bekerja. Terasa ada titik di mana kerinduan membuncah, begitu juga kekhawatiran jika ia hanya mengharap sebuah ending yang indah.       Memasuki Three Times Coffee, pandangannya menyapu seluruh ruangan. Hampir semua meja terisi oleh pengunjung sehingga semua kru sibuk, tapi Lisa tak melihat sosok Didit. Debar jantungnya semakin terasa berdetak saat berjalan menuju meja order, namun langkahnya terhenti oleh sepasang tangan yang menghalangi pandangan matanya. Tangan itu menutup kedua mata Lisa. Dengan gerakan refleks Lisa mencoba melepas tangan itu dan membalikkan tubuh. Di sana, Didit tersenyum lebar. Pada titik itu, suasana seakan menjadi tenang, suara-suara menghilang, tak ada orang-orang ngobrol dan suara mesin kopi di dalam ruang it
last updateLast Updated : 2021-07-08
Read more

CHAPTER 18

Lisa mengangkat bahu dengan sedikit ragu, seakan mengisyarakan jika ia tak memperkirakan pertanyaan dari Didit. Matanya memicing, memikirkan jawaban yang tepat.        “Kukira kita akan membahas buku.” Lisa menjawab sekenanya.             “Terlalu biasa.”        “Lalu apa ide kamu?”       “Hmm, mungkin nanti kamu akan tahu sendiri. Sekarang, kita makan dulu. Kamu kan terbiasa makan tepat waktu.”       Lisa mengangguk, lalu berjalan di sebelah Didit. Tangan kanannya digenggam oleh tangan besar lelaki itu. Mereka berjalan menuju lobi samping dan sepanjang perjalanan, Didit tak melepaskan genggaman tangannya. Gadis itu mencoba menyejajarkan langkahnya dengan langkah Didit yang panjang. Ugh, dia harus hati-hati berjalan saat menggunakan wedges. Sesekali ia melirik ke arah lelaki itu. Tatapan lurus dan air muka segar, sesegar aroma tubuhnya. Jadi terkuak
last updateLast Updated : 2021-07-11
Read more

CHAPTER 19

Sabtu pagi pukul setengah enam, Lisa telah berada di dalam mobil bersama Didit dan Pak Sapri yang mengantar mereka. Mobil meluncur menembus jalan Jakarta. Lisa mengira mereka akan jogging, namun saat mobil memasuki tol Jagorawi, ia merasa heran.        "Kita akan ke mana, Dit?"       "Nanti kamu akan tahu, dan kuyakinkan kamu pasti menyukainya dan bisa menjadikannya hobi saat weekend."       "Aku tak suka kejutan."       "Kenapa?"       "Terkadang aku tak menyukai perhatian yang belum tentu aku suka."       "Kamu pernah mengalaminya?"Gadis itu mengangguk, "Dikerjain saat ulang tahun."       "Kan seru. Memang seperti apa dikerjainnya?"       "Mereka membuatku harus turun naik tangga, entah menyuruhku membawa buku dari perpustakaan dan ternyata salah buku, lalu berbohong mengatakan jika
last updateLast Updated : 2021-07-13
Read more

CHAPTER 20

       Embusan angin dingin menerpa wajah Lisa. Dipandangi langit biru berhias burung yang terbang di kejauhan. Sungguh tak ia duga bisa melayang bersama Didit. Lelaki yang ia temui di peron bus way bukan lelaki biasa dengan kehidupan yang tak biasa. Sarita benar, terkadang orang-orang yang kelihatannya hanya pekerja biasa dan menjalani kegiatannya secara monoton, di baliknya sangat menyukai hal-hal ekstrem. Mereka, uptown people, urban person, kebanyakan menghabiskan waktu senggang dengan nongkrong di kafe, club, gym. Tapi Didit punya cara lain. Dan ia mengajak aku, bisiknya. Di tengah kenikmatannya memandang alam nan indah di bawah sana serta langit membiru bersemilir angin sejuk menerpa, di kepala gadis itu hanya terputar lagu Nona Lisa. Beat lagu tersebut cocok dengan detak jantungnya sekarang.        "Lisa, kita akan turun, naikkan kakimu. Saat mendarat, aku yang menjejakkan kaki sedang kamu akan terduduk. Kamu siap?"  &
last updateLast Updated : 2021-08-09
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status