Semua Bab Harta Tahta Kesayangan Duda: Bab 11 - Bab 20

57 Bab

11. Duo Jahil

Di ruang tengah, Era dan Bian tampak menghitung jumlah kapal yang mereka buat. Kapal yang beraneka warna itu membuat Bian tersenyum senang. Dia tidak sabar untuk segera bermain di kolam renang bersama kapal-kapalnya."Empat belas.. lima belas! Yes!" Bian langsung berdiri dan membawa keranjang kapalnya ke halaman belakang.Era yang melihat itu langsung bergegas mengikuti Bian. Dia tidak mau jika anak itu bermain di kolam renang tanpa pengawasan. Bisa-bisa Aksa membunuhnya jika terjadi apa-apa dengan Bian."Bian jangan lari!" Era tampak kesulitan berlari dengan rok seragamnya.
Baca selengkapnya

12. Wajah Tak Asing

Era berdiri di depan sebuah foto dengan alis yang bertaut. Suara tawa Bian dan Aksa dari kamar mandi tidak mengganggu konsentrasinya sedikitpun. Matanya masih tertuju pada pigura berukuran besar yang terpajang di dinding kamar Aksa. Setelah menjadi korban kejahilan bapak dan anak, Era terpaksa harus mandi di rumah ini. Pria itu meminta Era mandi terlebih dahulu agar tidak kedinginan dan selanjutnya giliran Aksa dan Bian yang tampak bersenang-senang di kamar mandi.Tatapan Era beralih pada foto kecil di atas nakas. Kamar Aksa terlihat sepi dengan sedikit perabotan, tapi juga ada banyak foto sebagai kenangan. Mengabaikan rambut basahnya yang menetes, Era menghampiri sebuah foto yang menarik perhatiannya. Alisnya bertaut saat merasa tidak asing dengan potret pria muda di dalam foto itu.
Baca selengkapnya

13. Mimpi Dosa

Sentuhan lembut di dahinya membuat Aksa membuka matanya lebar. Hanya bermodalkan cahaya yang masuk dari jendela, Aksa bisa melihat siluet wanita yang duduk di ranjangnya. Dia terkejut dan ingin bangkit, tapi tubuhnya seolah tertahan oleh sesuatu."Bangun, Kak." Suara lembut itu membuat Aksa merinding. Dia ingin berbicara, tapi mulutnya seolah terkunci dengan rapat.Apa yang terjadi?Wanita yang mengelus dahi Aksa itu mulai berdiri dan membuka tirai jendela. Bayangan yang awalnya hanya siluet dari seorang wanita perlahan mulai terlihat dengan jelas. Wanita itu adalah Era. Dengan mengenakan piyama kimono berwarna putih, Era tidak terlihat seperti bocah. Gadis itu berubah menjadi wanita yang cantik dan anggun. Melihat itu, Aksa merasa ada sesuatu yang aneh di tubuhnya. Dia merasa ada desiran aneh pada salah satu bagian tubuhnya."Era," gumam Aksa. Kali ini dia sudah bisa berbicara, tapi hanya nama itu yang bisa ia ucapkan."Selamat pagi," ucap Era sam
Baca selengkapnya

14. Ada yang Aneh

Hari ini adalah jadwal Aksa untuk ke sekolah. Seperti biasa, dia akan mengikuti rapat mingguan. Namun ada yang berbeda hari ini, entah kenapa Aksa merasa semangat. Padahal hari sebelumnya dia selalu malas untuk ke sekolah. Jika tidak lupa akan kewajibannya, tentu ia akan minta diwakilkan.Sekolah masih sepi saat jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Tentu saja para murid sedang belajar di kelas masing-masing sekarang. Rapat akan dilaksanakan pukul 10 dan Aksa sengaja datang lebih awal untuk berbicara dengan kepala sekolah mengenai olimpiade yang akan diikuti para murid. Aksa masuk ke ruang kepala sekolah dan melihat Pak Roni sudah siap dengan laptop dan kertas-kertas di tangannya. Mereka memulai pembicaraan singkat dan ringan mengenai olimpiade. Sekolah tidak main-main untuk mengikuti ajang ini, ada sekitar 120 siswa yang akan diikutkan. Tidak hanya olimpiade tapi juga lomba lainnya, seperti basket, sepak bola, bulu tangkis, tari, fotografi, lukis, film pendek, dan masih banya
Baca selengkapnya

15. Area Privat

Sepulang sekolah, Era dikejutkan dengan Bian yang sudah ada di panti. Anak itu tampak bermain dengan anak-anak lainnya di halaman. Perlahan Era mendekat dan melihat ke sekitar, dia tidak melihat ada mobil Bu Ratna di sini. "Bian?" panggil Era. "Kak Era!" Bian yang asik bermain langsung berlari ke arahnya dan memeluknya erat. "Kamu ngapain di sini?" tanya Era bingung. "Main lah, Kak." Tunjuk Bian pada teman-temannya.  "Nenek mana?" tanya Era bingung. Tidak mungkin jika Bian ditinggal sendiri di sini. "Bu Ratna ada arisan, Ra. Niatnya mau bawa Bian, tapi dia nggak mau jadi dianter ke sini," jelas Bu Asih yang datang dengan banyak gelas yang berisi jus, "Ayo, udah dulu mainnya." Era kembali menatap Bian yang masih memeluknya. Tangannya bergerak mengelus kepala anak itu dengan sayang, "Kenapa Bian nggak ikut Nenek?" "Bian nggak suka, Kak." Bibir Bian tampak maju. "Kenapa nggak suka? Kan enak ada banyak es krim
Baca selengkapnya

16. Keanehan Duda

Pintu rumah Aksa mulai tertutup dengan rapat. Pria itu melepaskan tangannya dari kemeja Era dan berlalu masuk begitu saja meninggalkannya bersama Bian. Entah kenapa Aksa malas berbicara dengan Era saat ini."Lecek kan kemeja gue," rutuk Era saat melihat kerah kemeja-nya yang kusut.Dia meraih tangan Bian dan membawanya masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah begitu sepi dan itu membuat Era bingung. Di ruang tengah, dia bisa melihat Aksa tengah bersantai dengan secangkir kopi. Tanpa sungkan, Era menghampiri pria itu dan duduk di sampingnya. Bian sendiri memilih untuk duduk di atas karpet dan mulai membongkar kotak mainannya. "Bu Ratna ke mana, Pak?" tanya Era yang bingung dengan keheningan di rumah ini."Keluar.""Loh, katanya nyariin saya?" tanya Era bingung.Aksa menutup tab-nya dan beralih pada Era, "Mama belum pulang.""Pak Aksa bohongin saya?" tanya Era kesal.Aksa menatap Era dan Bian bergantian. Perlahan d
Baca selengkapnya

17. Sesuatu yang Berbeda

Aksa mengendarai mobilnya dengan pelan. Jam yang menunjukkan pukul 11 malam tidak lagi membuat jalanan ramai. Jalanan yang kosong membuat Aksa bisa sedikit mengebut. Kepalanya menoleh ke samping dan melihat Era yang tengah tertidur di sampingnya. Aksa menggeleng pelan melihat itu. Baru lima menit mobil berjalan, gadis itu sudah masuk ke dalam alam mimpinya.Aksa tidak mempersalahkan itu karena dia juga yang menahan Era sampai ibunya pulang. Bahkan saat ibunya sudah pulang, gantian wanita itu yang menahan Era sampai larut malam. Akhirnya Era memilih pasrah dan bermain dengan Bian sampai kelelahan. Mobil berhenti tepat di depan panti. Keadaan komplek begitu gelap dan sepi. Bahkan penjual nasi goreng yang biasanya berjualan tidak terlihat sama sekali. Aksa kembali menatap Era dengan ragu. Dia tidak enak jika harus membangunkan gadis itu. Era terlihat begitu lelap dan membuat Aksa tidak tega untuk membangunkannya. Aksa mendekat untuk melihat wajah Era lebih dekat. Di
Baca selengkapnya

18. Menyadari Satu Hal

Era menghentikan motornya di depan pagar yang menjulang tinggi. Dia menggigit bibirnya sambil berpikir. Apa dia harus masuk? Dengan cepat Era menggeleng dan segera menyalakan motornya. Dia tidak tahu kenapa bisa sampai di rumah Aksa. Seharusnya dia langsung pulang dan membantu Bu Asih."Mbak Era?" panggil satpam saat melihat Era yang akan pergi."Pak," sapa Era canggung. "Mau jenguk Dek Bian ya, Mbak?"Alis Era terangkat, "Jenguk? Bian sakit, Pak?""Loh, Mbak Era nggak tau? Udah dua hari Dek Bian sakit dan nggak masuk sekolah.""Boleh saya masuk, Pak?" tanya Era pada akhirnya."Boleh, Mbak. Silahkan."Pagar mulai terbuka dan Era masuk dengan mengendarai motornya. Dia khawatir tentu saja. Ini pertama kalinya Era mendengar jika Bian sakit sampai tidak masuk sekolah."Kenapa Pak Aksa nggak kabarin gue?" tanya Era pada dirinya sendiri.Sekarang dia yakin jika Aksa memang benar marah padanya. Sudah tiga hari Era
Baca selengkapnya

19. Bergetar

Aksa duduk di sofa sambil memberikan daster dengan motif batik pada Era, baju milik ibunya. Entah sudah berapa banyak pakaian ibunya yang Era kenakan."Nggak capek?" tanya Aksa melirik Bian yang tidur di pangkuan Era."Capek sih, Pak, tapi nggak papa." "Bian kalau sakit memang manja." Aksa mengelus kepala anaknya sayang.Jujur, dia merasa lega saat Era memilih untuk menginap. Bukan tanpa alasan karena Bian sendiri tidak ingin terlepas dari Era. Bahkan dirinya yang merupakan seorang ayah tidak dianggap sama sekali."Bu Ratna ngapain ke Bandung, Pak. Kok nggak pulang?""Ada saudara yang lahiran.""Bu Ratna nggak tau kalo Bian sakit?" tanya Era lagi. Aksa hanya menggeleng sebagai jawaban."Kirain saya doang yang nggak dikasih kabar, ternyata Bu Ratna juga.""Kamu tau dari mana kalau Bian sakit?" tanya Aksa bingung.Era berdehem pelan, "Tadi saya ke sini.""Ngapain?""Mau ketemu Pak Aksa.""
Baca selengkapnya

20. Pantai dan Kenangan

Minggu pagi langit terlihat begitu cerah, secerah wajah Bian yang berdiri di samping mobil dengan tas kecil di punggungnya. Dia memainkan tanah dengan sepatunya. Sesekali matanya melirik ke arah pintu panti untuk menyambut Era."Pa, Kak Era lama. Panggil aja ya?" "Sebentar lagi Kak Era keluar. Sabar ya." Aksa mengelus rambut Bian pelan.Bian mengangguk dan kembali berlarian sambil bermain tanah. Aksa sendiri memilih bersandar di mobil dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya. Dia sudah menghubungi Era sebelum berangkat, tapi sepertinya gadis itu belum siap. Sesuai janjinya, setelah Bian sembuh, Aksa berniat untuk mengajaknya jalan-jalan, bersama Era tentu saja. Kali ini Aksa tampak santai dengan kaos berkerah dan celana selutut. Terlihat nyaman karena akhirnya dia bisa terbebas dari setelan kemeja dan dasi yang selalu mencekik lehernya.Aksa tersenyum saat Era keluar dengan tas yang terlihat berat di tangannya. Sama seperti Bian, wajah ga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status