Beranda / Lain / Menikahi Bu Manajer / Bab 151 - Bab 160

Semua Bab Menikahi Bu Manajer: Bab 151 - Bab 160

162 Bab

Banding Ditolak

   Satu minggu kemudian, aku dinyatakan pulih dan diperbolehkan pulang dengan syarat lukaku harus dikontrol seminggu sekali dalam masa pemulihan. Biaya rumah sakit pun ditanggung oleh Tante. Katanya, uang  untuk biaya rumah sakit adalah hasil tabungan untuk keadaan darurat. Meski merasa bersalah, aku sudah berjanji untuk mengembalikannya sesegera  mungkin.    Sampai di rumah, aku disambut oleh istriku yang tampaknya hari ini dia mengambil cuti. Bukan sosok dia yang kucari duluan tetapi, aku malah mendongak ke kamar adik ipar sambil bertanya, “Dwi dimana?” tanyaku. “Katanya, dia gak akan tinggal di sini lagi,” jawab Erika sembari menyiapkan beberapa makanan yang tampaknya dia pesan melalui layanan ojek online. “Padahal, pasca Dwi keguguran aku belum sempat ketemu,” keluhku. Aku menarik kursi kemudian meletakkan bokong di sana. “Kamu mengkhawatirkan adik iparmu, ya?” sahut Tante yang sudah duluan duduk di sebelahku.
Baca selengkapnya

Tidak Ada Toleransi

   Mendengar jawaban Rahayu, aku tersentak. Jika banding ditolak itu berarti sudah tidak ada harapan lagi untuk menjebloskan Rey ke dalam penjara dan membuat dia menyesal atas perbuatannya. Itu berarti juga, harapan untuk meringankan hukuman Yus pupus sudah. “Bagaimana dengan Yus?” tanyaku sambil sedikit berharap agar Yus masih punya kesempatan paling tidak, hukuman Yus bisa diringankan. “Bukankah putusan pengadilan untuk Yus belum ditetapkan pasca Rey bebas dari jalur tikus?”  “Benar, tapi aku pun tidak bisa berbuat banyak.” “Jadi benar tidak ada harapan, ya?” Aku mengela napas. “Tapi kita bisa ajukan kasasi.” Rahayu membuka botol air mineral kemudian menenggaknya hingga setengah tandas. “Apa bisa? Biayanya mahal hanya untuk itu,” keluhku.    Aku melirik Erika yang sedang membereskan peralatan makan di meja makan. Lalu, aku memalingkan wajah saat mata kami bertemu. “Jika Rey bisa bebas dengan j
Baca selengkapnya

"Senjata Kertas"

   Saat matahari masih belum menerangi bumi sepenuhnya, aku berangkat ke rumah orang tuaku. Meninggalkan Erika yang masih terlelap di kamarnya. Menyetir di jalanan kota yang belum terlalu padat di hari kerja ini. Wagonku melaju kencang ke arah rumah orang tuaku yang sekarang ditinggali tante. Mobilku kuparkir di luar pagar agar tidak repot untuk keluar garasi. Dari sini, kudapati sosok Tante sedang menyapu halaman. Padahal, matahari belum juga tinggi. “Pagi, Tante!” sapaku. “Eh, Pras. Tumben pagi-pagi begini kamu bertandang.” Tante meletakkan sapunya, menyambutku. “Pakainmu juga formal banget hari ini.” Mata Tante mengembara dari ujung kepala sampai ujung kakiku. Karena tidak biasanya dia melihatku berpenampilan seformal ini. Seingatku, wanita yang melahirkan Ryan itu jarang sekali melihatku berpakaian begini jika tidak ada acara keluarga atau pesta. “Tante, bisa kita ngobrol di dalam?” ajakku. “Penting banget kayaknya. Tapi,
Baca selengkapnya

Mendatangi Kantor Jayanta Tambang

Sesaat kemudian, Tante turun membawa dokumen yang kuminta. Dia  mengeluarkan seluruh isinya di hadapanku. “Kamu hanya perlu dokumen pailit, jadi Tante akan memberikan itu saja. Sisanya, Tante akan menyimpannya untukmu nanti.”     Tante memasukan dokumen yang kuperlukan ke dalam amplop kemudian merapikan sisanya. “Ini.” Tante mengulurkan benda pipih cokelat itu kepadaku. Aku mengambilnya kemudian menyimpan di kantong bagian dalam jasku. “Sebenarnya Tante mengkhawatirkanmu. Maafkan, Tante atas tamparan itu. Kamu sudah seperti putraku sendiri, Nak.” Tante mulai terisak.     Aku berjongkok di hadapan tante, meletakkan kepalaku di pahanya. “Tante, aku mencintaimu. Cuma Tante yang bisa gantiin sosok Mama dan orang tua untukku. Aku minta maaf karena lancang dan merepotkan selama ini. Terima kasih.”    Aku kembali merasakan kehangat seorang ibu ketika tangan tante mengelus lembut kepalaku. A
Baca selengkapnya

Kemenanganku

   Aku duduk di sofa, menyilangkan kakiku dan merentangkan tangan di atas daun sofa. Pria paruh baya yang kulihat di TV pasca Rey dijebloskan dipenjara untuk pertama kalinya sekarang ada di di depanku. “Kamu siapa? Kenapa lancang masuk ke ruangan ini tanpa izin?” tanyanya. “Dia Pras, Ayah!” sahut Rey. “Salam, Pak!” Aku menangkupkan tangan sambil tersenyum. “Jadi kamu yang telah merebut Erika dari anak saya?" Pria itu mendekat sembari mengarahkan telunjuknya kepadaku. “Tenanglah, Pak!” ucapku santai. “Apa maksudmu datang ke sini tiba-tiba begini? Belum puas kamu membawa penderitaan kepada anakku?” Senyum di bibirku luntur seketika. Aku bangkit berdiri di hadapan pria yang sudah membesarkan Rey hingga dia menjadi seberengsek itu. “Penderitaan katamu, wahai Tuan CEO yang terhormat?” Kupandang wajahnya yang berkerut. Sesaat kemudian, aku beralih pandang ke Rey yang berdiri di depan meja kerja mewah ayahnya.
Baca selengkapnya

Riset Produk : Perintah Presdir

 “Selanjutnya, saya serahkan kepada Rahayu dan Bapak.”     Aku bangkit dari posisiku. “Saya tunggu di law firm.” Rahayu menyodorkan kartu namanya kemudian menepuk pundakku memberi tanda untuk segera pergi.        Kami berdua berjalan bergantian dengan derap langkah yang tegas. “Kok bisa-bisanya kamu berpikir tentang rencana ini?” tanya Rahayu ketika kami menuruni tangga, keluar dari gedung. “Yah,  mau bagaimana lagi. Aku juga gak ada cara lain. Dengan begini pun firma hukummu seharusnya diuntungkan,” jawabku. “Apa Erika tahu tentang ini?” tanyanya lagi. “Ini tidak ada hubungannya lagi dengan Erika. Aku pun gak perlu validasi dari istriku.” Kami berhenti di depan mobil wagonku. Rahayu pun tersenyum untuk pertama kalinya kepadaku.  “Kali ini, aku serahkan padamu.” Aku berbalik, membuka pintu mobil. “Tunggu!”  “Apalagi?” “K
Baca selengkapnya

Anak Perempuan di Album Foto Lama

   Meski rumah ini sudah ditinggal oleh orang tuaku, pintu rumah yang selalu terbuka seakan selalu menyambutku kapan saja aku datang. Bagaimana pun keadaanku dan sesulit apapun masalah yang menghampiri, rumah ini adalah tempat aku meletakkan semua lelah untuk sesaat. Sekarang pun masih tetap sama hanya saja, dengan kasih yang datang dari orang berbeda. Kasih seorang ibu juga. Aku memasuki ruang tamu, kudapati Tante sedang membuka sebuah benda seperti buku. “Aku pulang!” Aku memberi salam. Tante pun  menoleh untuk sesaat. “Eh, Pras,” sahutnya. “Lihat apa, Tante?” tanyaku sembari mendongak. Tampak beberapa foto nostalgia di dalam album foto yang dipangku Tante. “Mendadak Tante kangen sama orang tuamu. Juga beberapa fotomu waktu kecil.” Tante tersenyum sembari membalik album. “Oh ya, sebelum lupa-,” Aku mengeluarkan dokumen dari dalam saku jass kemudian memberikannya pada Tante-.”tolong disimpan dengan baik lagi, ya1"
Baca selengkapnya

Piyama Erika

   Puas menghabiskan sisa hari ini bersama Tante dan Ryan, aku pulang ke rumah dengan bekal masakan hasil karya Tante ketika langit sudah mulai gelap.  “Aku pulang!” Kudapati istriku itu sedang duduk di sofa mengenakan piyama putih sembari bersila. Ekspresinya sangat serius menonton tayangan luar negeri, seakan dia tidak menyadari kehadiranku dia sama sekali tidak menoleh atau bahkan membalas salam. Tetapi satu hal yang membuat aku terenyum adalah atasan tambahan yang dia kenakan. Atasan yang dia kenakan sangat kontras dengan kepribadiannya.    Jaket rajut warna cokelat dengan hodie bertelinga mirip seperti hewan kucing atau semacamnya. Saking seriusnya menonton dan suara TV yang mengalahkan derap langkahku, aku berjalan mendekat, menarik salah satu telinga kucing pada hodienya.   Masih belum juga menyadari kehadiranku dan mengira hodienya melorot aku ikut bersenandung ketika iklan dengan soundtrack anak-anak muncul. “
Baca selengkapnya

Aku Kecewa Tapi Mencintainya

  Suara TV dari ruang tamu membuat mataku terbuka padahal seingatku sebelum aku tidur semalam, aku sudah mematikannya. Namun, agaknya Erika bangun sebelum aku bangun. Bukan tanpa alasan mataku jadi terbuka tetapi, karena telingaku menangkap suara seorang pewarta yang membawakan berita pagi ini. “CEO Jayanta Tambang melaporkan kasus putranya….”  Kalimat itulah alasan utama.  Aku bangkit dari tempat tidur, melakukan peregangan pada bagian badan, menguap melepaskan sisa kantuk. Badanku terisi ulang dengan energi, tapi tenggorokan yang kering memaksa untuk pergi ke dapur dan mengambil minum. “Sebenarnya, apa yang kamu lakukan kemarin?” Erika masih dengan pakaian yang dia kenakan semalam, duduk bersila di sofa sambil menatap layar. Di layar TV terpampang highlight bertuliskan, “Putra Jayanta Tambang Tersandung Kasus.”  Ternyata, secepat ini beritanya tersiar. “Jawab, Pras!” Erika menurunkan hodie telinga kucing, memand
Baca selengkapnya

Pulihkan Dengan Sebatang Cokelat

 Aku malah jadi frustasi karena semua ini. Mendadak jadi pemimpin hanya karena ancaman yang kulakukan. “Sebenarnya Papa mau aku gimana?” Aku mengumpat kepada papa yang sudah tidak ada dan tentu saja sudah tidak bisa mendengar keluh kesahku. Pernikahan dengan Erika yang membuat hidup berantakan, cerita-cerita yang tidak masuk akal dari ayah mertua, Erika atau mungkin juga dari Tante yang tidak masuk ke logikaku dan sekarang menjadikanku pemegang Jayanta Tambang.  Sekarang aku baru menyadari sesuatu, pemicu sebenarnya dari kehidupanku yang berantakan bukanlah pernikahanku dengan Erika, tetapi kepemilikan saham. Aku tidak bisa mengatakan diriku ini alat untuk merebut kekuasaan karena di sisi lain aku juga yang diuntungkan, tetapi aku menyayangkan keputusan mereka. “Kamu ini gak sopan banget, malah melenggang  gitu aja!” Erika sudah duduk di kursi di sebelahku, menutup pintu wagon dengan kesal. “Kenapa sih, Pras!” tanyanya sembari melipat t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status