Home / Romansa / Budak Cinta Mrs. CEO / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Budak Cinta Mrs. CEO: Chapter 11 - Chapter 20

53 Chapters

Tragedi Sebelum Pulang

  Ketiganya dikagetkan oleh suara hantaman di belakang mereka, suaranya seperti handuk basah yang dipukulkan ke tembok. Mereka semakin terkejut saat mengetahui penyebab suara itu. "Aahhh!" Liana menjerit histeris, spontan memejamkan matanya dan menutup wajah dengan telapak tangannya. "Masuklah, Nona." Liana yang ketakutan masuk ke mobil tanpa membuka matanya, pemandangan yang ia lihat benar-benar membuatnya terpukul. "To ... tolong!" Suara lirih seorang wanita yang bersimbah darah, terkapar lemah tak berdaya di atas jalanan beton yang mengarah ke pintu utama rumah Veronica. Tatapannya yang mulai kosong memandang sayu ke arah Hart. Mengulurkan tangannya untuk meraih apapun yang dapat menolongnya. Hart mengenalnya, Hart pernah melihat wanita yang kini kesakitan di hadapannya. Pemuda itu langsung melompat mendekatinya, merangkul tubuh wanita itu dan menopang kepalanya. "Kau akan baik-baik saja, tetaplah sadar.
Read more

Tujuan Baru

Hart menatap jam tangannya, "Sudah larut rupanya," ungkapnya.Ia kembali ke depan, berharap dapat menemukan taksi jam sekian untuk tumpangan pulang.Entah kenapa Hart mengkhawatirkan kondisi Liana yang kurang baik, ingin segera melihat wanita itu dan memastikan keadaannya.Kini Hart berdiri di depan rumah sakit mengawasi sekitar, tapi yang ia lihat hanya kendaraan pribadi yang parkir di sana."Di depan ada jalanan umum, pasti akan ada taksi yang lewat," ungkap Hart dalam hati dan mulai melangkah."Hart, di sini!""Ali?"Hart menghampiri Ali yang baru saja keluar dari dalam sedan hitam dan berteriak memanggilnya."Kau di sini?""Ya, aku baru saja tiba.""Untung saja kau datang sebelum aku pulang.""Masuklah! Kita pulang sekarang," ajak Ali."Bagaimana keadaan Liana?"Hart bertanya saat kendaraan yang dibawa Ali mulai melaju."Dia baik-baik saja, Liana tertidur saat aku ke sini menj
Read more

Temani Aku

  "Bagaimana jika terjadi sesuatu padaku saat kau pergi. Tetaplah di sini dan temani aku." "Huh?" "Huh?" Liana mengucapkan kata yang sama. "Kau bercanda." Hart tersenyum tipis, kembali melangkah dengan niat yang sama. "Baiklah, kau boleh pergi. Jika terjadi sesuatu yang buruk padaku, maka itu salahmu." Liana menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya, termasuk kepalanya. Tangan Hart sudah menempel pada gagang pintu, tinggal memutarnya sebelum keluar dari kamar Liana. Namun, Hart mengurungkan niatnya setelah mendengarkan ucapan Liana. "Biasakan mengunci pintu kamarmu," saran Hart sembari memutar logam yang menancap pada lubang kunci. Dari balik selimut, Liana mendengar suara langkah kaki Hart semakin mendekat. Setelah suara itu menghilang, Liana merasakan kasur tempat tidurnya terguncang seperti ombak. Sigap Liana membuka selimut yang menutupi kepalanya. Hanya menunjukkan wajahnya dengan ekspresi
Read more

Pagi Bergairah

  Liana tidak melepaskan diri hingga pagi, wajah Hart menjadi pemandangan pertama yang ia lihat begitu membuka matanya. Masih dalam dekapan Hart seperti guling. Liana menyeret tubuhnya sedikit ke atas, berusaha mencapai puncak wajah Hart. Lalu mendaratkan kecupan manis pada kening lelaki yang sedang memeluknya itu. Entah dari mana Liana mendapatkan inisiatif dan keberanian melakukannya. Keberanian Liana kali ini berbeda dengan waktu itu, malam di mana Liana membelai nakal tubuh Hart di bawah kuasanya. Kali ini tidak ada pengaruh anggur, tidak ada efek cairan perangsang, cairan serupa yang diberikan pada Hart. Kecupan kali ini murni hasil inisiatif dan keberaniannya sendiri. Kecupan yang dibalut dengan kasih sayang sebagai ucapan terima kasih. Liana bersyukur telah menyeret Hart ke dalam hidunya. "Kau tidak bisa lagi mengelak, kau menciumku diam-diam," lirih Hart dengan suara serak, tapi dengan mata yang masih tertutup. Liana y
Read more

Kabar Buruk

  Hart dan Liana saling menatap kaget setelah mendengarkan pesan dari Ali. Gairah yang tadinya terkumpul hingga membentuk bola yang besar, meledak dan lenyap dalam sekejap. Liana memasang kembali tali gaun yang baru saja dilepaskan lalu turun dari pangkuan Hart. Liana mengambil mantel yang tergantung pada dinding di samping pintu kamarnya, bergegas turun untuk menemui Ali seraya mengenakannya. Seketika Ali berdiri dari duduknya begitu melihat Liana turun menyusuri tangga, disusul Hart dan pelayan yang ditugaskan oleh Ali untuk memanggil Liana. "Ada apa, Ali?" tanya Liana saat suaranya bisa menjangkau pendengaran Ali. Sekilas pandangan Ali tertuju pada Hart, sebuah pertanyaan terbesit di kepalanya, tapi ia harus segera menjawab pertanyaan Liana. "Aku mendapat kabar dari rumah besar, nyonya Elisa meninggal." "Jangan bilang kalau dia ...." "Benar, Nona. Itulah kabar buruknya, beliau dibunuh," ungkap Ali. Liana
Read more

Dugaan Hart

Hart meletakkan cangkir kopi miliknya dengan isi yang hampir habis, lalu lanjut mengutarakan pendapatnya."Bagaimana jika pelakunya adalah orang lain, bukan Elisa seperti yang kalian kira," ungkap Hart dengan pendapatnya."Itu yang kami takutkan Hart. Elisa mungkin masih punya perasaan dan tidak tega mencelakai Liana-cucunya, tapi jika ini orang lain maka akan berbeda hasilnya."Ali membenarkan."Apa menurutmu pelakunya bukan dari keluarga Veronica?""Mungkin saja, tapi apa tujuannya?" Ali merasa kembali pada titik nol setelah penyelidikannya selama bertahun-tahun."Masih ada kemungkinan ketiga," sahut Liana dari belakang.Kedua lelaki itu dibuat terkejut dan spontan menoleh ke arah Liana datang."Nona?""Liana?"Mereka mengucapkan kata yang berbeda secara bersamaan.Liana duduk di ujung bangku di samping Hart. Bangku itu cukup panjang, lima orang duduk di sana masih akan muat."Tadi kau mengat
Read more

Menghilang

 "Menghilang!"Semuanya dikejutkan oleh jawaban seseorang yang muncul dari ujung tangga."Tahu dari mana kau, budak sialan?" timpal Viana."Dia yang membawa pelayan itu, Nona," tunjuk salah satu pengawal yang melihat Hart menyelamatkan pelayan yang terjatuh."Oh ... jadi pelayan itu suruhanmu?" Viana kembali melayangkan tuduhan yang tidak jelas, kali ini Hart menjadi sasarannya.Hart hanya menatap Viana sekilas, pemuda itu tidak peduli dengan ucapannya.Liana yang tiba bersama Hart, langsung menghampiri Riana untuk mendapatkan pelukan darinya."Apa pelayan itu ada hubungannya dengan kematian ibu?" tanya Riana setelah Liana melepaskan pelukannya."Kemungkinan begitu. Saya Isac Marius, detektif yang menangani kasus ini. Bisa saya minta beberapa keterangan dari Anda?" kata Isac kepada Hart."Tidak masalah," jawab Hart tanpa ragu."Isac?" panggil Ali yang baru saja tiba."Ali? Kau masih bekerja di
Read more

Orang yang Sama

  "Jadi ... Liana! Apa orang yang kita curigai ini sama?" Dengan santainya Hart mengungkapkan kecurigaannya. Liana cukup terkejut mendengar ucapannya, ia takut jika seseorang sampai mendengarkan perkataan pemuda itu. "Diamlah! Dasar bodoh!" bentak Liana dengan berbisik, matanya berputar mengamati sekitar, memastikan tidak ada siapa pun di sana selain mereka berdua. "Entak kenapa jawaban yang aku temukan dari dua pertanyaan detektif tadi selalu mengarah padanya. Aku menyadari jika pikiranmu sama denganku saat kamu menahanku tadi." Hart seakan tidak peduli dengan teguran Liana, pemuda ini seakan tak punya rasa takut sama sekali. "Kau ingin anggur ini kutuangkan ke wajahmu?" ancam Liana sebagai ungkapan kekesalannya saat peringatannya diabaikan. Hart mendekatkan wajah ke hadapan Liana, "kenapa kau begitu takut?" bisiknya. Liana tak mampu bertahan lama bertatapan dengan Hart, bola matanya bergerak tidak karuan menc
Read more

Di Mana Viana

 Saat kepanikan menguasainya, Riana tiba-tiba teringat seseorang."Apa kalian melihat Viana?"Dengan suara lirih sedikit bergetar, wanita itu mencari tahu di mana adiknya. Namun, satu pun pelayan tidak ada yang mengetahui keberadaannya.Ketegangan di lantai dua masih berlanjut, yaitu di depan kamar Viana. Perlahan dan penuh kewaspadaan, Hart mendorong pintu yang sedikit terbuka menggunakan kakinya. Hart berhenti sebelum pintunya terbuka lebar, kakinya tidak dapat menjangkau terlalu jauh, ia harus tetap berlindung di balik dinding.Kini ada sela antara dinding dan pintu. Hart mencoba mengintip mencari tahu keadaan di dalam kamar, tapi sudut yang dapat dijangkau pandangannya sangat terbatas.Hart kembali bersandar pada dinding, menggelengkan kepala saat melirik Ali yang sedang menatap ke arahnya.Tempat Ali berdiri berbeda, jangkauan pandangannya lebih luas dari apa yang dapat diawasi Hart. Namun, ia juga tidak melihat sesuatu yan
Read more

Begal

"Ada banyak, mereka ... orang-orang itu membawanya." "Saya tidak tahu apa maksudmu. Tenangkan dulu dirimu, lalu katakan dengan jelas apa yang terjadi," saran Isac pada orang yang meneleponnya. Dari speaker ponsel yang ditempel pada kuping, Isac dapat mendengar dengan jelas suara napas yang dihembuskan dengan pelan. Dia berusaha menenangkan diri. "Kalau kau sudah tenang, sekarang ceritakan apa yang terjadi di sana," pinta Isac setelah menunggu beberapa detik. "Kami dihadang, Pak. Sebuah kelompok menghentikan kami sebelum sampai ke rumah sakit. Mereka banyak, semuanya membawa tongkat baseball atau semacamnya." "Kalian terluka?" "Kami baik-baik saja. Namun, mereka memaksa mengambil salah satu korban yang terluka. Kami tidak bisa menahannya, mereka terlalu banyak. Maaf, Pak." "Ini salahku, seharusnya kutugaskan beberapa anggota bersenjata mengawal kalian. Lalu, di mana kalian sekarang?" "Kami sebentar lagi akan sampai k
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status