Home / Fiksi Remaja / Walk On Memories / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Walk On Memories: Chapter 21 - Chapter 30

107 Chapters

(21) Ada Apa Ini?

Mungkin kalian mengira Dika tidak memiliki beban dalam hidupnya. Terlahir kaya, tampan, berani, dan menjadi putra tunggal dari keluarga Alexander. Ini benar, jika orang yang lebih susah darinya melihat itu. Hidup dika sangat enak walaupun tanpa berusaha untuk mendapatkan sesuatu, tidak perlu susah-susah meneteskan keringatnya untuk mendapatkan uang, orang tuanya sangat kaya, apa lagi dia putra tunggal dan cucu tertua dari keluarga Alexander.Nenek dan kakeknya paling menyayanginya diantara sepupu-sepupunya. Bukankah itu terlalu sempurna untuk Dika?Suatu malam, saat dika baru pulang dari sebuah bar mewah di kota, tanpa sengaja Dika mendengar percakapan mama dan papanya. Dika tahu, seharusnya dia tidak mendengar percakapan itu.Dika yang selalu merasa bangga akan keluarganya yang sempurna, keluarga yang selalu diharapkan oleh teman-teman satu tongkrongannya. Kini, Dika harus belajar menerima, keluarganya tak sesempurna itu.Dika mencoba menerima itu, namun
Read more

(22) Maaf Nggak Sengaja

Bella menerima Daniel sebagai kekasihnya, walaupun sempat kecewa karena Daniel diam-diam bertemu dengan Sennie, namun, Bella masih menyukai Daniel seperti dulu.Bella merasa bahagia dan berencana untuk menceritakan pada Daniel siapa dirinya sebenarnya, namun gagal karena Stefene lebih dulu menelponnya dan memintanya untuk ke kantor.Bella menghela nafas dan berkata pada Daniel yang ada dihadapannya, “Aku boleh pulang, Daniel?”Daniel tersenyum manis dan mempersilahkan Bella pulang, “Mau gue anter?”Bella menggeleng, “Nggak usah, Daniel… aku bisa pulang sendiri kok.”Daniel tertawa mendengar jawaban dari Bella, “Okay… hati-hati, ya, Bella.”Bella mengangguk dan berjalan menjauhi Daniel sambil menundukkan pandangannya. Setelah tiba di kantor, Bella langsung menemui Stefene.Bella duduk di hadapan Stefene, “Ada apa, Stefene? Ada hal yang mendesak?”“Lorenza’s X
Read more

(23) Melawan

Baru saja Xavia menginjakkan kakinya di kelas, Xavia langsung menuju Bella yang sedang membaca buku. Xavia menarik rambut Bella dengan kasar dan membenturkannya pada meja yang Bella duduki. Sennie mendekat dan memegang tubuh Xavia, “Sadar, Xav! Gila lo!” Xavia melepaskan tangan Sennie yang memegang pinggangnya, “Lepas, Sen gue harus ngasih pelajaran sama cewek songong ini.” Sennie berusaha menghalangi Xavia untuk menjangkau Bella, bukan apa-apa, Xavia sudah mendapatkan surat peringatan untuk tidak berbuat ulah lagi. Nama Sennie selalu terseret dan papanya sudah memperingatinya, jika tidak, uang jajan Sennie akan dipotong. “Stop, Xavia! Jangan buat keributan lagi!” “Lo siapa berani ngelarang gue? Lepas, Sennie atau lo tahu akibatnya!” Sennie menatap Xavia kesal dan melepaskan tangannya. Belum sempat Sennie berjalan menjauh, telapak tangan Xavia sudah mendarat dikedua pipi Bella. Xavia belum puas, tangannya dia gunakan untuk menjambak ra
Read more

(24) Pembatalan Beasiswa

Papa Xavia berdiri dan hendak pergi dari ruangan Bu Riana. Dengan cepat Bu Riana menghadang langkah Papa Xavia. “Saya benar-benar akan menuntut Lit High School. Anda tahu, W’s Corporate adalah partner saya dan saya yakin W’s Corporate akan mendukung apa yang saya lakukan.” Ucap Papa Xavia melewati Bella dan Bu Riana. “Saya tahu, Pak tapi, apa tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Konflik antar siswa sudah biasa dan menurut saya tidak perlu dibesar-besarkan. Saya mewakili Bella memohon maaf pada Anda dan Xavia tentu saja. Saya berjanji, saya sendiri yang akan memberikan hukuman pada Bella.” “Lagipula, Bella adalah anak yatim piatu, jadi, anggaplah Anda bersedekah kepada gadis nakal ini.” Lanjut Bu Riana. “Kalau begitu keluarkan gadis ini, putri saya ketakutan saat melihatnya! Saya tidak ingin proses belajar putri saya terganggu akibat kehadiran Dia.” Papa Xavia menunjuk Bella. Awalnya Bella sedikit berdebar saat berhadapan secara langsun
Read more

(25) Aneh

Setelah menandatanganinya, Bella membungkukkan badan pada Bu Riana dan pergi setelah itu. Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan Bu Riana, Bella memandangi ruangan ini, ruangan yang akan Bella ingat dimana ia dihina, difitnah oleh anggota Keluarga Lorenza.Bella mengelilingi lingkungan Lit High School, akhirnya, hari dimana Bella menantikan dimana ia meninggalkan Lit High School tercapai sudah. Bella akan mengabulkan keinginan Papa dan Putrinya itu untuk tidak memunculkan wajahnya lagi di Lit High School.Bella memandangi langit di atas rooftop sekolah, mungkin ini adalah hari terakhir Bella menginjakkan kaki di rooftop sekolah. Tempat dimana ia menangis dan bertemu dengan Daniel, pemuda yang Bella sukai. Dan, disini pula Daniel menjadikannya sebagai kekasih.Bella tersenyum tipis mengingat itu, Daniel, pemuda yang memiliki senyuman yang manis, yang bisa membuat BELLA jatuh hati karena sikapnya, senyumannya, tatapannya yang membuat bella merasa terlindungi. Be
Read more

(26) Lucu

Sudah seminggu sejak Bella menginjakkan kakinya di Lit High School, selama itu pula Bella hanya berdiam diri di Apartemennya, sesekali ia pergi ke kantor untuk membunuh rasa bosan.Belum lama ini, Bella dan Stefene baru saja bertelpon untuk membahas mengenai kerja sama dengan perusahaan Lorenza’s Z yang hanya mendapatkan keuntungan sedikit. Bella dibuat bingung, melepaskan Lorenza’s Z sekarang atau mempertahankannya sampai beberapa waktu lagi?Dan, kabar baik yang Bella dapat adalah Lorenza’s Z akan bekerja sama dengan perusahaan luar negeri yang tak lain adalah mitra lama W’s Corporate. Bella merasa senang, dengan begitu, menghancurkan Lorenza’s Z akan terasa lebih mudah namun menyakitkan bagi keluarga Lorenza.Jika ia tidak salah, hari ini adalah pesta perayaan kerja sama antara Lorenza’s Z dengan perusahan Lee Enterpreneur. Bella mendapatkan undangan, baik dari pihak Lorenza’s Z ataupun dari pihak Lee Enterpreneur. Na
Read more

(27) Sakit Jiwa

Bella memasuki foodcourt yangtak terlalu ramai. Gadis remaja ini menduduki kursi yang yang tersedia dan menguap karena merasa ngantuk. Bella menoleh dengan cepat saat tangan seseorang menepuk bahunya pelan. Bella menepis tangan itu kasar saat tahu itu adalah perbuatan Dika. Bella berdiri dan melangkah meninggalkan Dika, namun, dengan cepat Dika mencegat lengannya. Bella menatap Dika tak suka dan menatap kearah lain, tanpa sengaja Bella menatap Daniel yang sedang duduk berdua bersama seorang gadis remaja seusianya. Pandangan mereka bertemu beberapa saat, Daniel menatap tangan Dika yang sedang mencekal lengan Bella sedangkan Bella menunduk sambil berusaha melepaskan cekalan di tangannya. Bella menatap Dika datar dan mengatakan, “Lepas! Aku mau pulang.” Dika menawab dengan santai, “Mau liat nggak siapa yang lagi makan berdua sama pacar lo?” Bella menatap lengannya yang mulai memerah dan menatap Dika yang sedang tersenyum sinis, “Aku nggak
Read more

(28) Perayaan Ulang Tahun

Setelah tiba di tempat tujuannya, Bella berjalan dan menatap ke depan dengan pandangan datar. Melihat Daniel yang sedang membonceng Cherry menggunakan motornya benar-benar mempengaruhi emosi Bella. Apalagi sebelumnya ia bertemu dengan Dika secara tak sengaja. Pemuda menyebalkan itu turut serta membuat emosi Bella memburuk. Bella masuk ke dalam ruangan President W’s Corporate dan menatap beberapa bingkai foto yang terpajang di tembok. Air mata Bella menetes, bahu Bella bergetar, ia mengatakan, “Papa… mama… dada Bella rasanya sesak.” Bella menunduk dan menatap ujung sepatunya dan kembali berkata, “Mark… ayo peluk Bella.” Bella menghapus air matanya saat pintu mulai terbuka. Disana, Stefene sedang berdiri sambil membawa setumpuk file. Bella duduk di kursinya dan stefene meletakkan file yang ia bawa di hadapan Bella. Stefene berkata, “Nona, tolong tanda tangani ini.” Bella mengangguk dan mulai melakukan apa yang diminta oleh Stefene. Beberapa meni
Read more

(29) Tidaklah Penting

Perayaan semalam membuat tubuh Bella sedikit letih. Bella membuka matanya saat mendengar suara bel dari luar apartemennya. Gadis remaja ini berjalan sempoyongan menuju pintu. Bella menatap datar kurir yang mengganggu waktunya tidur, pengirim paket itu mengatakan, “Saya ingin mengantarkan paket, Nona.” Bella mengangguk dan mengambil paket, “Siapa pengirimnya, Tuan?” Kurir yang memakai topi hitam itu langsung pergi setelah paket sudah berada di tangannya. Bella mengangkat bahunya tak peduli dan menutup pintunya. Bella membuka kotak yang tak diketahui siapa pengirimnya. Isinya tidak aneh, hanya sebuah ponsel baru. Bella mengambil ponsel itu dan menghidupkannya. Setelah ponselnya menyala, ponsel itu menggunakan gambar latar belakang dirinya yang sedang dijambak. Bella melemparkan ponsel itu, tubuhnya seketika bergetar hebat. Ingatan-ingatan buruk saat ia dirundung seketika terulang kembali di otaknya. Rasa sakit atas penyiksaan dan perundungan yan
Read more

(30) Mayat Dika

Saat Bella kembali duduk di kursinya, Xavia menatap Bella nyalang. Bella yang sadar mendapatkan tatapan itu menatap balik Xavia dengan datar. Xavia merasa tidak terima dan berjalan mendekati meja Bella.Bella menyumpal telinganya dengan earphone dan memutarkan music kesukaannya. Sedangkan Xavia yang melihat itu, menggeram marah dan merasa tak terima. Gadis remaja yang sedang berdiri di samping Bella mendorong kepala Bella ke depan hingga keningnya membentur meja dan mengucurkan darah segar.Suasana menjadi tegang, Bella berdiri di hadapan Xavia dan menatap gadis di depannya ini dengan tajam. Xavia mendorong bella Hingga terduduk di lantai, Bella meringis pelan merasakan nyeri pada tubuhnya.Xavia berjongkok di depan Bella dan berkata dengan nada mengejek, “Ngapain balik lagi? Selama lo pergi, kita semua ngerasa damai. Lo adalah bencana!”Bella tersenyum miring dan berkata sambil menatap mata Xavia, “Korban bencana harusnya ngungsi. kamu
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status