Papa Xavia berdiri dan hendak pergi dari ruangan Bu Riana. Dengan cepat Bu Riana menghadang langkah Papa Xavia.
“Saya benar-benar akan menuntut Lit High School. Anda tahu, W’s Corporate adalah partner saya dan saya yakin W’s Corporate akan mendukung apa yang saya lakukan.” Ucap Papa Xavia melewati Bella dan Bu Riana.
“Saya tahu, Pak tapi, apa tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Konflik antar siswa sudah biasa dan menurut saya tidak perlu dibesar-besarkan. Saya mewakili Bella memohon maaf pada Anda dan Xavia tentu saja. Saya berjanji, saya sendiri yang akan memberikan hukuman pada Bella.”
“Lagipula, Bella adalah anak yatim piatu, jadi, anggaplah Anda bersedekah kepada gadis nakal ini.” Lanjut Bu Riana.
“Kalau begitu keluarkan gadis ini, putri saya ketakutan saat melihatnya! Saya tidak ingin proses belajar putri saya terganggu akibat kehadiran Dia.” Papa Xavia menunjuk Bella.
Awalnya Bella sedikit berdebar saat berhadapan secara langsun
Setelah menandatanganinya, Bella membungkukkan badan pada Bu Riana dan pergi setelah itu. Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan Bu Riana, Bella memandangi ruangan ini, ruangan yang akan Bella ingat dimana ia dihina, difitnah oleh anggota Keluarga Lorenza.Bella mengelilingi lingkungan Lit High School, akhirnya, hari dimana Bella menantikan dimana ia meninggalkan Lit High School tercapai sudah. Bella akan mengabulkan keinginan Papa dan Putrinya itu untuk tidak memunculkan wajahnya lagi di Lit High School.Bella memandangi langit di atas rooftop sekolah, mungkin ini adalah hari terakhir Bella menginjakkan kaki di rooftop sekolah. Tempat dimana ia menangis dan bertemu dengan Daniel, pemuda yang Bella sukai. Dan, disini pula Daniel menjadikannya sebagai kekasih.Bella tersenyum tipis mengingat itu, Daniel, pemuda yang memiliki senyuman yang manis, yang bisa membuat BELLA jatuh hati karena sikapnya, senyumannya, tatapannya yang membuat bella merasa terlindungi. Be
Sudah seminggu sejak Bella menginjakkan kakinya di Lit High School, selama itu pula Bella hanya berdiam diri di Apartemennya, sesekali ia pergi ke kantor untuk membunuh rasa bosan.Belum lama ini, Bella dan Stefene baru saja bertelpon untuk membahas mengenai kerja sama dengan perusahaan Lorenza’s Z yang hanya mendapatkan keuntungan sedikit. Bella dibuat bingung, melepaskan Lorenza’s Z sekarang atau mempertahankannya sampai beberapa waktu lagi?Dan, kabar baik yang Bella dapat adalah Lorenza’s Z akan bekerja sama dengan perusahaan luar negeri yang tak lain adalah mitra lama W’s Corporate. Bella merasa senang, dengan begitu, menghancurkan Lorenza’s Z akan terasa lebih mudah namun menyakitkan bagi keluarga Lorenza.Jika ia tidak salah, hari ini adalah pesta perayaan kerja sama antara Lorenza’s Z dengan perusahan Lee Enterpreneur. Bella mendapatkan undangan, baik dari pihak Lorenza’s Z ataupun dari pihak Lee Enterpreneur. Na
Bella memasuki foodcourt yangtak terlalu ramai. Gadis remaja ini menduduki kursi yang yang tersedia dan menguap karena merasa ngantuk. Bella menoleh dengan cepat saat tangan seseorang menepuk bahunya pelan. Bella menepis tangan itu kasar saat tahu itu adalah perbuatan Dika. Bella berdiri dan melangkah meninggalkan Dika, namun, dengan cepat Dika mencegat lengannya. Bella menatap Dika tak suka dan menatap kearah lain, tanpa sengaja Bella menatap Daniel yang sedang duduk berdua bersama seorang gadis remaja seusianya. Pandangan mereka bertemu beberapa saat, Daniel menatap tangan Dika yang sedang mencekal lengan Bella sedangkan Bella menunduk sambil berusaha melepaskan cekalan di tangannya. Bella menatap Dika datar dan mengatakan, “Lepas! Aku mau pulang.” Dika menawab dengan santai, “Mau liat nggak siapa yang lagi makan berdua sama pacar lo?” Bella menatap lengannya yang mulai memerah dan menatap Dika yang sedang tersenyum sinis, “Aku nggak
Setelah tiba di tempat tujuannya, Bella berjalan dan menatap ke depan dengan pandangan datar. Melihat Daniel yang sedang membonceng Cherry menggunakan motornya benar-benar mempengaruhi emosi Bella. Apalagi sebelumnya ia bertemu dengan Dika secara tak sengaja. Pemuda menyebalkan itu turut serta membuat emosi Bella memburuk. Bella masuk ke dalam ruangan President W’s Corporate dan menatap beberapa bingkai foto yang terpajang di tembok. Air mata Bella menetes, bahu Bella bergetar, ia mengatakan, “Papa… mama… dada Bella rasanya sesak.” Bella menunduk dan menatap ujung sepatunya dan kembali berkata, “Mark… ayo peluk Bella.” Bella menghapus air matanya saat pintu mulai terbuka. Disana, Stefene sedang berdiri sambil membawa setumpuk file. Bella duduk di kursinya dan stefene meletakkan file yang ia bawa di hadapan Bella. Stefene berkata, “Nona, tolong tanda tangani ini.” Bella mengangguk dan mulai melakukan apa yang diminta oleh Stefene. Beberapa meni
Perayaan semalam membuat tubuh Bella sedikit letih. Bella membuka matanya saat mendengar suara bel dari luar apartemennya. Gadis remaja ini berjalan sempoyongan menuju pintu. Bella menatap datar kurir yang mengganggu waktunya tidur, pengirim paket itu mengatakan, “Saya ingin mengantarkan paket, Nona.” Bella mengangguk dan mengambil paket, “Siapa pengirimnya, Tuan?” Kurir yang memakai topi hitam itu langsung pergi setelah paket sudah berada di tangannya. Bella mengangkat bahunya tak peduli dan menutup pintunya. Bella membuka kotak yang tak diketahui siapa pengirimnya. Isinya tidak aneh, hanya sebuah ponsel baru. Bella mengambil ponsel itu dan menghidupkannya. Setelah ponselnya menyala, ponsel itu menggunakan gambar latar belakang dirinya yang sedang dijambak. Bella melemparkan ponsel itu, tubuhnya seketika bergetar hebat. Ingatan-ingatan buruk saat ia dirundung seketika terulang kembali di otaknya. Rasa sakit atas penyiksaan dan perundungan yan
Saat Bella kembali duduk di kursinya, Xavia menatap Bella nyalang. Bella yang sadar mendapatkan tatapan itu menatap balik Xavia dengan datar. Xavia merasa tidak terima dan berjalan mendekati meja Bella.Bella menyumpal telinganya dengan earphone dan memutarkan music kesukaannya. Sedangkan Xavia yang melihat itu, menggeram marah dan merasa tak terima. Gadis remaja yang sedang berdiri di samping Bella mendorong kepala Bella ke depan hingga keningnya membentur meja dan mengucurkan darah segar.Suasana menjadi tegang, Bella berdiri di hadapan Xavia dan menatap gadis di depannya ini dengan tajam. Xavia mendorong bella Hingga terduduk di lantai, Bella meringis pelan merasakan nyeri pada tubuhnya.Xavia berjongkok di depan Bella dan berkata dengan nada mengejek, “Ngapain balik lagi? Selama lo pergi, kita semua ngerasa damai. Lo adalah bencana!”Bella tersenyum miring dan berkata sambil menatap mata Xavia, “Korban bencana harusnya ngungsi. kamu
Bella duduk termenung di rooftop sekolah, rasanya… ia mirip seperti monster. Apa niat Bella terlalu jahat untuk membalas semua perbuatan mereka yang pernah merundungnya.Bella menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah pukul 4 sore. Bella berdiri dan bergegas menuju tempat yang akan ia datangi.*****Alfa memiliki satu kakak perempuan yang baik, pintar, dan sangat disayangi oleh orang tuanya. Papa dan Mamanya selalu menyayangi kakaknya, sedangkan Alfa? Sangat kentara jika ia tidak terlalu dipedulikan oleh orang tuanya.Awalnya Alfa tidak masalah dan berpikir mungkin karena kakaknya perempuan, sangat butuh kasih sayang dan perhatian yang lebih. Makin kesini, Alfa sangat muak selalu dibedakan-bedakan.Alfa tahu, kakaknya pintar dan bisa membanggakan orang tua. Sedangkan dirinya? Hanya berandal kecil yang tak tahu bagaimana cara membanggakan orang tua. Tapi, apakah pantas orang tua membeda-bedakan dirinya? Bukankah ia dan kakakn
Bella memperhatikan wajah Xavia dengan seksama. Sangat jelas terlihat ada perbedaan, mata yang sedikit bengkak, seperti bekas menangis. Tanpa sengaja Bella menatap pergelangan tangan Xavia yang sedang dibalut dengan kain kassa. Pikiran negatif mulai memenuhi isi kepala Bella, ia menunduk dan menahan debaran di hatinya.Bella mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mengetikkan pesan, “Mama tiri itu baik, kok!”Setelah pesan terkirim, Bella berjalan keluar kelas. Sedangkan Xavia yang melihat nomor asing mengiriminya pesan langsung melemparkan handphone-nya. Badannya bergetar hebat, tidak ada satu pun orang yang menyadarinya.Dengan cepat, Xavia mengambil ponselnya dan menelpon si pengirim pesan, namun tidak bisa walaupun berulang kali ia mencoba.Xavia putus asa dibuatnya dan berteriak dengan sangat kencang membuat murid-murid di kelasnya yang sedang fokus belajar menatapnya aneh. Xavia mendekati seorang gadis yang sedang memainkan ponsel, langsung
Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi
Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem
Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter
Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal
Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,
Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.
Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar
Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia