Share

(27) Sakit Jiwa

Author: Bella
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bella memasuki foodcourt yangtak terlalu ramai. Gadis remaja ini menduduki kursi yang yang tersedia dan menguap karena merasa ngantuk.

Bella menoleh dengan cepat saat tangan seseorang menepuk bahunya pelan. Bella menepis tangan itu kasar saat tahu itu adalah perbuatan Dika.

Bella berdiri dan melangkah meninggalkan Dika, namun, dengan cepat Dika mencegat lengannya. Bella menatap Dika tak suka dan menatap kearah lain, tanpa sengaja Bella menatap Daniel yang sedang duduk berdua bersama seorang gadis remaja seusianya.

Pandangan mereka bertemu beberapa saat, Daniel menatap tangan Dika yang sedang mencekal lengan Bella sedangkan Bella menunduk sambil berusaha melepaskan cekalan di tangannya.

Bella menatap Dika datar dan mengatakan, “Lepas! Aku mau pulang.”

Dika menawab dengan santai, “Mau liat nggak siapa yang lagi makan berdua sama pacar lo?”

Bella menatap lengannya yang mulai memerah dan menatap Dika yang sedang tersenyum sinis, “Aku nggak

Bella

Temen-temen semua, aku ucapkan terima kasih banyak untuk semua orang yang sudah ngeklik cerita ini. Semoga Walk On Memories semakin dikenal oleh banyak orang, dan dapat membuat pembaca terhibur.

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Walk On Memories   (28) Perayaan Ulang Tahun

    Setelah tiba di tempat tujuannya, Bella berjalan dan menatap ke depan dengan pandangan datar. Melihat Daniel yang sedang membonceng Cherry menggunakan motornya benar-benar mempengaruhi emosi Bella. Apalagi sebelumnya ia bertemu dengan Dika secara tak sengaja. Pemuda menyebalkan itu turut serta membuat emosi Bella memburuk. Bella masuk ke dalam ruangan President W’s Corporate dan menatap beberapa bingkai foto yang terpajang di tembok. Air mata Bella menetes, bahu Bella bergetar, ia mengatakan, “Papa… mama… dada Bella rasanya sesak.” Bella menunduk dan menatap ujung sepatunya dan kembali berkata, “Mark… ayo peluk Bella.” Bella menghapus air matanya saat pintu mulai terbuka. Disana, Stefene sedang berdiri sambil membawa setumpuk file. Bella duduk di kursinya dan stefene meletakkan file yang ia bawa di hadapan Bella. Stefene berkata, “Nona, tolong tanda tangani ini.” Bella mengangguk dan mulai melakukan apa yang diminta oleh Stefene. Beberapa meni

  • Walk On Memories   (29) Tidaklah Penting

    Perayaan semalam membuat tubuh Bella sedikit letih. Bella membuka matanya saat mendengar suara bel dari luar apartemennya. Gadis remaja ini berjalan sempoyongan menuju pintu. Bella menatap datar kurir yang mengganggu waktunya tidur, pengirim paket itu mengatakan, “Saya ingin mengantarkan paket, Nona.” Bella mengangguk dan mengambil paket, “Siapa pengirimnya, Tuan?” Kurir yang memakai topi hitam itu langsung pergi setelah paket sudah berada di tangannya. Bella mengangkat bahunya tak peduli dan menutup pintunya. Bella membuka kotak yang tak diketahui siapa pengirimnya. Isinya tidak aneh, hanya sebuah ponsel baru. Bella mengambil ponsel itu dan menghidupkannya. Setelah ponselnya menyala, ponsel itu menggunakan gambar latar belakang dirinya yang sedang dijambak. Bella melemparkan ponsel itu, tubuhnya seketika bergetar hebat. Ingatan-ingatan buruk saat ia dirundung seketika terulang kembali di otaknya. Rasa sakit atas penyiksaan dan perundungan yan

  • Walk On Memories   (30) Mayat Dika

    Saat Bella kembali duduk di kursinya, Xavia menatap Bella nyalang. Bella yang sadar mendapatkan tatapan itu menatap balik Xavia dengan datar. Xavia merasa tidak terima dan berjalan mendekati meja Bella.Bella menyumpal telinganya dengan earphone dan memutarkan music kesukaannya. Sedangkan Xavia yang melihat itu, menggeram marah dan merasa tak terima. Gadis remaja yang sedang berdiri di samping Bella mendorong kepala Bella ke depan hingga keningnya membentur meja dan mengucurkan darah segar.Suasana menjadi tegang, Bella berdiri di hadapan Xavia dan menatap gadis di depannya ini dengan tajam. Xavia mendorong bella Hingga terduduk di lantai, Bella meringis pelan merasakan nyeri pada tubuhnya.Xavia berjongkok di depan Bella dan berkata dengan nada mengejek, “Ngapain balik lagi? Selama lo pergi, kita semua ngerasa damai. Lo adalah bencana!”Bella tersenyum miring dan berkata sambil menatap mata Xavia, “Korban bencana harusnya ngungsi. kamu

  • Walk On Memories   (31) Bukan Pelaku

    Bella duduk termenung di rooftop sekolah, rasanya… ia mirip seperti monster. Apa niat Bella terlalu jahat untuk membalas semua perbuatan mereka yang pernah merundungnya.Bella menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah pukul 4 sore. Bella berdiri dan bergegas menuju tempat yang akan ia datangi.*****Alfa memiliki satu kakak perempuan yang baik, pintar, dan sangat disayangi oleh orang tuanya. Papa dan Mamanya selalu menyayangi kakaknya, sedangkan Alfa? Sangat kentara jika ia tidak terlalu dipedulikan oleh orang tuanya.Awalnya Alfa tidak masalah dan berpikir mungkin karena kakaknya perempuan, sangat butuh kasih sayang dan perhatian yang lebih. Makin kesini, Alfa sangat muak selalu dibedakan-bedakan.Alfa tahu, kakaknya pintar dan bisa membanggakan orang tua. Sedangkan dirinya? Hanya berandal kecil yang tak tahu bagaimana cara membanggakan orang tua. Tapi, apakah pantas orang tua membeda-bedakan dirinya? Bukankah ia dan kakakn

  • Walk On Memories   (32) Permainan

    Bella memperhatikan wajah Xavia dengan seksama. Sangat jelas terlihat ada perbedaan, mata yang sedikit bengkak, seperti bekas menangis. Tanpa sengaja Bella menatap pergelangan tangan Xavia yang sedang dibalut dengan kain kassa. Pikiran negatif mulai memenuhi isi kepala Bella, ia menunduk dan menahan debaran di hatinya.Bella mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mengetikkan pesan, “Mama tiri itu baik, kok!”Setelah pesan terkirim, Bella berjalan keluar kelas. Sedangkan Xavia yang melihat nomor asing mengiriminya pesan langsung melemparkan handphone-nya. Badannya bergetar hebat, tidak ada satu pun orang yang menyadarinya.Dengan cepat, Xavia mengambil ponselnya dan menelpon si pengirim pesan, namun tidak bisa walaupun berulang kali ia mencoba.Xavia putus asa dibuatnya dan berteriak dengan sangat kencang membuat murid-murid di kelasnya yang sedang fokus belajar menatapnya aneh. Xavia mendekati seorang gadis yang sedang memainkan ponsel, langsung

  • Walk On Memories   (33) Kamar Rawat Mark

    Alfa mendekati Xavia yang sedang duduk termenung sendirian. Alfa menepuk pundak Xavia dan duduk di samping gadis itu. Alfa berbicara dengan pelan, “Bella pelakunya.” Xavia menoleh dengan cepat dan menatap Alfa sambil tertawa. Xavia berdiri dan berkata, “Bella…? Lo ngelucu, Alfa? Stres lo!” Alfa ikut berdiri dan menatap Xavia datar, Ia tak menyangka respon Xavia sangat santai bahkan mengejeknya. Gadis ini, benar-benar bodoh. Ah tidak, sangat bodoh. Alfa meninggalkan Xavia yang masih tertawa sambil memegangi perutnya. Lagipula, Alfa tak peduli dengannya. Alfa mengatakan itu agar Xavia sadar, siapa Bella sebenarnya dan tidak mencari masalah lagi dengan gadis yatim piatu itu. ***** Hari ini Bella tidak berangkat sekolah dan sekarang sedang menuju ruangan Mark. Dengan semangat, Bella membuka pintu kamar rawat Mark dengan kuat hingga membuat gadis yang sedang bersama Mark menoleh menatapnya. Mark yang melihat itu tertawa melihat Bella dan la

  • Walk On Memories   (34) Salah Sasaran

    Walau sedikit terlambat, Bella melangkahkan kakinya menuju sekolahnya. Ia berlari menuju basement dan langsung mengemudikan mobilnya dengan kencang.Bella menatap kaca spionnya, di sana terlihat mobil hitam sedang mengikutinya. Badan Bella sedikit bergetar, namun Bella menambah kecepatan dan sampailah ia di pelataran Lit High School.Setelah tak ada orang, Bella keluar dengan cepat dan berjalan sedikit cepat menuju kelasnya. Langkah Bella terhenti, seseorang menepuk punggungnya. Dengan sedikit keraguan di hatinya, Bella menoleh. Bella menatap ujung sepatunya, ia tak berani menatap orang yang menepuk punggungnya. Bella pikir, orang itu tahu jika ia baru saja keluar dari sebuah mobil mewah.“Hei.” Ucap orang itu. Mendengar suara yang tak asing di telinganya, dengan cepat Bella mendongak dan menatap Alfa sebagai pelaku.Bella berbalik badan dan berlari dengan cepat menuju kelasnya. Setibanya di sana, Bella terjatuh karena tak melihat kaki Xavia y

  • Walk On Memories   (35) Akhir dari Keluarga Lorenza

    Tanpa sengaja Bella bertatapan dengan Alfa saat sedang antri makanan di kantin sekolah. Bella memutuskan tatapan itu langsung dan sedikit merasa jika pandangan Alfa padanya sedikit berbeda. Bella tak memusingkan itu dan langsung mencari tempat duduk dan makan dengan santai.Kursi kosong yang ada di hadapannya diduduki oleh Alfa. Bella menatap Alfa yang sedang menyuapkan makanan ke mulutnya.“Aku nggak suka makan bareng orang asing. Cari kursi lain, Alfa!” ucap Bella pelan. Alfa tak menghiraukan perkataan Bella dan masih melanjutkan mengunyah makanan.Bella menatap Alfa tak suka dan berdiri meninggalkan lelaki itu seorang diri. Melihat itu, Alfa tersenyum tipis dan berucap dengan suara pelan, “Do Eat & Resto Café,”Bella membalikkan badannya dan menatap Alfa yang masih fokus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Bella menghembuskan nafasnya dan tak menghiraukan ucapan Alfa barusan.Bella memasangkan earphone tanpa

Latest chapter

  • Walk On Memories   (107) Hancur Sudah

    Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi

  • Walk On Memories   (106) Dunianya yang Gelap

    Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem

  • Walk On Memories   (105) Luka yang Dalam

    Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter

  • Walk On Memories   (104) Pencarian

    Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal

  • Walk On Memories   (103) Diculik

    Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,

  • Walk On Memories   (102) Milikku

    Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.

  • Walk On Memories   (101) Tahu Identitas Bella

    Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar

  • Walk On Memories   (100) Sudah Usai

    Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k

  • Walk On Memories   (99) Karya Wisata

    Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia

DMCA.com Protection Status