Beranda / Romansa / Look At Me! / Bab 51 - Bab 60

Semua Bab Look At Me! : Bab 51 - Bab 60

97 Bab

51. Special Moment

Wajah Adimasta sedikit memerah karena dia masih panas. Tapi hatinya girang, Clarissa manis sekali hari ini. Kekasihnya itu gembira setelah bertemu papanya, dan sedikit sendu karena rasa haru.  "Kamu ga usah ikut repot ngurusin mahasiswa baru lagi. Buat apa kalau ujung-ujungnya kamu sakit?" Clarissa masih memandang Adimasta.  "Yang kita lakukan itu pasti ada baiknya. Ga sia-sia. Dan semua yang kita kerjakan ada resikonya. Cuma demam juga. Ntar sore pasti udah baikan." Adimasta tersenyum dengan bibir tipisnya.  "Beneran, harus baikan. Kalau kamu ga bisa kuliah, yang aku usilin siapa?" Clarissa nyengir.  "Hee ... hee ..." Adimasta terkekeh. "Aduh, pusing." Adimasta memegang kepalanya. Ada yang berdenyut rasanya.  "Masih sakit? Udah kamu tiduran aja." Clarissa memegang lengan Adimasta.  Adimasta manut. Dia merebahkan badan dan kembali berbaring.  "Tapi aku senang sakit gini." Adimasta tersenyum sa
Baca selengkapnya

52. It Will Be Fine

Clarissa masih belum bergerak dari tempatnya berdiri. Dia makin menajamkan telinga agar lebih jelas mendengar pembicaraan Arlon dengan istrinya. Ada sesuatu yang membuat Clarissa mulai penasaran seperti apa wanita yang sekarang dicintai papanya. "Aku akan ceritakan semua nanti saat aku pulang. Clarissa dan aku bersenang-senang malam ini. Terima kasih buat dukungan kamu, Honey ... Hmmm ... oke. Cium sayang buat Calvin. Bye." Akhirnya sambungan telpon Arlon putus. Clarissa menarik nafas dalam, lalu dia melangkah lagi mendekati papanya. "Minuman sudah siap!" Clarissa bicara dengan ceria, dia sisihkan semua rasa yang mengaduk-aduk hatinya setelah mendengar pembicaraan Arlon tadi. "Hei, makin seru, nih." Arlon tersenyum. Dia mengulurkan tangan mengambil satu cangkir dari tangan Clarissa. Clarissa duduk di sisi Arlon. Dia pandangi wajah papanya yang tampan dan terlihat sedikit lebih muda dibanding usianya. Ada kebahagiaan di sana, seperti saat Clari
Baca selengkapnya

53. Senyum Getir Rosita

Arlon melihat pada pria yang ada di depannya. Beberapa tahun lebih muda darinya. Pria ini yang menjadi pendamping Rosita.  "Ini papa, Om. Aku bertemu papa hari ini dan papa mengantar aku ke sini." Clarissa mengenalkan Arlon pada Bramantyo.  "Selamat sore, aku Bramantyo." Segera Bramantyo mengulurkan tangan pada Arlon.  "Aku Arlon. Senang bertemu denganmu." Arlon membalas dengan menjabat tangan Bramantyo.  "Om, mama ..." Clarissa menyela. Dia tidak sabar ingin tahu kondisi Rosita.  "Sejak kemarin dia mulai tidak sehat. Aku minta dia istirahat, tapi sembunyi-sembunyi masih juga mengerjakan proyek. Katanya hanya proyek kecil. Tapi tetap saja pikirannya terkuras. Dia harus banyak duduk mengerjakan itu. Akhirnya dia tidak bisa menahan sakit yang mendera." Bramantyo menjelaskan.  "Apa aku bisa ketemu mama?" tanya Clarissa.  "Ya, masuklah. Mungkin Rosi sudah tidur. Tapi tidak apa, kamu bisa melihatny
Baca selengkapnya

54. Malu Mengungkapkan Rasa

Bramantyo memandang Clarissa. Dia tersenyum dengan tatapan yang sengaja dia buat seolah dia kesal. Clarissa menggembungkan pipinya. Clarissa pikir masalah baru akan segera muncul. "Ya, aku kesal. Aku cemburu," kata Bramantyo. "Upss ..." Clarissa menepuk kedua pipinya. Dadanya tiba-tiba degdegan. "Maunya begitu." Secepat kilat Bramantyo melanjutkan. Nada suaranya berubah, kembali normal. "Hah?" Clarissa mengangkat kedua alisnya dan melebarkan mata. "Aku bukan anak baru gede, Clarissa. Kamu pikir apa? Kalau aku cemburu, aku masuk ke dalam kamar lalu aku damprat papa kamu, begitu? Atau lebih ekstrim aku tonjok mukanya ..." Clarissa tersenyum lebar. Ucapan Bramantyo kembali dilepaskan dengan nada lucu. Clarissa lega, Bramantyo hanya mengerjai dia. "Om, bisa aja becanda," ujar Clarissa. "Kamu itu, seperti keponakan aku. Umur kalian ga jauh beda. Dia mirip kamu, gayanya. Kalau melihat kamu aku jadi ingat keponakanku itu. Maka
Baca selengkapnya

55. Lagi-lagi Adik Tingkat Menyebalkan

Selama tiga hari Clarissa dan Adimasta bolak balik ke rumah sakit dan kampus. Ke kampus jelas untuk urusan kuliah, sedang ke rumah sakit bergantian menjenguk Rosita. Yenny juga sempat ikut dua kali menemui Rosita di rumah sakit. Seperti yang Clarissa dengar dari Bramantyo tentang keinginan Rosita dan juga yang Adimasta katakan, Clarissa ingin mewujudkan keinginan Rosita agar dia segera sehat kembali. Siang itu sepulang kuliah, Clarissa langsung ke rumah sakit. Dia datang sendiri. Adimasta dan Yenny ada urusan lain yang harus diselesaikan. "Mama!" Clarissa masuk kamar Rosita dengan wajah ceria. "Hai, Sayang!" Rosita sudah jauh lebih baik. Tidak pucat hanya masih lemas. Dia belum bisa lama duduk apalagi berjalan. Bengkak dan ruam di beberapa tempat di bagian tubuhnya mulai hilang. "Mama, lihat aku bawa roti kesukaan Mama." Clarissa meletakkan tas kecil di meja. Dia mengeluarkan isinya dan memberikan sepotong roti rasa blueberry pada Rosita. "Kamu masih ingat roti kesukaanku?"
Baca selengkapnya

56. Marah Hingga di Ubun-ubun

Mata Clarissa melotot lebar melihat Adimasta bersama cewek imut di dalam kelas itu. Dan dia ingat siapa cewek itu. Erni! Dengan cepat Clarissa melangkah masuk dan mendekati mereka. "Sudah kelar? Kita harus berangkat sekarang!" tukas Clarissa judes sambil menatap Adimasta. Adimasta dan Erni menoleh pada Clarissa yang datang tiba-tiba dan tampak kesal. "Oya, hampir selesai. Kamu kerjakan seperti yang aku tunjukkan tadi. Pertemuan berikut aku akan cek perkembangannya sejauh apa." Tetap tenang, Adimasta bicara lagi pada Erni. "Oke, Kak. Kalau yang ini ..." Erni pun seakan tidak melihat Clarissa ada di situ. "Adimasta Cakradinata, kamu ikut atau aku pergi sendiri!?" Clarissa menaikkan suaranya. "Iya, Clay, kita pergi. Aku duluan, Er," ujar Adimasta. Dia tersenyum pada Erni lalu berdiri, mengangkat tasnya dan mendekati Clarissa. "Hei, kamu Erni, kan? Ga usah cari kesempatan deketin pacarku, ya? Udah selesai pulang aja. Paham?" Claris
Baca selengkapnya

57. Dikerjain Lagi

Saat bertemu Rosita, Clarissa tampak bisa menyembunyikan rasa kesalnya pada Adimasta. Dia bisa bersikap wajar. Tidak terlihat sedang ngambek. Adimasta ingin tertawa saja. Ternyata Clarissa pintar juga bersandiwara. Tapi Adimasta senang melihat kedekatan Clarissa dengan mamanya. Mereka bicara dengan bebas dan lepas, akrab, tidak seperti waktu-waktu awal Adimasta mengenal Rosita. Rosita menceritakan pertemuannya dengan Arlon saat di rumah sakit. Tanpa menutupi apapun, Rosita mengatakan dia sedikit minder dengan mantan suaminya itu. Arlon gagah dan tampan. Sementara dia sakit-sakitan, setiap waktu bisa saja tiba-tiba nyawanya melayang.  Saat Rosita mengucapkan semua itu, ada rasa sedih menghampiri hati Clarissa. Itu membuat Clarissa justru ingin membahagiakan mamanya. Sekalipun kesembuhan jauh dari Rosita, tapi kegembiraan harus dekat dengannya.  Hingga jam tujuh malam, selesai makan malam, bersama Rosita dan Bramantyo, Adimasta dan Clarissa meninggalk
Baca selengkapnya

58. Kalau Sayang Ga Kayak Gitu

Jalanan tidak begitu ramai, karena memang belum jam pulang sekolah atau pulang kerja. Motor Adimasta meluncur lancar di jalan raya. Erni yang duduk di belakangnya tersenyum lebar. Ini hari baik banget buat dia. Siapa yang menduga, tiba-tiba Adimasta mau bareng pulang kuliah.  Erni sedikit mendekatkan badan ke depan, agar bisa lebih rapat. Dia melingkarkan tangan di pinggang Adimasta. Adimasta refleks menengok tangan Erni yang menempel di pinggang dan perutnya. Ini cewek berani juga. Clarissa saja tidak selalu begini kalau dibonceng. "Erni, turun di depan situ, ya?" Adimasta sudah melihat perempatan yang akan mereka lewati. Erni sempat bilang dia mau nebeng sampai di situ. "Oh, iya ..." Erni melihat ke depan. Ya, beberapa meter lagi pasti akan sampai. "Kak, perutku sakit!" Tiba-tiba ide muncul di kepala Erni  supaya dia bisa terus bersama Adimasta. "Kenapa?" tanya Adimasta, takut salah dengar yang dikatakan Erni. "Perutku, Kak
Baca selengkapnya

59. Mencari Kesempatan

Clarissa tidak bisa bergerak. Kenginannya datang ke rumah Adimasta mau melepaskan amarah yang sudah berkecamuk di hatinya. Di dalam kepalanya sudah banyak kata-kata yang dia mau tumpahkan untuk meluapkan semua kekesalan. Apa daya! Di depan Alicia, Clarissa tidak mampu memulai. Dari mana dia akan memarahi Adimasta coba? "Enak nggak?" Alicia memperhatikan Clarissa yang mengunyah pelan-pelan, tidak segera menjawab pertanyaannya. "Oh, enak, Tan. Beneran. Ga terlalu manis, ada gurih, crunchy. Pas banget." Clarissa tersenyum. "Tambah lagi. Yuk, ini." Tangan Alicia mendekatkan lagi toples ke depan Clarissa. Clarissa tidak bisa menolak. Dia mencomot satu lagi dan langsung menggigitnya. "Kenapa aku ga ditawarin? Aku juga mau." Adimasta mendekat, mengulurkan tangannya mengambil juga sepotong cookies. Alicia tersenyum. Adimasta paling suka masakannya. Apapun yang dia masak, Adimasta akan makan dengan lahap tanpa protes. Dia selalu membuat Alicia
Baca selengkapnya

60. Cowok Harus Pegang Omongan

Kedua mata Adimasta melebar, meski tidak lebar juga. Dia menatap lekat-lekat apa yang Clarissa tunjukkan di depannya. Erni memasang foto mereka berdua. Ya, tadi Adimasta mengantar Erni pulang! Astaga, itu cewek sengaja ambil foto tiba-tiba buat dipamerkan di sosmed. Waduh, masalah betul!  "Kamu ke mana selesai kuliah? Kenyataan dan jawaban kamu beda!" Clarissa seolah-olah punya ruangan luas untuk menghabisi Adimasta sekarang.  "Clay, itu ga sengaja. Pas mau keluar kampus, ketemu. Karena sejalan aku bonceng Erni." Adimasta mulai meruntut kejadian sepulang kuliah itu. Dia katakan apa adanya, tampa ditambah atau dikurangi.  "Bagus! Sudah tahu rumah Erni sekarang. Besok tinggal jemput buat ke kampus bareng. Dekat juga dari kampus. Asyik, tuh." Ucapan Clarissa terdengar ketus.  "Ya nggak la ... Aku malah mau antar jemput kamu. Sayangnya tunggangan kamu lebih keren dari punyaku. Gimana?" Adimasta tetap bisa santai menghadapi Clarissa.&nb
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status