Beranda / Romansa / Look At Me! / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Look At Me! : Bab 41 - Bab 50

97 Bab

41. Hati Makin Meletup

Tiba di tempat kos Clarissa cepat-cepat mandi lalu menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Lelah sekali setelah perjalanan yang panjang ke tempat Yenny. Kepala terasa pusing dan berat. Tidak ada yang lain yang dia mau lakukan, hanya ingin tidur. Sementara matanya terpejam, pikiran Clarissa masih berputar-putar. Ingat semua yang dia lalui dalam perjalanan. "Aku kesel, banget ... Aku pingin pacar yang lembut, sabar, suka senyum sama aku. Kasih kejutan tiba-tiba ..." Kata-kata Adimasta terngiang di telinga Clarissa. Itu yang Adimasta harapkan dari orang yang dia sebut kekasih. Sementara kekasih yang dia miliki ... "Aku ga akan maksa kamu seperti itu ... tetap sayang kamu ... apa adanya ..." Kalimat yang ini pun muncul di kepala Clarissa. "Adi ..." ucap Clarissa lirih, lalu dia pun terlelap. Hingga esok paginya, baru Clarissa terbangun. Dia melihat jam dinding di kamarnya. Matanya mengernyit memastikan jam dinding itu berjalan dengan benar. Clarissa
Baca selengkapnya

42. Ini Kekasihku

Yenny tersenyum lebar. Clarissa tampak serius menimpali perkataannya.  "Kalau kamu tidak lakukan ini bisa jadi beneran ga baik buat kamu. Segera, begitu selesai telepon, kamu harus dulukan mengerjakannya." Yenny jadi lebih serius. Tiba-tiba saja dia ingin mengerjai Clarissa. "Apaan, Yenny? Ih, aku jadi degdegan, tahu?" sahut Clarissa. "Dengar baik-baik. Ganti nama kontak Adimasta di HP kamu. Paham?" Yenny berkata dengan tegas dan jelas. Lalu dia tertawa. "Ahhh .... Yenny ..." Clarissa cemberut. "Aku pikir soal apa? Ihh!" "Ya, kamu kasih nama Adi Pacar Palsu. Dia itu beneran pacar kamu. Dia sayang abis sama kamu. Ganti," tukas Yenny. "Iya, aku ganti, makasih sarannya. Salam buat papa dan mama kamu. Bye." Clarissa menutup telpon. Sekarang Clarissa memandangi nama kontak Adimasta di ponsel. Dia berpikir mau kasih nama apa. Ga mau asal nama Adimasta. Kebiasaan Clarissa, selalu punya sebutan khusus untuk orang-orang tertentu di
Baca selengkapnya

43. Don't Care What They Say

Clarissa mengambil tasnya yang tergantung di sisi kursi. Lalu dia berjalan menemui papa dan mama Adimasta. Mereka tengah bercengkerama dengan beberapa keluarga. Sedang Diaz dan Anindita duduk tak jauh dari mereka. "Maaf, Om, Tante, aku pamit pulang. Takut kemalaman sampai di tempat kos." Clarissa menyela pembicaraan mereka. Arjuna dan Alicia, serta beberapa orang yang duduk bersama mereka, menoleh pada Clarissa dan Adimasta yang berdiri agak di belakang Clarissa. "Oh, begitu? Baiklah. Terima kasih sudah mau datang." Arjuna tersenyum. "Clarissa, main lagi ke sini. Kalau Anin sudah nikah, dia tinggal sama Diaz. Tante ga ada teman cewek lagi. Tante tunggu, ya?" Alicia juga mengurai senyum manis pada Clarissa. "Eh, iya, Tan. Permisi. Selamat malam." Clarissa mengangguk lalu berbalik melangkah menjauh. Diaz dan Anindita memperhatikan raut wajah Clarissa sedikit jutek. Pasti ada sesuatu. Jangan-jangan ribut lagi sama Adimasta. "Mahas
Baca selengkapnya

44. Cemburu Artinya Cinta

Dengan wajah kesal, Clarissa melangkah keluar, menghampiri Adimasta dan kedua cewek itu.  "Hai, seru, nih, foto bareng." Clarissa tersenyum tapi hatinya geram.  Adimasta menoleh. "Eih, sebentar. Dikit lagi selesai."  "Ga apa, lanjutkan aja. Makanan aku juga belum habis." Suara Clarissa sedikit ketus. Lalu dengan cepat dia balik ke dalam tempat makan itu.  "Kak, pacarnya ngambek, tuh." Salah satu cewek itu berkata pada Adimasta.  "Nggak, kok. Emang gitu dia. Gimana, masih lanjut?" tanya Adimasta.  "Udah deh, Kak. Thank you." Yang satu lagi menyahut.  Adimasta memberikan kamera pada salah satu dari cewek itu lalu kembali ke meja tempat dia makan. Clarissa duduk di sana dengan muka asem. Dia makan ogah-ogahan. Matanya melirik  Adimasta, pura-pura sibuk dengan makanan di depannya.  "Mereka minta tolong buat difoto. Seru juga. Mereka ramah." Adimasta bicara sambil tangannya mengan
Baca selengkapnya

45. Galau Karena Diaz

Clarissa memandang gedung tinggi menjulang di depannya. Megah dan indah. Di gedung gereja ini Diaz dan Anindita akan melangsungkan pernikahan mereka. Terlihat orang-orang yang berdatangan masuk dalam gedung itu. Wajah mereka tersenyum. Pasti berharap akan mengikuti upacara pernikahan yang indah.  Hati Clarissa sedikit terasa berdebar. Diaz, seperti apa dia dengan setelan keren sebagai pengantin? Clarissa pernah membayangkan dosen tampan itu tersenyum dengan pakaian pengantin. Di sisinya yang dia gandeng mesra, seorang gadis cantik, mahasiswanya sendiri. Clarissa.  Semua itu hanya mimpi belaka. Hari ini Clarissa akan masuk gedung itu, melihat Diaz menjadi pengantin, bukan dengannya, tapi dengan kakak kekasihnya. Kenapa hidup membuat permainan seaneh ini?  "Sayang, kenapa tidak masuk?" Tepukan di bahu Clarissa. Dan pertanyaan itu, membuat Clarissa menoleh.  Rosita berdiri di sisi Clarissa. Ya, mama Clarissa datang. Tentu saja. Mama A
Baca selengkapnya

46. Congrats Anyway

Clarissa mengangguk lalu berdiri. Bagaimanapun dia harus menghadapi ini. Diaz memang tidak akan pernah melihatnya sebagai seorang wanita yang bisa membuat jatuh hati. Tapi itu bukan salahnya. Cinta Diaz buat Anindita. Dan mereka memang serasi. "Nanti jangan jauh-jauh dari aku." Clarissa berpesan pada Adimasta. "Iya, tentu." Adimasta tersenyum tipis. Keduanya melangkah menuju ke hall di samping gereja. Resepsi diadakan di sana. Tamu-tamu mulai masuk dan menunggu kehadiran mempelai. Suasana meriah dan menyenangkan. Senyum dan tawa terdengar di sana sini. Adimasta menggandeng Clarissa masuk ke sana. Segera beberapa keluarga dan teman menyapa. Adimasta bicara dengan mereka dan mengenalkan Clarissa. Clarissa bersikap sewajar mungkin. Dia tidak boleh membuat keluarga Adimasta malu karena dia.   Lalu Adimasta mengajak Clarissa menuju pelaminan. Adimasta bahkan belum sempat mengucapkan selamat buat kakaknya dan Diaz. Sebelum upacara pernikah
Baca selengkapnya

47. Kembali Sibuk di Kampus

Pertanyaan Yenny membuat Clarissa tersenyum kecut. Pernikahan Diaz. Semua baik, lancar, bagus. Tapi sempat membuat Clarissa sedikit galau.  "Kamu baik-baik, kan?" Yenny melihat senyum Clarissa dan langsung tahu ada yang sesuatu.  "Aku merasa aneh dengan diriku. Berat lihat Kak Diaz nikah. Serius. Aku ga tahu, bisa gini banget." Clarissa memang tidak bisa menyimpan apapun dari Yenny.  Yenny memandang Clarissa. Jadi dosen itu belum hilang di pikiran Clarissa? Lalu, bukannya ada Adimasta bersamanya? Bagaimana perasaan Adimasta jika tahu ini?  "Sekarang lupakan. Kak Diaz suami orang. Dan kamu, kamu pacar Adi. Ingat itu. Apa yang Adi pikir kalau dia tahu kamu galau gara-gara Pak Diaz? Sedih dia, Clay." Yenny berkata dengan tegas.  "Adi tahu, kok," ucap Clarissa. "Hah?! Adi tahu?! Kamu bilang sama dia? Kamu galau karena Pak Diaz nikah dan kamu kasih tahu pacar kamu?! Clay!! Kamu keterlaluan." Yenny beneran kesal kare
Baca selengkapnya

48. Jujur Saja!

Clarissa menarik lengan Yenny, meminta temannya itu berhenti tertawa. "Apa yang lucu?!" tukas Clarissa kesal. Dia mengurungkan melajukan mobil, memandang Yenny tajam. "Kamu, Clay. Kamu itu udah cinta sama Adi, tahu nggak?" Yenny menahan diri agar tidaki tertawa. Senyumnya melebar. "Cinta apa? Ihh." Clarissa melepaskan tangan Yenny sedikit keras. "Clay, kalau nggak cinta ngapain kamu marah ada yang ngomongin Adi? Bangga harusnya kita, punya teman sekelas keren dan digandrungi adik tingkat." Yenny menggoda Clarissa. "Hei, biar aku ga cinta, Adi bukan cowok jomlo. Ga bisa sembarangan dia jalan sama cewek. Enak saja." Clarissa mulai menjalankan mobilnya. Yenny menutup mulut dengan tangan. Clarissa masih tidak mau mengakui kalau dia mulai cinta sama Adimasta. Sisi angkuh Clarissa ternyata tidak mudah luluh. Yenny tidak habis pikir. Apa susahnya bilang ya, emang sayang. Dia bisa lebih tenang menjalani hubungannya dengan Adimasta. Tidak perlu
Baca selengkapnya

49. Bertemu Papa Lagi

Dengan cepat Clarissa membuka pesan dari papanya. - Clarissa, bisakah kita bertemu? Papa ingin bicara, berdua. Dada Clarissa berdetak lebih cepat. Dia ingat terakhir kali bertemu, Arlon datang ke dengan keluarganya. Dan Clarissa sangat marah. Dia pergi begitu saja tanpa mau memberi kesempatan papanya bicara dengannya. Sejak itu pula Clarissa memilih tidak berkomunikasi dengan Arlon. Keyakinannya bahwa dia tidak lagi penting buat papany semakin dalam. Karena itu lebih baik dia tidak berkomunikasi lagi. Clarissa belum yakin apakah dia mau bertemu papanya. Dia tidak mau lagi-lagi papanya hanya PHP. Ternyata dia membawa istri dan anaknya yang tampan itu. - Clarissa, papa hanya butuh waktu 30 menit. Pesan Arlon kembali masuk. Clarissa mengacak rambutnya asal. Rasa kesalnya nongol lagi jika ingat siang hari itu, saat dia datang di hotel tempat papanya menginap. Ting! Pesan masuk lagi. Papanya benar-benar niat mau bertemu dengannya? S
Baca selengkapnya

50. Luapan Hati

Clarissa tidak segera membalas perkataan Arlon. Dadanya mulai terasa penuh. Dan dia ingat Adimasta. Rasanya dia mau cowok sipit berkacamata itu ada di dekatnya dan menenangkan dia. "Sayang, hidup terus berjalan. Aku ingin menemukan tujuan hidupku. Bersama istri dan anakku sekarang, semua berbeda. Aku merasa lengkap." Arlon memandang Clarissa. Dia ingin juga Clarissa memahami dirinya dan bukan hanya melihat masa lalu. "Lengkap? Jika aku masuk, aku jadi pengganggunya!" Suara Clarissa mulai naik. "Itu tidak benar," bantah Arlon. "Kamu putriku. Sampai kapanpun, tidak akan berubah." "Putri yang tidak terlihat," sahut Clarissa dengan nada kesal. "Itu kesalahanku. Aku minta maaf, Clarissa. Aku menganggap kamu baik-baik saja. Karena kamu gadis yang kuat." Arlon berusaha menjelaskan apa yang dia pikirkan. "Kuat? Gadis dua belas tahun, melihat papa dan mamanya berpisah dengan pertengkaran tak kunjung berakhir? Lalu ditinggal sendirian. Sekalipun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status