Home / Romansa / Look At Me! / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Look At Me! : Chapter 31 - Chapter 40

97 Chapters

31. Aku Benci Kalian

Clarissa menatap dengan wajah menyala pada Adimasta dan Yenny. Keduanya tampak gugup. Kemunculan Clarissa yang tiba-tiba membuat mereka sangat terkejut. Sikap itu makin meyakinkan Clarissa ada sesuatu di antara Adimasta dan Yenny."Clay, ini tidak seperti yang kamu lihat. Tolong, kamu jangan salah paham." Yenny berkata dengan wajahnya masih sedikit basah karena air mata. "Mataku rabun, makanya yang kulihat tidak sama dengan yang sebenarnya!" sentak Clarissa. "Clay, dengarkan aku. Aku dan Adi ga ada apa-apa. Adi cuma ...""Ga usah cari alasan. Pencuri di mana-mana nggak akan ngaku. Ga nyangka aku, kalian punya kelakuan busuk, ga tau adab! Selama ini kalian kuanggap orang baik. Kenyataannya apa? Semua cuma pura-pura! Aku benci kalian!" Dengan marah hingga di ubun-ubun Clarissa meninggalkan Adimasta dan Yenny. Clarissa masuk ke mobilnya dan segera pergi dari situ. "Ya Tuhan ... Adi ..." Yenny mendekap dadanya. Masalah bertambah. Clar
Read more

32. Permainan Berlanjut!

Dua puluh menit. Waktu yang tidak bisa dibilang panjang. Bergegas Adimasta meninggalkan rumah dan mencari makanan buat Clarissa. Apa yang kira-kira pasti akan dia sukai kalau pagi? Adimasta menghubungi tapi tidak ada jawaban. Bagaimana kalau nanti dia tidak suka? Situasi begini, Adimasta tidak mau urusan dengan gadis itu makin runyam. "Ah, sudahlah. Kalau dia marah mau apa lagi." Adimasta akhirnya membeli pecel di pinggir jalan yang dia tahu pasti sudah buka. Pecel itu langganan keluarga Adimasta sudah beberapa tahun. Harusnya enak juga buat Clarissa. Pesanan siap, Adimasta kembali meluncur dan secepatnya sebelum waktu dua puluh menit terlewati. Adimasta memarkir motor. Tepat! Dua puluh menit kurang dua detik. Clarissa sudah menunggu dengan muka panjang dan tatapan tajam. Adimasta mendekati Clarissa yang ada di teras, duduk dengan tangan terlipat. Bungkusan yang Adimasta bawa dia letakkan di meja. "Apa ini?" tanya Clarissa. "Pecel. Kamu ga bil
Read more

33. I'II Do What I Want!

Adimasta melihat lebih jelas pada postingan salah satu teman kuliahnya. Itu di sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat kos Clarissa. Di foto yang dipajang di sana, tampak Clarissa sedang duduk bersama beberapa teman cowok. Mereka tertawa lepas sambil memegang gelas minuman. Bukan air mineral, yang jelas. Dari gelas yang mereka angkat ke atas, Adimasta tahu, apa yang mereka lakukan di sana. "Ya Tuhan, Clarissa ..." Adimasta menepok jidatnya. Jadi Clarissa pergi ke kafe bertemu dengan teman-teman dan perpesta bersama? Pasti karena dia suntuk makanya dia ke sana. Adimasta memperhatikan lagi foto yang lain. Salah satu cowok berpelukan dengan Clarissa. Dan itu bukan teman mereka. Adimasta tidak mengenal cowok itu. Adimasta merasa galau jadinya. Kenapa Clarissa makin aneh-aneh? Adimasta mengembuskan nafas berat. "Clay ... kamu kenapa makin kayak gini? Kamu masih di sana atau sudah pulang?" Adimasta bicara sendiri. Adimasta mencoba menelpon Clarissa. Beberap
Read more

34. Be Happy Always, Mom

"Cuma minum. Ga mau makan? Aku ambilkan mau?" Adimasta menepuk lengan Clarissa. "Ga, malas." Clarissa menjawab pendek, dingin. Dia tarik tangannya menjauh dari Adimasta. "Clay, kita perlu bicara. Please, beri aku waktu. Mungkin ini bukan saat yang tepat, tapi sekarang kita bisa duduk bersama." Adimasta memandang Clarissa. "Ga ada yang perlu diomongin. Paling kamu cuma mau membela diri. Klise." Clarissa mengangkat gelasnya dan meneguk sirup rasa jeruk. "Oke, terserah kamu mau percaya atau tidak, aku akan cerita saja. Supaya kamu bisa berpikir yang aku katakan ini hanya kebohongan atau yang sebenarnya." Adimasta masih membujuk Clarissa. "Semua laki-laki itu sama. Semaunya, seenaknya. Ga ngerti perasaan wanita. Mau menang sendiri," tukas Clarissa ketus. "Semua?" Adimasta jadi heran, kenapa Clarissa ngomong seperti ini. Dan keluarlah semua uneg-uneg Clarissa. Kekecewaan demi kekewaan yang bertubi-tubi datang padanya karena makhluk
Read more

35. Menjemput Clarissa

Minggu itu Adimasta sibuk membantu persiapan pernikahan kakaknya. Ada saja yang mamanya minta dia bereskan. Tapi bagus juga, Adimasta jadi paham seperti apa persiapan pernikahan itu. Ribet, tidak semudah yang tampak di film. Komunikasi dia dengan Clarissa hampir terhenti. Clarissa tidak menghubungi dia. Kalau Adimasta tanya kabar atau dia lagi apa, jawabannya akan datang lama dan dingin. Situasi ini masih juga belum terurai. Adimasta sangat berharap kalau Clarissa benar-benar bisa diajak bicara, lalu mau datang ke rumah dan berkenalan dengan orang tuanya juga kakaknya. Mau bagaimana lagi, cewek itu memang kayak belut. Susah dipegang, semaunya sendiri. Selesai mengantar mamanya membeli beberapa perlengkapan sore itu, Adimasta masuk ke kamarnya. Dia sudah berniat akan menonton film bagus, rekomendasi dari group kelas. Biasa, teman-teman suka kasih info kalau ada film bagus bisa dilihat online. Adimasta penasaran saja seperti apa. "Wah, bener, seru banget, nih f
Read more

36. Pacar Kamu Kayak Gini?

Mobil Adimasta melaju lambat. Cowok itu masih berpikir harus bagaimana menghadapi Clarissa. Dia belum memutuskan akan mengantar Clarissa ke mana. "Uuh ... perutku .... uuweeekk ..." Clarissa mulai mual-mual. Terlalu banyak dia minum. "Ahh ... mau ga mau, bawa ke rumah." Adimasta tidak punya pilihan. Dia bawa Clarissa pulang ke rumahnya. Pasti akan heboh, dia tahu itu. Tapi daripada tidak tahu ke mana. Clarissa juga butuh cepat ke kamar kecil sekarang. Adimasta bergegas, melaju kencang sekarang ke rumahnya. Seluruh isi rumah mungkin sudah tidur. Dia akan membangunkan Bu Marti saja, pembantu rumah tangga yang tinggal bersama keluarga Adimasta. Turun dari mobil Adimasta membantu Clarissa masuk ke dalam rumah.  "Uuuweekk ..." Clarissa kembali mual. Kuatir muntah di lantai, Adimasta sedikit menyeret Clarissa agar masuk kamar mandi di dekat ruang tengah, yang juga menghubungkan ke ruang makan dan dapur. Begitu masuk di kamar mandi, Clar
Read more

37. Pagi Hari di Rumah Adimasta

Mata Clarissa melebar. Dia bingung dengan jawaban Adimasta. Clarissa minta Adimasta memberi penjelasan dengan lengkap. "Istirahatlah. Besok, kita bisa bicara lagi. Selamat malam, Clay." Adimasta berjalan keluar dan menutup pintu. Clarissa termenung. Ada apa sebenarnya? Kenapa Adimasta tidak mau bicara saja, supaya semua jelas? Clarissa meraih tasnya dan mengeluarkan ponsel. Seperti yang Adimasta minta, dia lebih baik buka group kelas. Astaga! Mata Clarissa makin lebar. Dadanya bergemuruh membaca banyak chat di sana, dengan foto-foto saat dia di bar dengan beberapa teman. Tidak! Ini gawat. Itu berita bisa ke mana-mana. Aduh, benar-benar sial! Clarissa terus membaca satu-satu pesan yang masuk. Dia perhatikan siapa yang kirim foto-foto itu. Tega banget. Minta dibecek sepertinya orang itu. Clarissa melotot melihat pengirim gambar ke group kelas.  "Aiihh, Divan?! Dia pasti juga sudah oleng. Makanya ngacau." Clarissa kesal. Divan salah satu tem
Read more

38. Membuka Mata Melihat Kenyataan

Adimasta menatap Clarissa dengan bingung. Bukannya mulai makan, Clarissa malah menangis. "Clay, kamu baik-baik? Bilang aku," ujar Adimasta memastikan apa yang terjadi dengan Clarissa. "Adi ..." Clarissa melihat pada Adimasta. Dia bingung mau bicara bagaimana. Ada rasa campur aduk di dada Clarissa. Sapaan lembut dan sikap manis Alicia adalah gambaran kasih ibu yang dia rindukan. Selama ini meskipun dia bersama mamanya, tidak ada pelukan hangat dan panggilan sayang manis seperti yang Alicia berikan padanya. Clarissa dan Rosita selalu saja ribut. Masalah apapun bisa jadi rame kalau Clarissa bicara dengan Rosita. Belakangan ini memang hubungan mereka mulai baik sejak Clarissa tahu mamanya sakit. Tetapi, semua berbeda. Rosita sekarang punya Bramantyo. Clarissa ikut senang dengan pernikahan itu. Sayangnya, itu juga membuat Clarissa merasa sulit mendekati Rosita. Saat Alicia tadi begitu lembut bicara padanya, hati Clarisa terenyuh. "Bilang saja, Clay
Read more

39. Maafkan Aku

Clarissa tampak tidak sabar ingin segera sampai di tempat tujuan. Sekalipun dia masih letih dan belum pulih sepenuhnya, dia memaksa terjaga, ingin tahu sampai di mana perjalanan menuju ke kota asal Yenny.  Adimasta bisa paham kegelisahan Clarissa. Dia ingin segera bertemu Yenny dan meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Selama ini belum terwujud Clarissa pasti akan terus gusar. Adimasta mulai paham sikap Clarissa.  "Clay, kamu tidur saja. Biar sampai di tempat Yenny kamu ga pusing. Kalau kamu kelelahan, malah merepotkan mereka nanti." Adimasta membujuk Clarissa agar mau tidur.  Clarissa melirik Adimasta. Benar juga yang Adimasta katakan. Lebih baik dia tidur saja. Begitu bangun, pas mereka sampai. Sepertinya itu lebih baik. Clarissa pun menyandarkan kepala dan memejamkan mata. Berharap segera lelap.  Adimasta fokus menyetir agar segera sampai di tempat yang ia tuju. Dia mengikuti maps yang menuntun ke rumah sakit tempat papa Yenny
Read more

40. Just Say Thank You

Mata Clarissa terbuka lebar. Rasa kantuk lenyap sudah. Di depannya, Clarissa melihat papa Yenny sudah sadar. Dia melihat pada Clarissa dengan tatapan bingung. Dia tidak mengenal gadis yang sedang duduk di sisi tempat tidurnya. Dia terbangun tapi tidak tahu siapa yang dia hadapi. Apakah dia masuk dunia lain? "Kamu ... kamu ..." lirih papa Yenny bicara. "Om ... sebentar, aku panggil Yenny." Dengan cepat Clarissa mendekati Yenny yang masih tidur. Clarissa berjongkok di sisi kursi dan menepuk bahu Yenny. "Yenny, om sudah sadar. Yenny ..." kata Clarissa. Yenny terbangun dan duduk di kursi sambil mengusap kedua matanya. "Udah jam berapa?" tanya Yenny. "Yenny, papa kamu ..." Clarissa berdiri dan menunjuk ke tempat tidur. Yenny bergegas bangkit dan menghampiri papanya. Dia pegang tangan papanya dan memandang dengan mata berair. "Tuhan, terima kasih ... Papa sudah sadar." Yenny tersenyum di tengah tangisnya. Hatinya penuh syukur
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status