Home / Romansa / My Arrogant CEO / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of My Arrogant CEO: Chapter 11 - Chapter 20

52 Chapters

Hancur

"Hua ... kamu pasti cari kesempatan ya!" teriak Diana setelah menyadari dirinya menindih Heksa. "Aku gak ngapa-ngapain! Kan kamu yang tadi mukul-mukul aku, dorong aku sampe jatuh," jawab Heksa membela diri. Diana tak bisa berkata lagi. Ia merebut cup minumannya yang masih berada di tangan Heksa. Cup kosong itu dibalik dan meneteskan satu tetes cokelat dingin terakhir ke lantai. "Abis," kata Diana lemas. Ia menjatuhkan tubuhnya ke sofa dengan wajahnya yang kusut. "Jangan sedih gitu, dong!" Heksa memegang erat kedua pipi Diana. Membuat bibir tipis gadis itu maju seperti paruh burung yang terbuka. "Aku mau lagi," kata Diana memelas. "Kita keluar, yuk! Aku traktir kamu sepuasnya. Mau gak?" "Mau." "Tante mana? Aku mau ijin dulu bawa anak gadisnya pergi." "Kayaknya di kamar. Aku panggilin ya! Sekalian a
last updateLast Updated : 2021-05-16
Read more

Flashback

"Siapa yang ngijinin bahas Chintya di sini?" kata Malik menirukan Arvan.  Arvan melirik ke arah sekretarisnya. Tanpa kata, hanya sebuah tatapan tajam yang begitu menusuk. "Sorry. Oke, aku ganteng aku diem." Malik merapatkan bibirnya. "Bisa saja berita itu hanya isu," jawab Arvan singkat. "Entah isu atau kabar nyata. Aku cuma nyaranin ke kamu, kalo kamu masih mencintainya, bukankah kesempatan untuk merebut hati Chintya kembali? Lagi pula sekarang Chintya sudah tahu kalau kamu pewaris tunggal Hutama Group kan?" "Tidak perlu repot-repot ikut campur urusan pribadiku!" tegas Arvan. "Stop, please! Waktu kumpul bertiga kayak gini tuh jarang terjadi. Gak usah bahas masalah gak penting gitu bisa gak?" tukas Malik melerai perdebatan antara Heksa dan Arvan sebelum masalah memuncak. Diana yang awalnya canggung semakin canggung dan tak berselera
last updateLast Updated : 2021-05-17
Read more

Kenangan Masa Kecil

"Heksa baik, kok, Pih. Cuma penampilannya aja kayak gitu," bela Diana. "Coba kamu punya pacar seperti Arvan, Papih bakal dukung seratus persen." "Kalo Diana sama Heksa emang didukung berapa persen, Pih?" "Sepuluh persen," ujar Wijaya sambil berlalu masuk ke dalam rumah. "Diana juga maunya sama Arvan, tapi Arvan mencintai orang lain. Biarlah, liat dia tiap hari di tempat kerja aja udah seneng," batin Diana melihat kedua orang tuanya berjalan beriringan. Gadis manis bermata sipit ini masuk ke dalam kamarnya. Ia membuka ponselnya yang sepi tanpa notifikasi. Keputusannya memberitahu Arvan untuk tidak mengganggunya lagi sedikit disesali Diana.  "Aku terlaku ceroboh, harusnya kasih alasan lain biar tetep hubungan sama Arvan," kata Diana sambil meletakkan ponselnya di atas kasur. ***Arvan baru saja tiba di rumah. Ia bergegas members
last updateLast Updated : 2021-05-18
Read more

Perhatian Heksa

Diana masih terlelap memeluk boneka kelinci yang selalu menamani tidurnya setiap malam. Rasa kantuknya harus terganggu ketika ponselnya yang ada di kasur terus berdenting. Dengan mata yang masih tertutup ia meraba-raba kasur dengan tangannya hingga akhirnya gadis itu dapat menggapai benda pipih yang belum berhenti berdering. "Hallo," sapa Diana dengan suara paraunya. "Aku jemput kamu kerja ya!"  "Ini siapa?" "Apa nomorku tidak kamu simpan?" Diana melihat layar ponselnya dan tertera nama Heksa. "He-he, aku simpen kok, Sa." "Buruan siap-siap, sebentar lagi aku jemput kamu." "Sebentar lagi? Emang sekarang jam berapa?" "Jam setengah tujuh, Sayang!" Diana segera membuka matanya dan melihat jam dinding. Ia segera mematikan ponsel dan melompat dari atas tempat tidur menuju kamar mandi yang berada di
last updateLast Updated : 2021-05-20
Read more

Dasar Beruang Kutub!

Diana bergegas menuju ruangan cleaning service. Ia menyapa semua karyawan yang sudah datang. Salah satu dari mereka adalah Razen. Karyawan yang paling dekat dengannya selain Pak Roni dan Pak Miko. "Pagi semuanya," salam Diana sambil memasukkan sling bag cokelat miliknya ke dalam loker. "Kamu udah baikan, Di?" tanya Pak Roni. "Mendingan, Pak. Masih agak perih luka di dahi sebenaernya. Tapi cuma luka kecil begini. Sayang kalo sampe gak masuk kerja," tukas Diana. Padahal yang disayangkan gadis ini bukan masalah pekerjaan. Melainkan tidak bertemu dengan Arvan, si beruang kutub. "Sepeda kamu ada di parkiran, Di. Kalo motor pak Miko udah aku anter kemarin. Maaf aku gak bisa anter sepeda kamu, aku gak tau rumah kamu soalnya," kata Razen. "Gak apa-apa. Makasih kalian udah baik banget sama aku." Jam kerja sudah dimulai. Diana segera mengganti pakaiannya dengan seragam
last updateLast Updated : 2021-05-25
Read more

Basah Kuyup Demi Apa?

Satu jam menjelang istirahat siang, Malik mengajak Arvan dan Heksa untuk makan siang bersama di luar. Namun, Arvan menolaknya dengan alasan malas untuk pergi.    "Emang kamu gak laper? Atau kita suruh Diana aja buat beli makan?" celetuk Malik.   "Gak. Jangan!" tolak Heksa.   "Kamu ini kenapa, sih? Jangan mentang-mentang dia pacar kamu terus gak boleh kita suruh?"   "Bukan gitu, Malik. Tapi dia butuh istirahat juga kan?"   "Kan waktu masih satu jam, dia juga bisa istirahat nanti."   "Ya udahlah, terserah."   "Gimana, Van? Kamu setuju sama ide aku yang super brilian ini?"   "Terserah!"   Malik segera menelepon Pak Roni. Atasan Diana di bagian cleaning service. Sekretaris berkumis tipis itu meminta Diana agar segara menuju ruangan Arvan secepatnya.   Dalam waktu sepuluh meni
last updateLast Updated : 2021-06-02
Read more

Tanda Cinta untuk Arvan

"Heksa, kamu lembur bareng Malik sore ini!" perintah Arvan satu jam sebelum jam kantor usai. "Lembur? Ngapain?" "Kamu asisten aku, Sa. Jadi bantuin bawa laporan atau entah nanti," sahut Malik. "Kenapa dadakan? Aku harus anter Di ...." Heksa menghentikan ucapannya. Hatinya galau, segalau hujan yang belum juga reda. Tatapan matanya tertuju pada jendela kaca yang lebar. Melihat hujan yang turun dengan derasnya. "Bagaimana Diana pulang nanti?" batinnya. "Bilang juga ke Diana buat cari snack dan makan malam untuk seratus orang," kata Arvan sambil menatap wajah sahabatnya. "Maksud kamu Diana juga lembur?" Heksa tidak yakin dengan apa yang didengarnya. "Iya." "Van, kamu serius? Sekarang Diana juga ngurus makanan meeting?" tanya Malik. "Iya. Apa kau tidak setuju?" "Bukan begitu. Aneh aja seorang Arvan ken
last updateLast Updated : 2021-06-03
Read more

Terjebak

"Hey! Kenapa diam? Kamu sengaja ngelakuin ini ke aku 'kan?" Arvan mendorong bahu Diana pelan. Membuat gadis berponi ini sadar akan lamunannya. "I ... iya, Pak. Eh, gak maksud saya, Pak," jawab Diana terbata. Ia menoleh ke segala arah dan di ruangan itu hanya ada Arvan dan dirinya saja.  "Astaga! Aku tadi cuma mengkhayal? Gak ada nyali buat ngadepin es batu ini," batin Diana. "Jawab pertanyaanku lagi. Kenapa kamu lari, terus ngumpet? Kamu pasti sengaja naruh ranjau di makananku kan?" "Gak, Pak. Saya tadi cuma penasaran aja, yang namanya rapat itu seperti apa. Tau-tau bapak nengok, saya kaget makanya saya lari. Terus bapak kejar saya, paniklah, Pak!" kilah Diana. "Aku gak tau ada apa denganku. Sudah tau sejak awal kamu itu ceroboh dan selalu bikin masalah, tapi aku gak mau pecat kamu!" kata Arvan sambil berlalu pergi.  Ucapan CEO angkuh itu membuat ha
last updateLast Updated : 2021-06-05
Read more

Terima Kasih, Heksa.

Heksa meminta bantuan security untuk membuka lift yang rusak. Lelaki bergingsul ini berharap segera menemukan pujaan hatinya di lift ini. Benar saja, setelah pintu lift terbuka betapa terkejutnya Heksa ketika mendapati Diana tengah tidur berpelukan dengan Arvan.  "Pak Arvan?" ucap sang security. Lelaki berpostur tinggi besar dengan suara lantangnya ini membuat Arvan dan Diana bangun. Diana menggeliat, meregangkan kedua tangannya. Kepalanya menengadah dan menjerit. "Aaaa ...." Arvan dan Diana sama-sama berteriak dan saling menjauh. "Bapak apakan saya?" kata Diana sambil meringkuk di pojokan. "Apa maksud kamu bertanya seperti itu?" bentak Arvan karena seolah dirinya telah melakukan hal buruk terhadap OB ceroboh itu.  Arvan merasa risih karena seluruh tubuhnya basah terkena air seni dirinya dan Diana. Apa lagi bau air seni mereka super menusuk hidung s
last updateLast Updated : 2021-06-07
Read more

Kebaikan Hati Diana

Arvan masih tertidur lelap di kamarnya. Padahal, cahaya matahari sudah menerobos masuk melalui celah-celah jendela kaca.  "Arvan," panggil seorang perempuan dari belakang. Arvan menoleh dan melihat Diana si OB ceroboh membawa boneka kelinci besar. "Kenapa kamu bisa pegang boneka itu?" tanya Arvan. "Apa kau lupa? Ini pemberian dari kamu dulu." "Gak ... gak mungkin." "Arvan, aku kangen kamu," Diana berlari hendak memeluk CEO dingin itu. "Pergi! Jangan mendekat, jangan!" teriak Arvan bersamaan dengan kedua netranya yang terbuka lebar. Napasnya begitu sesak. Keringat dingin bercucuran. Arvan terbangun dan mengelap peluh di dahinya dengan telapak tangannya. "Untung cuma mimpi," kata Arvan sambil menghela napas panjang. "Kenapa aku mimpiin OB itu? Gak mungkin kalo Diana kecil itu dia!" gumamnya.
last updateLast Updated : 2021-06-08
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status