Semua Bab My Future Huby: Bab 1 - Bab 10

17 Bab

Part 1 ( Zea )

  "Kamu tidak sarapan dulu, Zea sayang? Mama sudah membuatkan nasi goreng spesial!" seru Mona--mama Zea, gadis yang sedang terburu-buru menuju rak sepatu.     "Makasih, Ma, tapi Zea udah terlambat. Zea Pasti makan pas pulang nanti." Gadis itu berkata sambil tergesah-gesah memasang sepatu. "Zea pamit, Ma!" Sesaat kemudian bunyi pintu yang ditutup terdengar. Ia sudah berlari keluar rumah.         Pagi yang indah dan langit kota Bandung terlihat jernih. Gumpalan awan tipis berarak  kearah utara, gerombolan burung melompat dari dahan satu ke dahan yang lain, angin musim dingin yang sejuk bertiup.     Gadis itu merapatkan jaket, lalu menutup pelan pintu mobil. Ia berjalan terburu-buru menyusuri koridor, kelasnya akan di mulai lima menit lagi. Dan ia tidak mau terlambat, sesekali ia berhenti untuk membenarkan tali sepatunya yang tadinya ia ikat
Baca selengkapnya

Part 2 (Dia pulang)

"Bima!" Panggilan bernada berat yang sangat familiar di sepasang telinganya itu sontak membuat pemuda berambut cepak, berkaos putih berantakan yang terbalut jaket denim berhenti di tempatnya. Dia berdiri di denpan pintu masuk bandara Internasional Husein Sastranegara menunggu jemputan.  Pandangan Bima menyorot kelima orang yang berbeda jenis kelamin itu. Ia menghampiri mereka dengan senyum sumringah, pria berjas hitam memeluk Bima erat. Menyalurkan rasa rindunya di sana, sementara itu. Wanita paru baya di samping pria itu menitihkan air mata, selama dua tahun ini ia tidak melihat wajah putra semata wayangnya itu. "Ma." Bima mencium tangan mamanya lalu memeluknya erat.  "Mama rindu sekali," ucap sang Mama sambil menangkup pipi Bima dengan kedua tangannya. Bima tersenyum, lalu mengusap air mata di wajah sang mama." Bima juga kangen Mama." Zea menunduk, ia ikut terharu melihat adegan melow di hadapannya. Tadinya ia tidak ingin i
Baca selengkapnya

Part 3 (Terpanah)

Malam ini pukul tujuh tepat. Devan--Ayah Zea pulang dari pekerjaannya di Malaysia, ia langsung menemui putri tercintanya. Ia tersenyum lebar saat melihat Zea tengah membaca majalah di ruang tamu. "Malam, Sayangnya Papa, lagi ngapain sih, sampai tidak tahu papa ada di sini?" Devan mencium ubun-ubun Zea, lalu duduk di samping putri kesayangannya itu.  "Papa, zea kangen!" Zea memeluk erat pinggang pria paru baya itu, ia menangis haru. Sebulan ini ia tidak melihat pria yang paling ia cintai itu. "Kok nangis? Ayo makan malam bersama. Papa sudah lapar, Zea sudah makan?" "Huaa... ayo. Zea juga udah lapar, papa juga engga ngabarin aku kalo pulang.  Tahu gitu 'kan bakal masak sayur sop kesukaan papa," Zea cemberut, ia memukul-mukul pelan lengan Devan. "Ha ha ha, kejutan,” tawa Devan, pandangganya mengedar mencari sosok yang ia rindukan. “Mama kamu diman?" "Mungkin di kamar, Pa." Saat Devan hendak menemui Mona, wanita itu justr
Baca selengkapnya

Part 4 (Marahan)

Pagi-pagi sekali Bima sudah sampai di depan rumah Zea. Ia membawa sebuket bunga yang mamanya beli pagi tadi, Ia menekan tombol bel, lalu seseorang membukannya. Bi Inah- tersenyum ramah, ia mempersilahkan Bima masuk ke dalam.  Bima mendudukan diri di sofa,  pandanganya mengedar kesegala penjuru ruangan. Terakhir kali ia datang kerumah mewah dengan gaya mediterania itu, saat ia berusia dua belas tahun. Pandangan Bima menyorot foto gadis kecil berbando pink, rambut panjangnya di ikat keatas. Bima berdiri lalu mengapai foto di atas nakas, itu foto Zea saat kecil. Bima ingat, dulu ia selalu menjahili gadis mungil itu. Rambut panjangnya selalu ia mainkan sampai gadis itu risih dan menangis. Pernah suatu hari Bima mengatai Zea jelek, lalu gadis itu menangis hingga tidak mau berbicara dengan Bima sampai ia pergi ke Michigan Usa, sehari sebelum keberangkatannya. Bima menunggu Zea mengunjunginya. Namun, gadis itu tidak pernah datang. Bima tidak menyadari kalau hal it
Baca selengkapnya

Part 5 (Menahan Diri)

  Sejak jam pertama sampai jam terakhir ini Amel dan Zea saling diam, mereka saling mengabaikan. Tidak ada yang mau mengalah. Zea sejujurnya merasa bersalah, tapi ia menganggap dirinya benar dan ia sama sekali enggan untuk minta maaf duluan. Teettt,teettt Bel pulang berbunyi dua kali, semua siswa menghambur keluar kelas. Amel melewati Zea begitu saja tanpa mengatakan apa pun, Zea menghela nafas gusar. Untuk pertama kalinya dalam tiga tahun pertemanan mereka bertengkar. Dan Zea lah yang memulainya. Bima hendak berjalan bersama Zea, namun dengan cepat Chindy menggandeng lengannya. "Hei, Bim, aku bareng kamu, ya, nggak pa-pa kan?" Bima mengangguk, dengan perlahan ia melepaskan tangan Chindy yang bergelanjut manja di lengannya.  Ia terus menatap kepergian Zea, sampai matanya bertemu pandang dengan Rey. Pemuda itu melirik Bima sebentar, lalu berjalan beriringan dengan Zea. Bima melirik tempat pemuda jakun itu keluar, kelas XIIl IPS 5, ia
Baca selengkapnya

Bab 6 ( Cie di cium)

Zea karena bangunan dengan wajah lelah, sekujur tuhunya lengket karena keringat. Rambutnya acak-acakan juga dua kancing seragam sekolahnya terlepas, pandangan Zea masih memburam. Ia memutar kepala, mengedarkan pandanganya kepenjuru ruangan. Zea Rey. Pemuda itu membawanya kehotel dan Bima menguncinya di sana. Zea melirik pada tubuhnya, ia masih berpakaian lengkap walau acak-acakan. Ia merasa cemas, apakah tidur dia dan Rey melakukan sesuatu. Kalau iya, Zea sudah berencana akan hidup hidup. Ia
Baca selengkapnya

07 (Terungkap)

Pagi ini Rey sengaja memakai hoodie hitamnya. Ia berusaha sembunyi dari Bima dan Zea, sengaja ia tidak berangkat sekolah. Seragam putih abu melekat di tubuhnya, sebatang rokok terselip di antara jari telunjuk dan tengah. Hisapan demi hisapan terus ia nikmati berharap dengan itu rasa takutnya sirnah. Masalah keuangan keluarga Rey saat ini sedang dalam masa sulit  itu sebabnya ia berencana menjebak Zea. Ia berniat mengambil video mesum dan memeras gadis itu. Sayangnya Bima datang dan membuat rencananya hancur dan malah membuat Rey bersembunyi  seperti kriminal. Helaan nafas berat Rey begitu lirih, memikirkan bagaimana ayahnya yang mabuk-mabukan dan selalu memukul ibunya membuat ia tersenyum getir. Ingin sekali ia membawa pergi ibunya namun ia belum memiliki apa pun sekarang. Soal hubunganya dengan Zea, Rey memang tidak pernah serius dengan gadis itu. Ia hanya mengambil keuntungan dari kebaikan hatinya, mungkin ini karma karena ia menghianati Zea. Di taman yan
Baca selengkapnya

08 ( segelas Flavoured)

"Jadi Bima bukan anak yang di harapkan?"   Bima menutup wajahnya dengan  kedua telapak tangan, ia merasa sangat terkejut dengan penuturan mamanya. Rasa sakit menjalar ke dalam hatinya, apa ini, kenyataan seperti apa yang ia dengar? Bima anak haram? Anak yang tidak di inginkan. Rasanya Bima ingin segera menghilang dari muka bumi, ia kira dirinya sangat dinanti, tapi kebenaran justru sebaliknya. Bahkan mamanya sendiri hampir membunuh dirinya saat ia dalam rahim wanita itu. "Nenek kamu yang membuat mama sadar dan dia juga yang menyatukan mama dengan papamu. Mama minta maaf, waktu itu mama bingung." Lisa mencoba mengengam tangan Bima namun dengan cepat pemuda itu menepisnya kasar, Bima berpaling membelakangi Lisa lalu ia berdiri. Pandanganya tertuju ke lantai, Bima menelan ludah dengan susah. Ia beranjak pergi tanpa memperdulikan teriakan sang mama. "Bima, tolong dengar 'kan mama! Mama menyayangimu! Bima berhenti di sana!" ***
Baca selengkapnya

09 (Lamaran)

Bel rumah di kediama Zea berbunyi menandakan kalau Bima dan keluarganya sudah tiba, jantung Zea pun berdetak kencang ketika akhirnya rencana yang di persiapkan orang tua mereka  terlaksana juga. Sontak saja rasa gugup melanda dirinya.“Sepertinya itu mereka, kamu buka gih,  Sayang,” pinta mona pada anaknya itu.“Kok Zea sih, Mah?” tak mengertikah mamanya itu kalau ia saat ini sedang di landa gugup karena sebentar lagi akan bertemu Bima dalam kondisi dan situasi berbeda? Hari ini adalah lamaran resmi! tentu saja  Zea sangat gugup. Acara pertunangan waktu itu belum jadi bukti yang kuat membawa mereka ke jenjang pernikahan, tapi saat ini berbeda.“Kan itu calonnya kamu, sana cepatan bukain. Nanti mereka keburu pulang, emang mau kamu ngak jadi di lamar?” tanya Mona sembari tersenyum menggoda. “Ah, bagus dong. Zea jadinya ngak jadi nikah sekarang,” ujar Zea sambil tersenyum lebar. “ Zea ngak rugi tuh.”“Dasar, mau nolak juga kamu ng
Baca selengkapnya

10 (Fitting Baju)

Semua persiapan sudah rampung sejak dua hari yang lalu dan sekarang Zea dan Bima di minta mencari cincin pernikahan berdua. Zea sempat menolak dengan alasan malas keluar rumah tapi dengan terpaksa ia menurut saat mamanya mengancam dengan dalil Zea anak durhaka.Bima sengaja memakai mobil hari ini, ia duduk di kursi kemudi sementara Zea memilih duduk di belakang.“Tck. Lo jadiin gue supir?” tanya Bima tak habis pikir dengan tingkah calon istrinya itu.“Yang penting aku ikut ‘kan? Lagian kamu ngak bilang aku harus duduk di mana,” balas Zea cuek.“Terserah, lo,” jawab Bima tersenyum palsu.Mereka akhirnya sampai di tokoh perhiasan. Bima lebih dulu keluar dan membukakan pintu untuk Zea. Ia berdiri dan menyandarkan punggung di mobil. Zea yang sudah lebih dulu melangkah kedepan pintu menoleh ke belakang. “Sana pilih,” ujar Bima seraya memasukan tangan ke dalam saku celana.“Enak aja, kamu juga harus masuk sama aku!” Zea menarik le
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status