Beranda / Romansa / Kisah cinta Naomi / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Kisah cinta Naomi: Bab 41 - Bab 50

56 Bab

41. Terkungkung ( Zhou Tian POV)

Zhou Tian POV   Sudah tiga jam aku berada dalam ruang interogasi ini. Dua petugas di depanku ini tidak hentinya menanyakan hal yang sama. Aku mulai jenuh. Kemudian kualihkan pandanganku ke cermin dua arah itu. Memantulkan bayangan diriku yang tampak acak-acakan.   ”Tuan Zhou, apakah kau punya dendam dengan Lei Wulong?” tanya petugas itu sambil fokus ke layar komputer yang di hadapannya itu.    Tangannya sibuk menekan setiap tombol keyboard itu dengan lincah. Setiap jawaban yang aku beri selalu jadi pertanyaan baru untuknya. Sangat gigih.   ”Tidak ada.” Jawabku singkat.   Ia kembali mengetik sementara detektif yang duduk di sebelahnya diam mengamati aku. Penampilannya tidak tampak seperti seorang polisi. Sangat berantakan seperti preman saja.   ”Lalu mengapa anda membunuh Lei Wulong?” tanyanya lagi.   Aku terkekeh merasa lucu dengan p
Baca selengkapnya

42. Semburat Merah Merapi

Beberapa malam aku lewati dengan gelisah, tidur tidak tenang dan makan pun tak enak.  Menunggu kabar tentang Zhou Tian. Setiap saat aku tidak merasa tenang. Selalu kepikiran dengannya. Suara-suara hewan malam terdengar sangat jelas di keheningan ini. Hanya sendiri menatap kelap-kelip cahaya lampu yang jauh di sana. Dari atas sini semuanya tampak kecil. Beberapa kapal yang baru berlabuh juga yang beranjak pergi, kelihatan dari sini. Pemandangan yang sangat indah. Paman tukang kebun baru saja pergi. Ia bilang mau belanja kebutuhan dapur. Stok makanan memang sudah menipis di lemari.    Tetiba aku teringat sedang memanaskan air di ketel. Aku segera berbalik ingin pergi ke dapur, namun Fan Yin tepat berdiri di belakangku. Hingga aku bertabrakan dengannya. Dia tersenyum manis. Aku masih kesal dengannya. Kualihkan pandanganku ke sisi lain dan pergi. Segera ia menarik tanganku dengan keras hingga aku jatuh ke dalam rangkulannya. Kudorong ia dengan kekuatan pen
Baca selengkapnya

43. Segalanya Adil dalam Cinta dan Perang

Zhou Tian menarik kerah baju Fan Yin dan mendekatkan wajahnya. Zhou Tian lebih tinggi dari Fan Yin hingga ia harus mendongak ketika menatapnya. Aura tegang hendak membunuh terpancar dari setiap sudut matanya. Aku menarik Zhou Tian berusaha melerai mereka. Namun ia menepis tanganku. Lalu Zhou Tian mendesis tepat di depan muka Fan Yin. ”Kau berani mengkhianati aku?” Nada suaranya meninggi. ”Lepaskan aku.” Fan Yin berusaha melepaskan cengkraman di kerah bajunya. Zhou Tian semakin menggenggam erat baju Fan Yin sambil berkata dengan tegas. ” Sahabat macam apa kau? Berani mendekati kekasih temannya sendiri. A Yin, aku sudah memperingatkanmu waktu itu, tetapi kau tetap memilih jalan ini. Kau tahu, itu menyakiti perasaanku.” Fan Yin terkekeh, ”kau ingin berduel? Akan kulayani dengan senang hati. Asal aku bisa mendapatkan Naomi. Gege, aku masih me
Baca selengkapnya

44. Malu-malu Tapi Mau

Aku segera berlari menghampirinya. Suara teriakan dan tangisanku memecah keheningan di malam itu. Kuangkat kepalanya dan kuletakkan di atas pahaku. Perasaanku campur aduk. Kuguncang-guncang tubuhnya dan tepuk-tepuk pipinya berharap agar dia sadar. Aku melirik Fan Yin dengan mata yang penuh air. Fan Yin dengan sigap mematikan keran air lalu mengangkat Zhou Tian ke atas ranjang. Aku mengeringkan tubuhnya sambil terisak. Tangisanku tak berhenti.   ”Tian-tian, sadarlah! Tian-tian!” Aku membangunkannya setengah memekik.   Fan Yin tetap bersikap tenang. Ia memeriksa kepala Zhou Tian yang terluka. Luka kecil di bagian belakang kepalanya. Sepertinya terkena sudut bathtub.   ”Nao, kau harus tenang. Jangan panik. Ini hanya luka kecil. Ambilkan perban sama alkoholnya.” Perintah Fan Yin.   Aku mengangguk sambil sesenggukan. Kabinet di sebelah tempat tidur, aku bongkar setiap lacinya hanya untuk mencari benda itu
Baca selengkapnya

45. Bathtub Love

”Mencoba apa?” ”Hmm, jangan berpura-pura tidak tahu.”  Ia menundukkan kepalanya, menciumi setiap lekuk dari bibir hingga leher. Hawa panas dari bibirnya seakan membakar gairah yang terperangkap di dalam jiwa. Aku menggelinjang merasakan sensasi yang menggerogoti sekujur tubuh. Ia tersenyum melihatku yang pasrah dalam permainannya. ”Kau menyukainya, kan?” Aku tersipu malu-malu. Lalu ia meraup bibirku. Aku yang mulai terlena dengan kenikmatan itu, semakin menarik Zhou Tian lebih dekat denganku. Tangannya meraba pinggangku dan menaikkan sweeter pink yang kukenakan. Melepaskan semuanya hingga tak ada yang menempel di badan. Polos seperti bayi yang baru lahir. Dengan pelan ia mendorong aku berada di bawah dan ia di atas. Suara kecipak air juga turut menambahkan suasana yang hangat dan romantis. Keringat yang mengalir dari pori-porinya tersamar dengan percikan air y
Baca selengkapnya

46. Rahasia Kotak Merah

Pagi berikutnya, ketika aku terbangun dari tidurku, Zhou Tian terlihat sibuk membongkar isi lemari. Beberapa pakaian berserakan di lantai dan di atas tempat tidur. Sepertinya ia sedang mencari sesuatu. Kemudian ia berlari menuju kabinet putih yang ada di sebelah kasur. Satu-persatu ia buka lacinya, mengacak-acak isi dalam kotak itu.  Aku kebingungan melihatnya yang seperti itu. Apa yang dicarinya? Rasa penasaranku menggelitik pikiranku.  ”Tian-tian, kau sedang mencari apa? Lihatlah kamar ini sudah seperti kapal pecah. Sangat berantakan.”  Ia terus saja fokus mengobrak-abrik setiap laci itu. Bahkan sekarang ia terlihat frustrasi. Sepertinya ia tidak menemukannya.  ”Aku sedang mencari kotak kecil berwarna merah. Itu sangat berharga untukku. Aku lupa di mana menyimpannya,” jawabnya datar tanpa menoleh. ”Kotak merah? Apakah itu berisi
Baca selengkapnya

47. Love on The Beach

Musim semi pun datang juga. Aku senang melihat bunga-bunga yang bermekaran. Di halaman belakang ada pohon wisteria. Sekarang bunga-bunga ungu itu sedang bermekaran menjuntai-juntai ketika angin berhembus. Sangat indah dan menenangkan hati. Hari ini Zhou Tian berjanji akan membawaku ke pantai yang ia katakan waktu itu. Aku menunggunya di gazebo sambil menikmati pemandangan bunga wisteria.   Belakangan ini, hubungan Fan Yin dan Zhou Tian mulai membaik. Walau terkadang masih ada kecanggungan di antara mereka, namun aku senang melihat mereka yang berhasil mengalahkan egonya. Sudah seharusnya.    Hanya tuan Zhou Yuan yang sampai detik ini masih memendam kebencian terhadap diriku. Wajar saja, ia seorang ayah tentu menginginkan yang terbaik untuk putranya.    ”Kau sangat menikmati bunga-bunga itu. Apa kita batalkan saja pergi ke pantai-nya? Di sini lebih indah.”   Zhou Tian tiba-tiba datang mengha
Baca selengkapnya

48. Will You Marry me?

Zhou Tian segera bangun dari posisi tidurnya dan duduk menghadapku. Lalu ia menggerakkan kepalanya, memberikan kode agar aku bangun mengikutinya. Aku merasa agak kebingungan dengan sikapnya yang terlihat canggung dan sedikit salah tingkah. Mataku menelisik jauh ke dalam bola mata berwarna coklat itu, ia terlihat gelisah.   ”Ada apa? Mengapa kau sangat gusar? Apakah ada yang mengusik pikiranmu?” tanyaku.   Zhou Tian menggelengkan kepalanya beberapa kali lalu meraih tanganku dan meremasnya dengan lembut. Sebuah senyuman terbit di wajahnya yang sedikit berpasir. Tatapannya pada saat itu sangat dalam dan penuh cinta.    ”Nao, hmm sebenarnya a-aku...” bahkan suaranya terdengar bergetar, ”ada yang ingin aku berikan, tetapi pejamkan dulu matamu dan jangan mengintip.”    Rasa bingung bercampur penasaran mengaduk-aduk hatiku. Dan sedetik kemudian aku memejamkan mataku. Sungguh, ia membuatku penasara
Baca selengkapnya

49. Bukan hari bahagiamu

Suara berisik dari burung camar juga deburan ombak yang menghantam karang, membangunkan tidurku. Dari celah-celah tenda, semburat cahaya putih menelisik masuk, menerpa netra yang masih setengah sadar. Rupanya pagi datang lagi. Kubuka dengan keras ziper tenda, pemandangan yang disuguhkan sungguh memanjakan mata.  Zhou Tian masih malas-malasan, ia semakin menarik selimutnya. Ia menutup matanya dengan tangannya, menghalau sinar matahari yang tumpah ke wajahnya. Bergeser ke kiri dan ke kanan. Aku menikmati tingkahnya yang menggemaskan seperti itu. Aku tergoda untuk mengusili dia yang sedang tertidur itu, lalu kuambil rambutku dan menggoyangkannya di hidung Zhou Tian. Ia menggerakkan wajahnya dan mengusap hidungnya. Namun, ia tetap tertidur. Ah, aku semakin menjahilinya hingga ia terbangun dan tampak kesal. ”Bangunlah, hari sudah terang,” perintahku. ”Nao, aku masih ngantuk. Tolong nanti saja bangunkan
Baca selengkapnya

50. Air susu dibalas dengan air tuba

Samar-samar aku mendengar suara bising dan aroma amis yang kuat di sekitarku. Perlahan aku membuka mata masih tampak buram. Kepalaku masih pusing dan perutku terasa mual.   ”Hei, Nao. Kau sudah sadar?” suara yang sangat aku kenali memanggil namaku.   Itu suara Fan Yin. Kini aku bisa melihat jelas wajahnya. Kualihkan pandanganku ke sekitar. Kapal-kapal tampak berjejer, aku ada di pelabuhan. Bau amis yang menyengat mencuat dari kapal ikan yang bersandar di sana. Mengapa aku bisa ada di sini? Di mana Zhou Tian? Apa yang sedang terjadi? Semua pertanyaan itu bermunculan di kepalaku. Lalu aku menatap Fan Yin dengan sinis.   ”A Yin, mengapa kita di sini? Mengapa kau membawa aku kemari?” aku memekik. Kupegangi kepalaku yang masih pusing.   Ia berjalan mendekati aku dan duduk selonjoran di sampingku. Ia menyandarkan kepalanya di pundakku, menangis tersedu-sedu.    ”Maafkan aku, Nao.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status