Home / Romansa / Janda Lumpuh Milik CEO / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Janda Lumpuh Milik CEO: Chapter 11 - Chapter 20

71 Chapters

11 | Surprise

Rutinitas Anjani bertambah mulai hari ini, yaitu memasak makan siang untuk sang bos arogan dan pemaksa bernama Bian Pradipta. Kebetulan juga dalam seminggu ke depan Clara libur semester, jadi jadwalnya menjemput anak itu setiap pukul 12 siang, tidak akan bertabrakan dengan jadwal mengantar makanan untuk Bian. Setidaknya pada minggu ini ia cukup tenang.Anjani mengaduk perlahan semur jengkol di dalam wajan berukuran sedang dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya mengapit tongkat agar tetap seimbang. Seketika aroma masakan itu menguar ke seluruh ruangan. Membuat perutnya ikut keroncongan.Jujur bukan perkara mudah bagi Anjani memasak semur jengkol, pasalnya ia juga sangat jarang menyantap makanan satu ini—bukan tidak suka. Terlebih Clara yang sangat anti akan baunya.Tapi tenang, semur jengkolnya buatannya sekarang sudah dimasak sebaik mungkin,  resepnya ia baca begitu teliti dari internet. Sehingga tidak me
Read more

12 | Harga Diri

Bian terkejut melihat Anjani datang bersama Clara. Matanya membulat namun beberapa detik setelahnya Bian berdehem lalu menormalkan ekspresi. Ditambah Clara tiba-tiba melompat dan memeluknya."Om Bian!" seru Clara. Anjani hendak menahan anak itu tapi terlambat. Ia hanya bisa menarik tangannya kembali ketika Clara terlanjur memeluk Bian begitu erat. Anjani memohon maaf."Tidak apa-apa," kata Bian. Ia balas memeluk Clara lalu mengusap kepala anak itu. Clara menyengir lebar. Anjani mendengus pelan.Bram tersenyum menatap Anjani dan mereka pun melangkah mengeluari lift disusul Bian serta Clara. Mereka menepi untuk berbincang-bincang.Anjani merasa dia datang di waktu yang salah. Melihat Bian sepertinya sedang sibuk bersama rekan kerjanya. Anjani pun menyembunyikan tangannya yang memegang rantang ke belakang punggung. Ia sangsi bagaimana reaksi Bian ketika Bram mengetahui apa alasannya datang ke sini.
Read more

13 | Strange Request

"Oh ya, apa aku terlalu memberatkanmu? Maksudku kamu kan memakai tongkat, melangkah saja pasti sulit. Apa perlu aku persiapkan supir khusus untuk menjemputmu setiap siang?" tanya Bian, kembali membuka pembicaraan setelah perhatian Clara hanya tertuju pada Fio. Akhirnya anak itu diam juga. Memang kadang Bian kesal ketika Clara terus saja mengoceh apalagi menyindir dengan mulut jujurnya.Mata Anjani melebar mendengar pertanyaan Bian, ia menggeleng cepat isyarat menolak. Lagi-lagi pria itu berlebihan, pikirnya. "Nggak usah, pak. Tapi kalau bapak mau, bapak sebaiknya persiapkan supir khusus, bukan menjemputku tapi mengambil makanannya saja, karena hanya minggu ini saya ada waktu luang untuk ikut mengantarkan."Lain maksud Anjani dia akan selalu menolak tawaran Bian. Tetapi mengingat pria itu memiliki banyak kesibukan, pasti akan sangat merepotkan.Bian menangkap ketidaknyamanan dari raut Anjani. Dia lantas mendengus p
Read more

14 | Musuh

"Maaf pala lo meledak! Untung hape mahal gue nggak pecah. Jual rumah aja lo nggak akan sanggup ganti hape gue!" omel Laura memandang Anjani sengit. Dia menelisik penampilan wanita itu dari atas sampai ke bawah. Sadar Anjani memakai tongkat ia langsung menarik satu sudut bibirnya."Oh ya ya ya. Lo ternyata pincang? Pantesan jalan aja nyusahin orang," maki wanita itu penuh kesombongan.Anjani merapatkan bibir, dia tak mau membalas ucapan Laura. Toh, dia telah terbiasa mendengar kalimat tersebut dari mulut orang-orang. Anjani sudah kebal dengan semua hinaan serta perlakuan Seenaknya dari mereka.Lain bagi Clara yang menggertakan rahang, kekesalannya bertambah kepada wanita sombong itu."Bunda nggak pincang tau! Cuma satu kakinya aja yang nggak bisa gerak," ucap Clara. Laura mengernyit dan mengangkat telunjuk di depan wajah gadis itu."Heh bocah ingusan diem lo!""Jangan menun
Read more

15 | Kiss (21+)

"Enak," ujar Bian usai menghabiskan semangkuk sup-nya, kemudian menatap Anjani yang sedari tadi duduk di kursi sampingnya. "Saya mau tambah lagi boleh?" "Boleh kok pak. Saya membuat supnya cukup banyak." Anjani pun mengisi kembali mangkok tersebut dan memberikannya pada Bian. "Ini." Langsung diterima oleh pria itu dengan tatapan nafsu. Anjani menggeleng pelan seraya menggerakan tongkat menuju kulkas. "Masih panas pak dinginkan dulu ya," sarannya yang dihiraukan oleh Bian. Pria itu justru acuh langsung menyeruput kuah supnya. Uhk. Alhasil Bian tersedak akibat kepanasan. Tenggorokannya seolah tercekik. "A-ni Uhk berikan air..." "Ya ampun pak makanya pelan-pelan makannya." Anjani kaget, cepat-cepat dia mengambil sebotol air dingin dari kulkas, berusaha bergerak cepat memberikannya pada Bian. "Kan saya bilang
Read more

16 | Tantangan

Anjani menegapkan punggungnya menatap terkejut siapa yang bertanya. "Ibu sedang mengintip siapa?" ulang Bi Ratih menatap heran majikannya. Anjani menghela napas lega, dia kira siapa. "Hehe. Pak Bian." Anjani menggaruk tengkuk salah tingkah. Ia sedikit malu karena ketahuan. "Oh." Bi Ratih manggut-manggut kalem namun sepersekian detik eskpresinya berubah. "Ya ampun pak Bian? Bibi belum sempat minta foto!" kagetnya menempelkan kedua telapak tangan ke pipi. "Shtt jangan keras-keras ngomongnya Bi nanti beliau bangun," bisik Anjani menaruh telunjuk di depan bibir wanita paruhbaya itu. Melirik sekilas pintu kamar t
Read more

17 | Seenak Hati

"What? Jadi wanita lumpuh itu namanya Anjani?" tanya Laura pada Zeya yang berdiri di sampingnya, setelah dia membaca berita di koran yang terbit dua hari lalu. Dan kalau Zeya tidak memberikannya koran itu, sepertinya dia tidak akan pernah tau.Zeya menarik satu sudut bibirnya seraya bersedekap, "Hooh bego! Lo ketinggalan berita sih.""Sialan!" Laura menggebrak meja. Alisnya menukik tajam lalu mencak-mencak tidak karuan. Obsesi cewek itu kembali muncul, "Argh. Gue baru nyadar ternyata dia cewek yang ditabrak sama Bian. Kenapa nggak mati aja si dia?""Lo mau dia mati?" Zeya mengerutkan kening."Kalo sampai dia berani ngerebut My Prince gue kenapa enggak?""Hahaha." Zeya meledakan tawa meremehkan untuk temannya itu, dia menepuk-nepuk bahu Laura. Zeya tak habis pikir kenapa Laura begitu tahan menyimpan obsesi gilanya untuk pria seperti Bian. Padahal menurut Zeya, Bian itu biasa saja.
Read more

18 | Melawan Ketakutan

Vote dan komen oghey😉Malam ini, entah sampai kapan hujan akan mengguyur kota. Membuat jalanan becek dan aktivitas-aktivitas di luar sana tertahan sementara. Sama dengan tertahannya seorang pria yang sedang menyesap kopi sambil duduk menaikkan satu lutut di sofa ruang keluarga.Bian meniup-niup sembari sesekali menyesap secangkir kopi di tangannya. Tubuhnya berbalut selimut abu tebal berbahan wol, sedangkan  matanya fokus menonton drama action dari TV layar lebar yang menyala di depannya.Ya sebenarnya Bian sadar tingkahnya kelewat santai sebagai tamu. Namun ia terlanjur nyaman dengan posisi ini. Peduli setan gue sama Anjani. Haha, gumamnya.Tapi ngomong-ngomong, dimana wanita itu? Kenapa lama tidak muncul setelah memberikan kopi?Ah, Bian jadi merasa kurang asik kalau harus sendirian di ruangan sebesar ini. Padahal kan niatnya bertamu tidak lain ag
Read more

19 | Pertolongan Tersembunyi

Anjani baru belanja kebutuhan pangan, ia akan memasuki dapur untuk menaruh semua sayurannya, tetapi langkahnya berhenti saat samar-samar terdengar suara minta tolong dari arah kolam renang. Sontak wanita itu termangu dan menjatuhkan plastik belanjaan ke lantai. Ia ingat pagi tadi, bi Ratih sempat mengatakan padanya bahwa Clara ingin berenang."Anakku?"  gumamnya cemas.Buru-buru wanita yang mengenakan dress tunik putih itu menggerakan tongkat menuju kolam, setibanya Anjani terkejut bukan main karena yang ditemukannya adalah Bian."Astaga Pak Bian!"Anjani lihat pria itu kesulitan muncul ke permukaan, atau ralat, Bian mungkin tidak bisa berenang."To-tolong akh--"Anjani menggigit bibir bawahnya cemas. "Coba berenang ke tepi pak.""Ti-tidak. Hmpph. Tolong Anjani." Pria itu berulang kali nyaris tenggelam, berulang kali pula muncul ke permukaan
Read more

20 | Secret Boss (2)

"Saya ingin mendengar kejujuran dari mulut kamu," ucap Bian memegang lengan Anjani. Menahan wanita itu untuk tidak menghindar dari tatapan matanya. Ia heran kenapa wanita itu lebih memilih berbohong, ketimbang jujur. Toh, apa masalahnya? Ia malah senang mengetahui Anjani rela melakukan hal tersebut untuknya. "Itu... tadi saya jujur kok. Hehe." Anjani menyengir, menggaruk tengkuk salah tingkah. "Benarkah?" Bian menarik kursi roda Anjani lebih mepet ke ranjangnya. Anjani tergelak. Tubuh Bian bergeser 90 derajat menghadap wanita itu. "Coba katakan lagi sambil menatap mataku." "Saya ... " Anjani terdiam menatap ke bawah,  merasa sangat ragu mengatakannya. Bian menaikkan dagu wanita itu hingga tatapan mereka bertemu, "Kamu memberiku napas buatan hm?" "Hah? Ba-bapak tau darimana?" "Wanita tua itu. Dia yang memberitahuku." Bian mengernyitkan kening seraya bersedekap.
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status