Beranda / Fiksi Sejarah / LORO / Bab 51 - Bab 60

Semua Bab LORO: Bab 51 - Bab 60

65 Bab

Bab 49 : Choose

"Tidak, Zahra!"Seorang lelaki berkulit putih datang dengan beberapa bekas luka hantaman. Ia berusaha mendesak masuk. Matanya tak lepas dari tubuh Zahra yang tergantung di atas penyangga kayu. Suara dengung terdengar meriuhkan hari berkabung itu. Tanpa alas kaki, lelaki yang nampak lebih kurus itu histeris meminta masuk."Biarkan aku menyelamatkan anakku! Dia tidak bersalah! Kalian lah yang telah membunuh negeri ini!"Bumyen--seorang Kapten yang tidak lagi memiliki kuasanya. Keluarga nya telah banyak dihabisi oleh pihak kerajaan yang menginginkan sebuah kekuasaan. Ia dikurung, diminta menutup mulut, dan menghapus segala kenangan dengan tawa dan bahagia.Matanya berembun, perlahan-lahan mulai menitihkan air mata. Kini bola matanya berg
Baca selengkapnya

Bab 50 : Effort

Angin berembus. Awan nampak mulai menghitam. Berkumpul dan mengelilingi langit-langit. Suara gemuruh belum terdengar, mungkin nanti. Biar cuaca sedang tidak cerah Raden Patah tetap berdiri di luar. Menghabiskan separuh waktu sorenya di taman dengan beberapa kumpulan para burung. Ia ingat, bagaimana dulu seekor burung membuatnya bertanya. Apakah saat ini burung itu masih hidup? Pertanyaan kecil itu bersarang di hatinya."Kanda," panggil Sayyidah. Datang dengan perutnya yang sudah besar. Kata dukun bayi beberapa minggu lagi ia akan melahirkan. "Apa masih memikirkan Zahra?""Maafkan Kanda, Dinda." Raden Patah menunduk. Sayyidah mengambil tempat di sebelah suaminya. Ia meletakkan kepalanya di bahu Raden Patah. Berusaha memberikan suaminya kekuatan dari kasih dan sayang. "Kanda sudah sangat berdosa padamu. Mencintai perempuan lain, sedang is
Baca selengkapnya

Bab 51 : What Are You Want

Suara jangkrik mendominasi sebuah ruangan dengan cahaya lilin di dalamnya. Ada wanita yang sedang duduk di tepi jendela. Memandangi hamparan kegelapan di langit-langit. Tidak ada satu pun bintang yang dapat ia lihat. Hanya cahaya obor dari nyala api yang menghiasi area istana di bawa sana. Wanita itu perlahan mengusap ujung mata. Ia emosional hari itu. Seperti ada yang tidak bisa menenangkan hatinya seorang pun."Itu tidak akan bekerja, Zahra. Kau harus memberitahu semua orang tentang kebenaran yang terjadi." Suara dari seseorang menggema di dalam kepalanya. Dia Kinara, jiwa yang terjebak bersama raga yang saat ini disemayami Zahra."Aku tidak ingin bernasib sama sepertimu, Nara. Aku ingin pulang, melanjutkan hidupku seperti orang normal lainnya...." Lirihnya tertahan. Zahra memasukkan kepalanya diantara sela paha yang terangka
Baca selengkapnya

Bab 52 : Patah

Tangan Zahra sudah berubah menjadi biru keunguan. Rupanya cengkraman Raden Patah bukan main kuatnya. Lelaki itu bergegas melepaskan Zahra sesudah menyadari kesalahan yang dia lakukan. Kepalanya tertunduk. Dia menggoyangkan sedikit bola matanya ke arah kanan."Aku minta maaf," katanya, pelan. Raden Patah memberanikan diri menatap Zahra. "Keadaan istana sedang tidak baik. Bukan maksudku untuk tidak menegakkan keadilan karena sebuah hubungan. Namun aku tau mana yang terbaik untukmu. Daripada mati, lebih baik kau menikmati sisa-sisa hidupmu dengan penyesalan." Begitu tegas ia mengatakannya. Tak ada nada keraguan. Bahkan tatapan kasihan.Zahra harus menelan bulat-bulat takdir itu. Ia memperhatikan bola mata Raden Patah yang mungil. Hidung runcingnya tidak lagi manis saat situasi seperti ini. Tubuhnya perlahan menjauh. Apa yang sedang terjadi
Baca selengkapnya

Bab 53 : Di Dalam Hutan

Kabar burung itu semakin meluas. Seluruh istana membicarakan Raja dan Ratu mereka. Juga salah seorang tahanan istimewa. Yang terkadang dijenguk Raja ditiap kesenggangan waktunya. Ini sudah hampir dua Minggu sejak kabar Ratu memarahi tahanan karena menggoda Raja. Dayang yang dibawa sudah menjalani hukuman. Namun kabar masih terus berjalan. Seperti angin yang akan singgah ke satu tempat ke tempat lain. Kesibukan Raja sudah menjadi aktivitas rutin. Tidak heran jika Ratu banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan rumahan seperti: menjahit, memasak sederhana, berkebun, kemudia membaca. Ratu sedikit mengurangi kegiatannya dalam urusan politik, sebab perutnya yang sudah semakin besar. Tinggal menunggu minggu, pewaris kerajaan akan menghapus kabar miring itu. Tahanan yang dibicarakan sudah diganti ke tempat yang lebih pantas. Sunyi, minim caha
Baca selengkapnya

Bab 54 : Bahaya yang Mengintai

Angin menggugurkan dedaunan yang sudah kering. Hanya sedikit sentuhan daun itu terjatuh anggun menyentuh tanah. Sebuah tangan sengaja menengadah ke depan--menangkap daun yang hendak jatuh di ujung kakinya. Beberapa mata para lelaki berseragam prajurit memperhatikan tingkah wanita yang nampak kekanak-kanakan, hanya bermain daun saja sejak tadi. Namun mereka cukup terhibur dengan pemandangan di depan sana, tepat di bawah pohon randu yang rindang. Ditutup oleh daunnya yang rimbun, menghalangi sengatan sinar UV.Wanita itu sadar jika sejak tadi ia menjadi pusat perhatian. Mungkin sebab ia satu-satunya wanita di sana. Tiada seseorang yang cantik lagi selain dirinya, sebab ia wanita, seorang saja. Mereka, para prajurit yang memperhatikannya, berpura-pura melihat hal lain ketika salah seorang pemimpin datang. Lelaki dengan jubah putih itu turun dari atas kuda. Dia menghampiri wanita yang beranj
Baca selengkapnya

55. Tergugu dengan Sekutu?

Manusia seringkali lupa jika apa yang terjadi saat ini akan menjadi masa lalu di esok hari. Bahkan ketika ia sadar jika waktu tidak pernah diam ia masih memilih untuk mengabaikan hal-hal yang begitu penting untuk saat-saat di penghujung hari nanti. Lantas ia mengeluhkan waktu yang begitu sempit ketika ingin menuntaskan pekerjaan yang padat. Tugas menumpuk, sedangkan waktu hanya melambai saja menantinya. Ada penyesalan di saat seperti itu, namun entah mengapa kita sering mengulangi hal yang sama. Apakah kesalahan itu sengaja dilakukan karena bujuk rayu setan yang begitu kuat? Ataukah, diri kita sendiri yang dengan sengaja melalaikan waktu?Pertanyaan semacam ini seharusnya dipikirkan Zahra sejak dulu. Mungkin alasan ia tersesat di lorong waktu karena sikapnya yang acuh pada kehidupan. Mengabaikan semua hal demi kepentingan pribadi yang sudah cukup membuatnya senang. Katakan saja ia egois,
Baca selengkapnya

56 : Masih Adakah Rasa itu Untukku?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Gimana uts kalian, guys? Semoga dapat hasil yang maksimal ya, aamiin.Happy reading ❤️❤️❤️....Ratusan anak panah beterbangan di langit. Bak pasukan burung yang siap bermigrasi. Kali ini panah itu mengincar seorang perempuan saja. Sayangnya, ratusan panah itu seakan tak mampu untuk menjangkau target mereka. Perempuan itu berlari tanpa peduli lelah, ia mengangkat gaunnya, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan jika jaraknya sudah sangat jauh dari para pengejar."Hei, mau kemana kau?!" Salah seorang lelaki tiba-tiba menghadang. Ia tersenyum licik ketika melihat wajah perempu
Baca selengkapnya

57 : Cinta datang Terlambat

Langkah derap kaki pasukan berkuda memecah keheningan di malam hari. pasukan Demak bertambah setelah Sunan Kalijaga sengaja mengirimkan tambahan pasukan untuk menjaga Raja mereka. kini kuda yang tadinya diletakkan di tengah lapangan di depan kawasan hutan dibawa masuk oleh pasukan yang menyusul.Walaupun sedikit kesal namun Raden patah terpaksa menaiki kuda itu. Sebab iya tahu sunan Kalijaga sangat mengerti apa yang terbaik untuk dirinya. Raden tahu jika Sunan pun menyimpan rasa terhadap Zahra, namun ia tidak dapat merestui hubungan itu. Zahra adalah wanita di masa lalu ayahnya, lalu jiwanya bersemayam di sana. Entahlah, namun hati Raden mentoleransi persepsi itu.Belum sampai masalah selesai, Raden dikejutkan dengan kehadiran Sunan Kalijaga. Lelaki itu dengan gagah berani menunggangi kudanya. Raden terpana, juga prajurit yang lain. Bah
Baca selengkapnya

58 : Memperjuangkan Rasa ini dan Negara ini

Sang singa membawa Zahra mendaki bukit. Ia berlari sangat kencang. Bahkan hewan yang sedang melintas bergegas menyingkir. Rambut Zahra berkibar mengikuti arah angin. Ia tidak tahu kemana singa itu membawanya. Namun ia telah terlanjur memberikan kepercayaan kepada singa tersebut.Perlahan singa itu mulai bergerak lebih lambat. Zahra mengerutkan kening, perasaan was-was hinggap di hatinya."Aku mencium aromanya," kata singa.   Zahra turun dari atas tubuh sang Singa. Ia mengelus rambut singa itu dengan lembut. "Jangan perlakukan aku seperti hewan lainnya. Kau tidak ingin menyesal, bukan?"Zahra mencebik. Namun ia terperangah ketika melihat tangannya  berubah tembus pandang. Zahra meraih tangan kanannya, kemudian tangan itu mulai kembali ke bentuk semula.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status