Pagi-pagi sekali, Daniel sudah bangun. Hari ini ia akan mencoba untuk hidup tanpa bantuan Ayana. Setelah seharian kemarin merengek pada asistennya itu untuk menikah, pada akhirnya ia menyerah juga.Lagian Ayana itu songong banget nolak seorang CEO seperti dirinya. Perempuan yang tidak ada syukurnya sama sekali, apa coba kurangnya Daniel? Ganteng? Iya.Tajir? Uh, jangan dibilang. Baik hati? Tentu saja.Dasar memang Si Ayana pemikirannya dangkal. Tidak bisa membedakan mana berlian, mana perhiasan hadiah kerupuk.Maka dari itu, dengan tekad yang bulat. Daniel segera bangun untuk menuju kamar mandi. Sekitar lima menit, ia memandangi kakinya secara bergantian dengan sendal kamarnya. Pikirannya berkecamuk, apakah ia sanggup mengayunkan kaki ke kamar mandi yang mungkin jaraknya seperti ia mendaki gunung.Itu hanya tebakan Daniel saja, jangan, kan, mendaki gunung. Menggerakkan kaki saja ia sungguh mager.
Read more