Jika ingin mager, maka jadilah orang sugih terlebih dahulu.
-Mas CEO MagerJika biasanya ia masih ingin dipapah untuk melakukan ritual membunuh kuman di tubuhnya, tapi berbeda kali ini. Ia menolak ke kamar mandi dan hanya menyuruh Ayana melap tubuhnya dengan kain yang dibasahi air hangat.
Sungguh Ayana jengkel sekali. Bahkan saking parahnya, saat Ayana membasuh tubuh polos lelaki itu. Dengan santainya ia tertidur dengan dengkuran halus. Padahal gadis itu sudah setengah mati menahan hasrat untuk tidak membelai dada sixpack Tuan Besarnya.
Ayana tidak menyangka jika dibalik kemageran Daniel, ada tubuh menggoda yang terjaga seperti kitab suci Kera Sakti. Astaga, jika ia membayangkan lagi bagaimana tangannya dengan lihai meraba dada sang majikan, rasanya air liur gadis itu ingin menetes keluar. Jorok sekali memang pemikiran Ayana.
Lupakan tentang dada sang majikan yang menggoda, karena kini Ayana harus segera bergegas membersihkan ruangan kebesaran Daniel Hamilton. Iya, tempat di mana ia menjadi tawanan beberapa jam. Dengan langkan cepat seraya membawa peralatan tempur kebersihan, Ayana membuka pintu perlahan setelah memasukkan kode rahasia yang hanya dia dan Tuannya yang tahu.
“Tuan!”
Baru saja ia menyimpan sebagian peralatan kebersihannya dan bermaksud mulai melap-lap meja, Ayana dikejutkan dengan sosok lelaki mager yang terduduk dengan wajah penuh mengintimidasi.
Daniel sedang menatapnya seperti musuh bebuyutan. “Tuan, sejak kapan kau duduk di situ?” Ayana mendekat.
Loh, jadi tadi yang dikira Ayana tertidur lelap dengan selimut yang membungkus tubuh di kasur itu siapa? Astaga, apakah ada orang lain yang kini tinggal di kamar mewah itu?
“Tuan, lalu siapa yang tidur di luar?” Ayana membekap mulutnya.Daniel mendengus. “Tidak ada orang di kasur itu, Ay. Hanya bantal guling,” beritahunya yang diangguki Ayana cepat.
“Ay, sini. Duduk di sampingku.” Ia mengacungkan tangannya memanggil Ayana.
“Ada apa, Tuan Besarku?” Ayana tidak lantas mengikuti perintah Sang Tuan Besar. Ia memilih untuk tetap berdiri di tempatnya dengan wajah dungunya.
“Aku perlu berdiskusi denganmu. Kita sedang di ambang kebangkrutan,” katanya dengan mimik wajah serius.
Mendengar hal menyeramkan seperti itu membuat Ayana langsung saja menarik kursi untuk duduk di samping Daniel. Keadaan ini gawat, jika Bosnya bangkrut maka otomatis hidupnya akan semakin melarat. Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan.
“Tuan, apa yang terjadi? Lalu jika kau bangkrut, bagaimana denganku? Dan bagaimana dengan kelangsungan kemageranmu?” panik Ayana.
“Mmm...” Daniel tampak berpikir.
“Ay, kau harus rileks. Tarik napas,” suruh Daniel yang langsung diikuti Ayana. “Embuskan perlahan,” lanjutnya.
“Bagaimana, Ay? Kau sudah merasa rileks?” tanya Daniel.Ayana mengangguk lalu menggeleng sehingga membuat Daniel merasa bingung. “Jadi kau sudah rileks tapi juga tidak rileks? Begitu maksudmu?”
Apa itu sudah rileks tapi juga tidak rileks? Ayana tambah pusing saja dengan perkataan Tuan Besarnya itu. Oke, abaikan saja perkataan Daniel yang rempong.
“Tuan, cepat ceritakan kenapa kau bisa di ambang kebangkrutan?” Ayana benar-benar tidak sabar.
Daniel mengatupkan bibirnya sebelum mulai bercerita. “Ay, kau tahu, kan, undangan pernikahan kita sudah tersebar. Kemarin aku sudah mengumumkan pembatalan pernikahan kita dan hal itu memicu kemarahan para pemegang saham karena mereka merasa aku hanya sedang bermain-main.” Raut wajah Daniel menjadi sedih.
Begini nih yang Ayana tidak bisa tolak, jika wajah Daniel sudah memelas seperti bayi yang tak berdosa, maka naluri keibuannya untuk memeluk dan melindungi muncul seketika. Gadis itu jadi tidak tega melihat kesedihan sang majikan.
“Sabar yah, Tuan,” ucap Ayana sembari menepuk-nepuk pelan bahu Daniel.
Sebenarnya bukan kalimat itu yang Daniel ingin dengar dari bibir Ayana, ia lebih berharap gadis itu berkata, “Tuan, sebaiknya kita menikah saja!” Nah, kalimat itu terdengar indah jika diucapkan oleh asistennya.
“Terus bagaimana?”
Ayana mengerutkan keningnya, bagaimana apanya? Ia tidak paham maksud dari Tuannya mengatakan itu. “Gimana Tuan?”
“Gimana apa?” Daniel ikut bingung.
“Kebangkrutanmu?” Ayana menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sungguh, Tuhan kenapa Asistenku ini buduh sekali?
“Kau wakili aku untuk mengikuti rapat di perusahaan siang ini.”
“Hah? Tapi—"
Daniel memejamkan matanya, mengabaikan kekejutan Ayana. “Aku lelah, Ay. Pergilah dan jangan mengangguku.”
***
Daniel pusing melihat Ayana yang mondar-mandir tidak jelas di depannya. Lagian hanya mengikuti pertemuan saja, bukan gadis itu disuruh ikut audisi pencarian bakat menyanyi.
“Ay, bisakah kau duduk dengan tenang saja? Kepalaku sakit melihatmu seperti cacing kepanasan,” ucapnya.
Lelaki itu sedang menikmati posisi rebahannya di kasur empuk nan lembut seperti busa-busa saat ia mandi. Sungguh, nikmat Tuhan yang mana Daniel dustakan.
Pintar sekali Tuan Besar mengatakan itu, ia enak saja hanya tidur di kasur. Ngemil popcorn dan meminum cola. Sedangkan aku, harus menggantikan posisinya menghadiri rapat.
Ayana semakin gugup memikirkan wajah-wajah Para Petinggi di perusahaan Bosnya itu. “Tuan, bisakah aku tidak pergi saja?” Gadis itu mendekati Daniel dan mengenggam tangannya. “Maksudku, lakukan saja pertemuan by video call.”
Daniel Menghempaskan pegangan Ayana. “Teleconference. Begitu maksudmu?”
Ayana mengangguk dengan mata berbinar-binar. “Tidak semudah itu, Ayana Samiun!” Daniel langsung berbalik membelakangi gadis yang tampak anggun dengan baju hitam dipadukan rok krem selutut.
“Tuan, jangan seperti ini. Jika aku mewakilimu, pasti aku hanya akan mempermalukanmu,” rengek Ayana.
“Ay, ya ampun!” Daniel sungguh kesal dengan rengekan Ayana.
“Kau harus belajar Ay untuk menjadi diriku. Kau harus sudah dididik untuk menyamar menjadi orang kaya dari sekarang,” kata Daniel.
Konspirasi macam apalagi yang akan majikannya itu lakukan? Ia semakin gila jika terus mendengar perkataan rumit dari Tuan Besarnya itu.
“Aku tidak berniat menyamar menjadi orang kaya, Tuan Besarku.”
Lagipula untuk apa juga ia menyamar? Dia bukan penipu yang berlalu lalang mencari mangsa di luar sana. Hidupnya saja tidak bisa ia tangani sendiri, apalagi untuk mengurusi hidup orang lain. Mending Ayana mengabdi seumur hidup memelihara kemageran dari Tuannya itu.
“Jadi kau ingin terus menjadi orang susah dan jelek, Ay?” kesal Daniel.
Ayana mendesah pasrah. “Lebih baik begitu.”
Daniel memperbaiki posisinya. Ia tidak bisa membiarkan kebodohan merasuki pikiran Ayana. Ayana itu Pembokat Kelas Atas, seharusnya pikirannya lebih cerdas sedikit. Kalau begini, lelaki itu merasa gagal telah mempekerjakan gadis itu jika pikirannya tidak ingin maju-maju.
“Ay, kau itu harus berpikiran ke masa yang akan datang. Kebodohanmu itulah yang membuat kau miskin dan berwajah jelek.” Daniel tidak sedang mengejek Ayana. Memang kenyataannya sudah seperti itu.
Sabar Ayana!
“Kelak di masa yang aku dan kau tidak tahu, masa itu akan membuatmu jaya dan tidak buruk rupa lagi. Saat itu kau harus sudah cerdas, elegan dan berjiwa mulia.” Daniel menjelaskan dengan gerakan tangan layaknya seorang motivator.
“Pintarlah sedikit, Ay.” Daniel menangkup kepala Ayana gemas. Giginya bergemeletuk. “Paham kau, Ay?”
Aku bahkan tidak bisa mencerna apa yang sedang dia katakan?
“Tuan, bisakah kau lepaskan tanganmu? Rambutku pasti sudah seperti singa sekarang.”
“Kau sudah jelek, jadi tidak perlu sok cantik. Lebih bagus jika rambutmu seperti singa,” ucap Daniel santai.
Ya Tuhan, ambil saja nyawa Tuan Besarku sekarang.
“Pergilah cepat, supir akan mengantarmu ke perusahaan,” suruh Daniel tanpa ingin memandang Ayana.
“Kau yakin, Tuan?” Rasanya Ayana tidak ingin beranjak dari sisi Daniel. Namun bukannya iba, lelaki itu malah mengibas-ngibaskan tangannya agar asistennya itu segera pergi.
“Jangan ganggu aku, Ay. Tubuhku sedang sangat lelah.”
Ingin rasanya Ayana mengambil pisau dan mencincang-cincang mulut lemes dari sang majikan. Lelah apa Tuannya itu? Hanya rebahan dan memerintah Ayana sesuka hatinya.
“Tuan, aku pergi. Doakan semuanya lancar,” pamit Ayana. Meski sangat berat baginya untuk pergi, tapi ia sudah pasrah. Toh, ia hanya mewakili saja. Jika terjadi sesuatu yang buruk, salah, kan Tuannya yang keras kepala memercayakan posisi keramat padanya.
Tidak apa, Ay. Sekali-kali kau harus merasakan menjadi seperti Daniel!
Pikirkanlah dengan matang tentang yang akan kalian ucapkan. Jika tidak ingin menyesal dikemudian hari. -Puteri AyanaGedung pencakar langit memang selalu membuat takjub bagi mata-mata yang melihatnya. Begitu juga yang kini Ayana rasakan saat kakinya dengan sempurna menginjak kantor milik Tuan Besarnya.Disambut oleh beberapa pria berjas hitam elegan, Ayana tampak canggung dan merasa tidak nyaman. Namun, saat tungkainya mengayun memasuki kantor besar itu, ia seperti tersihir dan tidak berhenti berdecak kagum.Baru kali ini ia bisa memasuki gedung bertingkat, melihat interior dan beberapa robot pajangan seketika membuat Ayana seperti gadis udik yang baru masuk kota.Ia tidak tahu seberapa kaya Daniel hingga memiliki gedung yang luar biasa seperti ini. Para karyawan yang tampak sedang berlalu lalang, menunduk dan memberi hormat pada Ayana.
Ayana tidak paham dengan Daniel yang senyam-senyum tidak jelas saat ia baru saja masuk ke dalam kamar mewah lelaki itu. Wajah gadis itu sudah tidak karuan dengan rambut acak-acakan dan bajunya yang keluar. “Aku sudah pulang, Tuan.” Meski moodnya sangat buruk sekarang, ia tetap harus menyapa Daniel dengan penuh kelembutan.Sementara Ayana berjalan dengan langkah berat, Daniel menghentikannya. “Ayku sudah pulang ternyata,” senyumnya dengan manis dan wajah tak berdosa.Ayku? Entah kesambet apa lagi Tuan Besarnya hingga sikapnya sangat manis. Terlalu capek untuk meladeni Daniel, Ayana hanya balas tersenyum lalu berniat untuk segera ke ruang bawah tanah. Badannya seperti ingin
Silau cahaya menerpa wajahnya, ia mengangkat tangan dan menghalau cahaya itu. Ayana masih bergelung di tempat tidurnya saat ayam sudah bersahut-sahutan di luar sana. Ia terlalu malas untuk bangun pagi ini dan mengerjakan pekerjaan yang setiap hari membuat tubuhnya letih.Masih tidak ingin membuka mata, namun otaknya mulai bekerja. Sebentar! Ayana ingat, ia sedang berada di ruang bawah tanah dan seingatnya tidak ada jendela yang membebaskan matahari masuk ke dalam kamarnya.Bukan berarti juga ia tidak bisa menghirup udara, namun terpaan cahaya itu terlalu besar hingga mampu menembus kulit-kulitnya yang tidak terawat dengan baik.Merasa aneh dengan sinar yang entah datangnya dari mana, Ayana perlahan membuka kelopak matanya."Tuan?! Kau sedang apa di sini?" Alangkah terkejutnya Ayana mendapati Majikannya tengah berbaring di sampingnya dengan posisi menyamping dan tangan kirinya menumpu di kepala.
Berpikir keras adalah salah satu bukti bahwahidup Daniel juga memiliki keseriusan. Kali ini bukan tentang Ayana yang ingin dinikahinya, bukan juga tentang Ayana yang ingin diciuminya. Tapi ini tentang seorang wanita berambut blonde dengan syal merah di lehernya yang sekarang tengah duduk santai di ruang tamu kamarnya.Ia tidak habis pikir, setelah bertahun-tahun menghilang dari kehidupan Daniel. Kini wanita itu kembali dengan mudahnya setelah menghancurkan mimpi-mimpi lelaki itu. Tidak ada raut penyesalan ataupun sekedar mengucapkan permintaan maaf. Dan hal itu membuat amarah Daniel rasanya ingin meledak.Benarkah yang di hadapannya ini adalah ibu kandungnya? Cih, jika saja Daniel bisa memilih, ia tidak ingin dilahirkan dari rahim Bellavira Cathleen.Wanita berkebangsaan Belanda itu benar-benar tidak cocok menjadi seorang ibu. Ia hanya wanita berengsek yang sibuk bersenang-senang tanpa ingin memedulikan anaknya.
Jangan hidup seperti Larry, si kepiting di kartun Spongebob. Tapi hiduplah seperti Daniel si CEO Mager. -CEO MAGERIa membuka jendela lebar-lebar, meraup udara sebanyak mungkin. Langit masih gelap saat ia memutuskan untuk bangkit dari posisi rebahannya. Sudah pukul 4 pagi, namun matanya tak kunjung juga terpejam.Dengan bantuan kursi rodanya, Daniel kini terpaku menikmati pepohonan di sekitar rumahnya. Untuk pertama kali, lelaki itu mau melihat pemandangan di luar kamarnya. Ia merasa bosan harus menunggu kantuk datang.Pikirannya sedang kacau, perkataan Bellavira Cathleen tadi siang masih mendominasi otaknya. Ia heran, kenapa wanita itu tiba-tiba datang lagi lalu meminta Daniel menemui Marine yang katanya anak dari koleganya.Ia tidak habis pikir bagaimana wanita itu hanya mementingkan keegoisannya dibanding menebus kesalahannya pada Daniel dan Ay
"Ay, suapin cemilan.""Aku ingin minum jus mangga, Ay.""Ay, mulutku belepotan. Lap-in dong.""Ay. Ambilkan bulan, Bu."Ayana sudah sangat lelah dengan segala perintah Majikannya yang tidak berbibit, berbebet, dan juga berbobot.Cemilan ada di tangan lelaki itu, tinggal ambil saja lalu dimasukkan ke mulut. Namun begitu susah untuk dilakukan. Jus mangga hanya berjarak tidak lebih dari dua jengkal, Daniel hanya perlu mengulurkan tangan lalu meminumnya dengan tenang, tapi tetap saja Ayana yang melakukannya.Mulut belepotan, makanya makan itu jangan seperti bayi rakus. Meski Ayana sudah memberikan wejangan agar Daniel makan dengan lemah lembut, lelaki itu tetap saja melanggarnya. Ambilkan bulan? Tidak waras! Memangnya ini lagi di iklan bumbu masak."Ay-""Apalagi? Apalagi yang ingin Tuan perintah, kan. Tuan tidak bisa lihat bagaimana banyaknya kerjaan
Jangan merendahkan dirimu dan menyalahkan kehidupanmu yang berat. Karena suatu hari akan ada orang yang merasa bahagia hanya dengan melihat senyumanmu. -Puteri Ayana"Seharusnya kau mendidik Putramu itu lebih baik, Hamilton. Ia mengusir Marine dan lebih memilih Pembantu sialan itu!"Hamilton masih mengingat jelas bagaimana amarah mantan istrinya meledak-ledak di sebuah restoran saat mereka bertemu. Pria itu sadar, kesalahannya adalah membiarkan Bellavira menemuinya Daniel.Dia pikir, Bellavira sudah berubah. Mengingat wanita itu memohon-mohon di hadapannya ingin bertemu putra semata wayangnya. Dan bagaimanapun juga, Bellavira adalah ibu kandung dari Daniel.Mungkin sudah cukup ia bersikap egois selama ini melarang Bellavira untuk menemui Daniel. Tapi,
"Saya terima nikahnya Puteri Ayana binti Firdaus dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi? SAH?""SAH!"Riuh suara bahagia terdengar memenuhi ruangan tengah rumah Hamilton setelah Daniel mengucapkan ijab kabul dengan lancar.Pak Penghulu melakukan doa pernikahan terlebih dulu, sebelum sang mempelai wanita keluar dari tempat persembunyiannya.Entah bagaimana harus menggambarkan perasaan lelaki itu sekarang, tapi tentu saja ia sangat gugup dan sekaligus bahagia. Sebab, keinginannya untuk menikahi Ayana akhirnya dapat terwujud.Ia terpaku di tempat, saat matanya menangkap tubuh Ayana tengah berjalan ke arahnya. Gadis yang sekarang telah sah menjadi istrinya itu tampak anggun dalam balutan kebaya adat Sunda. Tapi bukan Sunda Empire!Mahkota yang tersemat di kepala Ayana membuat ia seperti seorang Putri dari negeri dongeng. Cantik sekali! It
"Yang, paku!"Aku mengulurkan tangan ke belakang dengan posisi sedikit menyamping, sementara pandanganku tetap lurus pada dinding. Entah penglihatanku yang miring, atau memang pigura ini yang ingin kupasang sengaja ingin membuat tandukku naik.Astaga, malah lupa aku. Sebenarnya sudah seminggu aku dan Daniel menempati rumah baru kami. Mungkin kalian masih ingat, setahun lalu Daniel memutuskan untuk membangun rumah tidak jauh dari rumah ibuku.Awalnya aku bersikeras menolak, untuk apa coba ia membangun rumah mewah lagi. Sementara ada rumah ayahnya yang kelak akan menjadi miliknya. Bukankah Daniel terlalu membuang-buang uang? Aku menyetujui ia membangun rumah dan pindah ke rumah ibu karena aku kasihan melihatnya memasang tenda di depan rumah demi membujukku. Mungkin jika hanya Daniel yang ada di tenda itu, aku tidak masalah. Biarkan saja suamiku itu merasakan penderitaan. Tapi aku khawatir pada Mark.Dasar memang
Mark benar-benar geram, diturunkannya Ardila yang digendong layaknya karung besar di kursi kayu. Tepatnya di bawah pohon yang ada di depan rumah gadis itu. Matanya menyorot tajam, membuat Ardila yang dihempas seperti barang menjadi ciut nyalinya.Sakit tapi tidak berdarah. "Kenapa? Mas kok ngeliatin aku kayak gitu?" Meski takut, namanya juga Ardila gadis barbar tak berakhlak. Mulutnya tetap akan terus mengoceh tanpa henti.Mark menyunggingkan bibirnya, ia tidak menyangka wajah sepolos bayi, kulit seputih susu dan senyum manis yang bikin diabetes bisa berubah menjadi zombie ganas. Ardila memang bukan gadis remahan biasa. Ia harus waspada, perawakan gadis itu saja yang kalem. Tapi di dalamnya, sungguh terlala kata Bang Haji Rhoma."Kamu tau nggak yang kamu jambakin tadi siapa?"Ardila bingung. "Teteh Ayana!"Lagi, bibir Mark tersungging diikuti matanya yang memutar malas
Waktu cepat sekali berlalu, sudah sebulan lebih ia menjalani hari-harinya tanpa Daniel. Oh iya, apa kabar dengan lelaki itu? Pertemuan terakhirnya hanya saat di rumah sakit itu saja. Setelahnya, sang suami tidak pernah lagi mengunjunginya. Sekedar telpon, atau bahkan mengirim pesan pun tidak ada sama sekali.Apa suaminya itu sudah melupakannya? Atau mungkin kini Daniel telah menemukan penggantinya.Ayana merasa rindu pada Daniel, terlihat jelas air matanya mengenang di pelupuk. Ketika ia sendiri, perasaannya benar-benar kacau. Jujur, Ayana ingin kehidupannya seperti dulu. Setiap pagi terbangun untuk membereskan kamar mewah sang suami. Memasak makanan favorit Daniel, dan mengurus lelaki itu dengan baik.Dulu saat masih menjadi pesuruh Daniel, ia sangat ingin bebas, tidak terikat oleh lelaki itu. Tapi sekarang saat semua sudah ia capai, ia jadi ingin kembali menjadi pesuruh. Manusia memang tidak pernah ada puasnya. Dikasih A, m
"Maaf Pak, Bu Ayana tidak hamil. Ia hanya kelelahan dan masuk angin."Terngiang-ngiang, terbayang-bayang, berputar-putar bagaikan kaset rusak. Perih, hati seakan tersayat-sayat. Bagaimana bisa derita ini menimpa Daniel? Ia sudah mengerahkan segala tenaga, waktu dan pikiran.Terus Dokter seenak jidat mengatakan Ayananya tidak hamil. Dimana hati nurani dokter itu?"Huaa...." Daniel menangis pilu, meraung-raung di lantai kamarnya.Haruskah ia bunuh diri? Loncat dari lantai 15 kantornya? Atau minum racun tikus? Hancur sekali perasaannya. Lesu, kepala Daniel menoleh pelan. Napasnya terasa berat. Kereta bayi, pakaian bayi, buket bunga mawar putih untuk Ayana tertata rapi di meja.Mark, bawahannya tetap setia menemaninya. Tidak sedikitpun lelaki itu beranjak dari samping Daniel yang selonjoran di lantai.Mark pernah membaca sebuah buku, dalam buku itu mengatakan; bahagia b
Kuping Margaret hampir saja pecah jika Daniel tidak menghentikan teriakannya. Bagaimana tidak? Ia baru saja masuk ke kamar tuannya itu dengan niat mengantarkan makanan, namun baru saja selesai meletakkan makanan.Entah kerasukan apa? Tuannya itu loncat kegirangan dengan lengkingan suara seperti tikus kejepit."Tuan!" Terpaksa Margaret bernada tinggi memanggil Daniel. Lagian ada apa dengan lelaki itu yang tersenyum semringah sembari mencium ponselnya bertubi-tubi. Sakit jiwa!"Margaret, Margaretku." Daniel menyimpan ponselnya di meja, lalu menghampiri Margaret. Meraih kedua tangan wanita itu kemudian mengayunkannya ke kiri dan ke kanan.Belum sampai disitu keterkejutan Margaret akan tingkah Daniel yang seperti teletubies. Tubuhnya diputar-putar, mirip film India. Rani Mukherjee mungkin tahan jika diputar seperti itu, tapi Margaret tentu saja tidak. Kepalanya sungguh pusing.Beberapa menit setela
Pagi yang buruk untuk Ayana hari ini. Mual-mual, kepala pusing, tubuh meriang dan pegal-pegal. Ia seperti sangat kelelahan, padahal seingatnya yang ia lakukan hanya pergi ke kampus dan membantu ibunya memasak. Itu saja ia hanya mencuci sayuran.Matanya masih sangat mengantuk, tapi subuh-subuh sudah harus terbangun karena perutnya yang kesakitan. Tenggorokannya sangat kering akibat terlalu banyak memuntahkan isi perut. Ayana benar-benar sakit.Di saat ia sedang meringkuk di kasurnya seperti bayi, Ayana mendengar pintu kamarnya diketuk. Dengan suara berat, perempuan itu menyuruh sang pengetuk masuk."Masuk saja, tidak dikunci."Pintu dibuka, Ario sudah berdiri dengan gagahnya lengkap seragam sekolah—putih abu-abu.Melihat sang kakak yang tak menyambutnya dengan baik, Ario langsung saja menghampiri Ayana."Loh Teteh kenapa?" Ia khawatir dengan kakaknya yang tengah memegangi perutny
Jika tak ada makanan di meja, mejanya yang kau makan. Bukan lagu Bunda Rita Sugiarto, hanya mirip saja. Baru diciptakan dari perasaan lelaki yang baru terbangun dari tidurnya. Berniat mengisi perut yang kosong melompong, cacing menari-nari, tenggorokan seret.Mark merasakan kekecewaan saat menghampiri meja makan, namun yang ia temukan hanya kekosongan. Mirip sekali dengan perasaan hampa di hatinya tanpa sosok mahluk dengan lekuk tubuh indah.Hidup sendiri, meski dulu ada sang adik yang menemaninya. Mila bersikeras untuk melanjutkan pendidikannya di Aussie, katanya ia bosan berada di Indonesia. Ingin mempelajari budaya berbeda daripada mengurusi perjaka tingting yang gila kerja seperti kakaknya.Berusia 16 tahun, Mark sudah ditinggalkan oleh sang ayah karena sel kanker yang menyerangnya. Lalu setahun kemudian, ibunya menyusul sang ayah.Mark benar-benar terpuruk saat itu, perusahaan ay
Lesu, lemah, lunglai, mungkin itu gejala anemia. Minum sangobion, salah satu vitamin dan zat besi penambah darah yang sering nongkrong di layar televisi.Cerita ini bukan sedang disponsori oleh obat sangobion, namun gejala yang sedang dialami lelaki bernama Daniel sama persis dengan sakit anemia.Wajah Daniel pucat tak karuan, kantung mata melebar. Rambut acak-acakan dan baju yang tak serapi seperti biasanya. Tidak terurus, lelaki itu lebih cocok menjadi gembel yang berkeliaran di jalan.Berjalan dengan langkah malas dan sedikit terseok-seok. Daniel memasuki kediaman mewahnya, disambut dua asisten rumah tangga berpakaian seragam hitam putih. Suami Ayana itu seakan abai saat keduanya tertunduk memberi hormat."Tuan, Anda sudah pulang?" Kepala pelayan, Margaret datang menghampiri Daniel membuat lelaki itu menghentikkan langkahnya dan berbalik pada Margaret."Ayahku di mana?" Daniel memang datang
Hujan di luar sedang sangat deras, jika biasanya bintang masih terlihat dari jendela kaca kamar Ayana. Benda angkasa itu harus tertutup awan gelap. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, seharusnya ia sudah tidur sekarang. Namun nyatanya, keberadaan Daniel di kamarnya membuat gadis itu harus menahan rasa kantuknya.Ia tidak habis pikir dengan suaminya itu, kenapa berkunjung ke rumahnya harus selarut itu? Padahal ia bisa datang saat sore tadi dan tidak harus terjebak di kamarnya dengan dalih bahwa hujan menahan lelaki itu."Jadi, kau tidak akan pulang?" tanya Ayana dengan mata memicing.Daniel nampak acuh, bahunya terangkat. Seolah ia mengatakan, 'aku sedang tidak ingin pulang'."Hujan terlalu deras!" Akhirnya lelaki itu bersuara. Ia tidak melihat ke arah Ayana. Karena posisi mereka yang saling berjauhan.Daniel rebahan di kasur Ayana, sementara istrinya itu berdiri di dekat jendela. Sungg