Beranda / Romansa / Trapped / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Trapped: Bab 31 - Bab 40

49 Bab

Part 30

Queen pikir masa lalu sudah tertinggal jauh di belakang. Ternyata ia salah. Hanya dalam hitungan detik, ia kembali terlempar ke masa lima tahun yang lalu. Di mana terakhir kali ia bertemu dengan lelaki ini?Di kamar rawat inap, tempat Queen menghabiskan seluruh air mata. Dan lelaki di hadapannya, tanpa perasaan merayakan kebebasannya. Menganggap bayi itu tidak pantas hidup karena hanya sebuah kesalahan. Sesimple itu. Memilih bayi lain yang menurutnya pantas mendapatkan kehidupan.Dan bayi itu tak lain adalah … Kaneesha. Anak perempuan yang membuat Queen jatuh cinta pada pandangan pertama. Ah, kenapa harus Kaneesha?Queen menunduk, menghindari tatapan tajam Rafael. Menarik napas dalam-dalam, lantas rahangnya terkatup rapat. Jangan menangis, Queen! Air matamu terlalu berharga untuk menangis di depan Rafael! Jangan terlihat lemah atau lelaki ini akan leluasa menginjak-injakmu!“Lucu sekali.“ Queen tertawa hambar. “Berhati-hatilah jika tidak ingin terjeb
Baca selengkapnya

Part 31

Cukup lama Rafael berdiri di depan pintu apartemen milik Queen. Malam itu, setelah ia tidak memiliki cara lain untuk mengatasi putrinya yang merajuk, Rafael terpaksa meminta alamat tempat tinggal Queen pada Aldric.Dan di sinilah ia berdiri sekarang. Demi Tuhan, kalau bukan karena permintaan putri kesayangannya, Rafael tidak sudi datang pada masa lalunya. Ya, tidak ada kata memohon dalam kamus hidup Rafael.Rafael mengusap wajah kasar. Setelah menarik napas panjang, ia memberanikan diri menekan bel pintu. Berharap Queen segera membukanya dan mengiyakan permohonan Rafael. Sesimple itu. Lagipula, jam pelajaran piano Kaneesha hanya satu jam, itu pun di saat Rafael pergi ke kantor. Setidaknya, Rafael tidak akan bertemu dengan Queen.Ah ya, mungkin dia perlu menambah CCTV di seluruh sudut rumah. Atau ia perlu menambah security khusus untuk menjaga Kaneesha saat Queen sedang mengajar les piano. Rafael pikir, keselamatan Kaneesha adalah yang nomor satu.
Baca selengkapnya

Part 32

Rafael membuka pintu kamar Kaneesha dengan hati-hati, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Ia melongokkan kepala, matanya tertuju pada ranjang di tengah ruangan. Di sana, Queen tertidur dengan posisi menghadap pada Kaneesha. Handuk basah masih menempel di kening bocah perempuan itu.Tanpa sadar, Rafael tersenyum melihat pemandangan manis di depannya. Akhirnya, setelah berbulan-bulan tidak merasakan kasih sayang ibunya, malam ini Kaneesha bisa merasakan hangatnya dekapan sosok seorang ibu.Rafael melangkah perlahan, ingin melihat mereka dari dekat. Kaneesha tidak lagi mengigau seperti beberapa jam yang lalu. Mata itu terpejam rapat dengan jari-jari mungilnya memegang tangan Queen.Rafael mendesah. Mau tak mau, ia harus mengakui jika Queen seorang wanita yang tulus. See, bahkan setelah Rafael dan Selly melukai Queen, wanita itu menyingkirkan ego untuk merawat Kaneesha, bahkan menemani tidurnya.Melihat ini, Queen tidak mungkin menyakiti Kaneesha ata
Baca selengkapnya

Part 33

“Guru les piano Alsen dan Kaneesha adalah Queen yang sama dengan wanita masa laluku.”Refleks, Aldric menginjak pedal rem, mobil berhenti mendadak. Beruntung saat itu mereka masih berada di jalanan kompleks perumahan, sehingga tidak terlalu banyak kendaraan yang melintas di sana.Aldric menoleh pada Rafael, shock. “Kau bercanda?”“Awalnya, aku sendiri tidak percaya.” Rafael memijit pelipisnya. “Aku sudah cukup pusing memikirkan keadaan Selly, dan sekarang kehadiran wanita itu semakin membuatku sakit kepala.”“Hum? Sakit kepala? Kau sudah memastikan jika dia tidak membawa bayi, bukan? Itu artinya tidak akan ada Joshua kedua dalam hidupmu. Lalu apa yang kau takutkan?”“Bagaimana jika dia membalas dendam dengan menyakiti putriku?”“Aku belum lama mengenal Queen, tapi aku rasa dia tidak sejahat itu.”“Tapi aku tidak bisa berhenti memikirkannya!”“Really?” Aldric memicingkan mata, mengintimidasi lelaki yang duduk di sampin
Baca selengkapnya

Part 34

Queen menatap lelaki yang tengah menyeruput cappuccino di hadapannya. Joshua, tidak jauh berbeda dengan lima tahun yang lalu. Hanya saja, wajah beralis tebal itu semakin terlihat dewasa. Style rambut kecokelatannya terlihat berantakan, tetapi justru itu salah satu hal yang menjadi daya tarik tersendiri.“Kenapa menatapku seperti itu?” Joshua meletakkan cangkir di sisi kanan piring berisi steak daging. Malam itu, mereka membuat janji temu di salah satu restoran Italia.Queen tertawa. “Kau masih Joshua yang dulu.”“Kau pun masih sama dengan Queen yang aku kenal. Hanya saja, emmm … wajahmu terlihat lebih tirus. Sepertinya kau terlalu banyak menanggung beban hidup.”“Yah … seperti yang kau tahu.”“Jangan hanya ditanggung sendiri, Queen. Kau harus berbagi dengan orang lain.”“Sudahlah, Jo. Tolong jangan bahas itu.”“Oke, tapi aku hanya ingin mengingatkanmu, aku akan selalu ada untukmu kapanpun kau membutuhkanku.”
Baca selengkapnya

Part 35

 “Raf, aku punya kabar buruk untukmu!” seru Aldric setelah masuk ke ruangan Rafael. “Joshua kembali dari Swiss!”“Aku sudah tahu itu.”“Really?” Aldric duduk di depan Rafael.“Kaneesha bahkan sudah mendapatkan tanda tangannya.”“Jadi Neesha menjadi penggemar pamannya sendiri?” Aldric tertawa terbahak-bahak. “Bagaimana bisa Neesha mendapatkannya?”“Dari Queen, memangnya siapa lagi? Entah rencana apa yang sedang mereka buat.”“Sepertinya aku tahu apa yang membuat Joshua kembali, setelah Queen lebih dulu datang ke kota ini.” Aldric menjeda kalimatnya. Setelah dilihatnya Rafael memasang wajah ingin tahu, Aldric berucap, “Joshua ingin mengejar Queen lagi.”“Beraninya dia melakukan itu?” Rafael menggebrak meja.“What’s wrong with you?” Aldric memicingkan mata. “Kau cemburu?”“Cemburu apanya?” Rafael mengacak rambutnya kesal. “Aku hanya tidak habis pikir, si bodoh itu tidak berhenti mengejar bahkan setelah Queen b
Baca selengkapnya

Part 36

Pertunjukan kesenian itu digelar di salah satu gedung besar di ibukota. Di depan gedung, pengunjung disambut oleh deretan tulisan di LED running text berwarna-warni. Kaneesha nampak antusias saat mereka tiba di sana.“Woaaah … ramainyaaaaaa.” Mata Kaneesha berbinar, sibuk mengawasi orang-orang yang berlalu lalang di gedung pagelaran seni.“Kau suka?” Queen menggandeng tangan Kaneesha.“Apa Uncle pianis sudah datang?”Rafael yang berjalan di belakang mereka, mendengus kesal. Bahkan saat mereka baru menginjak pintu masuk saja, yang pertama kali ditanyakan Kaneesha adalah Joshua. Damn! Apa istimewanya seniman brengsek itu?“Kita tunggu di sini sebentar. Uncle Joshua sebentar lagi datang.” Queen mengajak Kaneesha berdiri di sisi kanan ruangan, tepat di sisi pot bonsai adenium. “Khusus untukmu.”“Menyebalkan. Kita bisa menunggu pianis itu di dalam,” gerutu Rafael, tetapi toh dia tetap mengikuti kehendak Queen.“Sabar sebentar, k
Baca selengkapnya

Part 37

Rafael menyugar rambutnya. Instrument piano yang sejak tadi mengalun merdu, lebih terdengar seperti dentuman yang memekakkan telinga. Di tengah panggung, lampu sorot mengarah pada sang bintang, memainkan jari-jarinya di atas tuts piano. Menyerukan dentingan membentuk sebuah irama.“Papa, Neesha mengantuk.” Bisikan Kaneesha yang duduk di pangkuan Rafael, membuat lelaki itu memberikan dekapan hangat untuk putrinya.“Sudah Papa bilang jika pertunjukan ini akan sangat membosankan. Tidurlah, Sayang.”Kaneesha mengangguk, lantas menyandarkan kepala di dada bidang Rafael. Mata jernihnya mengarah pada Joshua, menatap penuh kekaguman. “Uncle Joshua hebat ya, Pa.”“Hem? Papa lebih hebat dari dia.”“Tapi Papa tidak bisa main piano. Kalau sudah besar nanti, Neesha ingin menjadi pianis hebat seperti Uncle Joshua.”“Ya, apa pun itu. Meski sebenarnya Papa lebih senang jika Neesha menjadi dokter. Atau … kau ingin menjadi pengusaha seperti Papa?”Ti
Baca selengkapnya

Part 38

Damn! Rafael melempar ponsel ke atas nakas, lantas membenamkan wajah ke bawah bantal. Dia sudah hampir kehilangan kewarasannya! Kenapa belakangan ini, sebulan sejak pertunjukan kesenian diadakan, ada banyak hal yang berubah dalam hidup Rafael. Wanita itu!Ya, Queen! Bayangan wanita itu enggan pergi dari benak Rafael meski hanya satu detik! Terlebih saat malam tiba seperti kali ini. Hampir tiga puluh menit, dan yang Rafael lakukan hanya duduk termenung di atas ranjang sembari mengawasi galeri berisi fotonya bersama Queen.Oke, fine! Rafael harus mengakui jika sebenarnya sejak perpisahan mereka lima tahun yang lalu, Rafael tidak sepenuhnya bisa melupakan Queen. Bagaimana ia menjelaskannya? Ada banyak rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Jangan kira Rafael tidak pernah memikirkan bayi laki-laki yang sering menyambangi mimpi-mimpinya. Menyesal karena telah melenyapkan bayinya? Itu pasti. Hanya saja, ego Rafael terlalu tinggi untuk mengakui ke
Baca selengkapnya

Part 39

Queen duduk bertopang dagu, mengawasi Kaneesha yang sedang berlatih memainkan instrument Twinkle Twinkle Little Star. Akan tetapi, pikirannya tidak berada di sana. Berkelana tidak menentu.Terlebih, pembicaraannya dengan Joshua tempo hari, selalu berputar di dalam benaknya. Apa keputusan untuk menikah dengan Joshua adalah keputusan terbaik?“Beri aku waktu untuk membuktikan, aku sangat mencintaimu,” ucap Joshua malam itu.“Tapi aku tidak memiliki perasaan apa pun padamu.”“Kau masih mencintai Rafael. Karena itu kau−”“Tidak!” tukas Queen cepat. “Aku membencinya. Sangat membencinya.”“Kalau begitu jauhi dia dan keluarganya. Lupakan keinginanmu untuk mendapatkan Neesha. Jangan jadikan dia korban, anak itu tidak tahu apa-apa.”“Aku ingin Rafael dan Selly merasakan kehilangan, sama sepertiku yang harus kehilangan anakku.”“Bukan berarti kau bisa menyeret Neesha ke dalam permainan ini. Rafael dan Selly yang bersalah. Mungkin anakmu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status