Beranda / Romansa / THE HEIR / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab THE HEIR: Bab 11 - Bab 20

57 Bab

Pernikahan Kontrak

-11-Fenita mematung di tempat. Susah payah dia menahan diri untuk tidak menangis. Pelupuk mata yang panas memaksanya untuk mundur dan menyandar ke dinding. Berusaha sedapat mungkin untuk mencoba tidak menjatuhkan nampan yang dibawa. Perempuan berambut sebahu itu mengusap mata dengan kasar. Menekan ujung hidung dengan lengan baju. Menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan beberapa kali sebelum akhirnya kembali melangkah memasuki ruangan fitting tersebut. "Permisi," ucapnya dengan suara nyaris tidak terdengar. Ketiga pasang mata sontak menoleh. Rina tersenyum dan meminta Fenita untuk meletakkan nampan berisi tiga cangkir teh chamomile di atas meja di dekat sofa. "Makasih," ucap Nadine seraya menyunggingkan senyuman. Fenita mengangguk pelan dan segera berbalik. Tidak berani menatap pada sepasang mata beriris hitam yang memandanginya dengan tatapan sedih. Perempuan itu jalan ke luar dan k
Baca selengkapnya

Jangan Berpaling

-12-Pagi-pagi sekali Fenita sudah bangun. Dia bergegas membersihkan diri dan terpaksa harus mengenakan pakaian yang sama dengan kemarin, karena waktu diculik Theo tadi malam, Fenita tidak membawa pakaian ganti. Saat ke luar dari kamar mandi, tatapan gadis itu bersirobok dengan Theo yang tengah menggaruk-garuk kepalanya di kursi ruang tamu. Pria bertubuh tinggi itu menyunggingkan senyuman dan membuat Fenita sedikit malu. "Mau dibuatin sarapan?" tanya gadis tersebut sembari merapikan rambut. "Ehm, boleh. Kopi hitam, gulanya dua sendok. Ada roti di atas kulkas. Bisa tolong buatkan telur ceplok?" Theo balas bertanya sambil berdiri dan jalan mendekat. "Bisa, mau berapa?" "Dua, aku pengen makan itu dan disiram dengan saus sambal." Fenita mengangguk mengiakan, kemudian membalikkan tubuh dan hendak beranjak dari tempat itu. Namun, gerakannya tertahan karena tangan Theo telah melingkari pinggangnya.&nbs
Baca selengkapnya

Tidak Sanggup Menahan

-13- Theo menghentikan gerakan membuka kaitan celana panjang saat menyadari tengah diperhatikan oleh Nadine. Pria berhidung mancung itu mengulaskan senyuman tipis, kemudian beranjak mendekat dan duduk di ujung kaki Nadine. "Kenapa? Aku seksi, ya?" canda Theo yang dibalas Nadine dengan dengkusan. "Kamu bisa sesantai itu, nggak malu sama aku?" Nadine balas bertanya. "Buat apa malu? Kamu udah lihat dan merasakan dalamnya." Tawa Theo bergema di ruangan itu saat melihat Nadine mendelik ke arahnya. "Udah, ahh, jangan ngajak debat. Apa kamu punya makanan? Aku lapar." Nadine memejamkan mata dan menyandarkan kepala ke bantal, tidak menyadari bila lehernya terekspos sempurna dan membuat Theo menelan ludah. Pria itu merutuki diri yang selalu tidak sanggup menahan gairah bila melihat Nadine. Entah disadari atau tidak, perempuan itu membuatnya selalu ... horny. "Ehh, bukannya kita punya daging di freez
Baca selengkapnya

Reuni Dengan Mantan

-14-Mood Nadine yang belum membaik membuatnya sangat sensitif. Tatapan tajam diarahkannya pada orang-orang yang membuat dia senewen. Tidak terkecuali dengan Theo. Pria bertubuh tinggi itu hanya bisa mengelus dada saat menghadapi sikap judes Nadine. Beberapa kali dia mengajak bicara, tetapi jawaban Nadine yang pendek dengan suara yang terdengar ketus, membuat Theo akhirnya memilih untuk diam. "Aku mau ke klub," ujar Nadine saat mereka baru saja tiba di apartemen. Dengan santainya dia melucuti pakaian sembari jalan memasuki kamar mandi. Theo tidak menjawab dan memilih untuk menuruti permintaan perempuan itu. Sembari menunggu Nadine membersihkan diri, Theo menyalakan televisi dan duduk di sofa dengan santai. Beberapa menit kemudian pintu kamar mandi terbuka. Nadine ke luar dengan mengenakan jubah mandi. Rambut basahnya tergerai di belakang punggung. Melangkah menuju kamar sembari menggosok-gosok rambut dengan handuk.&nbs
Baca selengkapnya

Berubah Pikiran

-15-Mobil yang dikemudikan Theo berhenti di tempat parkir Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Setelah mengunci mobil Theo jalan cepat menuju pintu terminal kedatangan. Berhenti sesaat di depan layar besar yang menginformasikan jadwal kedatangan pesawat dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Bibirnya melengkung ke atas menciptakan sebuah senyuman, saat melihat nomor penerbangan yang membawa kedua orang tuanya telah dinyatakan mendarat. Theo bergegas menuju pintu kedatangan dan berdiri menunggu di belakang pagar besi bersama penjemput lainnya. Sesekali dia mengedarkan pandangan ke arah pintu, untuk memastikan sosok-sosok yang keluar itu kemungkinan adalah orang yang ditunggu. "Pak!" seru Theo saat melihat sosok pria paruh baya yang tengah mendorong trolley yang dipenuhi koper. Pria tersebut menoleh dan langsung mengajak perempuan dewasa di sebelahnya untuk menuju tempat Theo berdiri. Setibanya mereka di luar antrean
Baca selengkapnya

Mempersiapkan Hati

-16- Perjalanan menuju rumah Theo ditempuh dalam keheningan. Nadine lebih banyak menghabiskan waktu dengan memandangi luar kaca mobil, sedangkan Theo fokus menyetir. Ucapan pria di sebelahnya tadi membuat Nadine bingung. Dia sama sekali belum pernah berpikir untuk meneruskan rencana pernikahan dengan perjanjian itu menjadi pernikahan yang sesungguhnya. Sesekali Theo memperhatikan Nadine yang tampak termenung. Dia pun sebenarnya masih terkejut dengan ucapan spontannya tadi. Sedikit kecewa dengan reaksi Nadine yang sampai sekarang masih belum menjawab pertanyaannya. Setibanya di tempat tujuan, ibunya Theo langsung ke luar dan menyambut kedatangan calon menantunya dengan wajah berseri-seri. Bu Ida menyalami Nadine sambil mengusap lengan perempuan muda itu dengan penuh kekaguman. "Cantiknya kamu, Nak. Nggak salah nih, mau sama Koko?" tanya Bu Ida sembari melirik anaknya yang memutar bola mata dengan gemas. 
Baca selengkapnya

Jangan Mencuri!

-17-"Pacar?" Nadine mengerutkan dahi. Dia hendak memprotes tetapi terjeda karena Bagaskara telah melambaikan tangan dan memanggil pelayan yang segera mendekat. "Saya pesan dua orange juice dan ... ini," ujar Bagaskara sambil menunjuk ke daftar menu. Pelayan tersebut mengangguk dan segera berlalu dari tempat itu. Pria berpenampilan rapi itu kembali memusatkan perhatian pada Nadine yang menatapnya dengan tajam. "Apa maksudmu dengan pacar? Hubungan kita sudah putus, Bagas. Aku juga akan segera menikah dengan Theo," ujar Nadine dengan ketus. "Yakin mau menikah dengan sopir?" Bagaskara tertawa mengejek. "Kenapa memangnya dengan sopir?" "Apa dia sanggup menghidupi kamu?" "Oh, tentu saja. Menurutmu, kenapa aku bersedia menikah dengannya kalau dia tidak sanggup menghidupiku?" Bagaskara terdiam sesaat, mencoba mencari jawaban yang tepat atas pertanyaan Nadine. "Apa kamu dipel
Baca selengkapnya

Takut Jatuh Cinta

-18-  Fenita mematung sesaat, kemudian berdiri dan jalan menjauhi Theo yang masih berjongkok di tempat. Pria bertubuh tinggi itu menatap punggung gadis itu dengan segumpal penyesalan di dalam dada. Berharap bisa mengubah waktu kembali, dan dia tidak melakukan hal tersebut pada Nadine. Theo mengusap rambut dengan tangan sambil memejamkan mata. Dalam hati merutuki diri yang tidak bisa menahan nafsu. Namun, penyesalannya tidak bisa mengubah apa pun. Sekarang Theo harus fokus pada satu perempuan. Berjanji akan berusaha melupakan sosok Fenita dan benar-benar mencintai Nadine. Dia juga akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan pernikahan yang baru hendak dilaksanakan. Tak peduli dengan perjanjian yang pernah disepakati bersama perempuan berkulit putih tersebut."Pak." Panggil seseorang dari samping kanan. Saat Theo membuka mata dan menoleh, seraut wajah bulat milik asisten Sheila menatapnya dengan seulas senyum
Baca selengkapnya

Sindrom Calon Pengantin

-19- Ucapan Theo tadi masih terngiang di telinga Nadine. Perempuan itu memiringkan tubuh ke kiri dan menatap jendela kamarnya yang terbuka lebar. Sesekali Nadine menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Berharap hal tersebut bisa membuatnya lebih tenang. Takut jatuh cinta. Sepertinya itu memang salah satu alasan Nadine menginginkan pernikahan yang singkat bersama Theo. Kegagalannya bersama Bagaskara membuatnya harus lebih hati-hati dengan urusan percintaan. Meskipun saat ini Nadine merasa nyaman bersama Theo, tetapi untuk kembali jatuh cinta itu dia benar-benar merasa takut. Terutama karena dia menyadari bahwa pesona Theo kian hari kian kuat terpancar. Bukan hanya dia yang merasa seperti itu, tetapi Nadine bisa melihat pancaran mata beberapa perempuan yang sepertinya mengagumi sosok calon suaminya tersebut. Ketukan di pintu seiring dengan terbukanya benda besar itu membuat Nadine membalikkan tubuh. Senyumannya me
Baca selengkapnya

Karma

-20- Theo mengernyitkan dahi saat melihat furniture pilihan calon istrinya. Sedangkan Nadine malah tampak semringah dan sering kedapatan menyunggingkan senyuman. Keduanya saat ini berada di toko furniture langganan Nadine. Mereka baru saja pulang dari tempat praktek dokter untuk memeriksakan kesehatan Nadine sekaligus Theo, sebelum acara pernikahan dimulai. Kekhawatiran Nadine dengan kondisinya ternyata tidak beralasan. Dia hanya kelelahan dan perlu istirahat saja serta harus menjaga pola makan."Bagus warna hitam atau putih?" tanya Nadine sambil melihat brosur di tangannya. "Biru tua," jawab Theo. "Ha? Nggak ada pilihan warna itu." "Hitam bosen aku, putih cepat kotor. Nggak ada pilihan warna lain?" Nadine membolak-balik beberapa lembar katalog itu untuk mengecek persediaan warna dari model sofa yang diinginkan. "Adanya marun," jelasnya. "Aku nggak suka marun," timp
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status