Home / Romansa / THE HEIR / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of THE HEIR: Chapter 41 - Chapter 50

57 Chapters

Pengintai

-41- Masa bulan madu sudah berakhir. Hari ini Theo dan Nadine berangkat kembali menuju Jakarta. Pasangan pengantin baru itu merasa enggan untuk pulang, tetapi karena pekerjaan sudah menunggu, mau tidak mau mereka harus kembali.Terutama Theo, dia ingin segera bertemu dengan Fenita dan membahas tentang rencana gadis itu untuk melanjutkan menjebak Bagaskara. Theo memang belum menceritakan tentang hal itu pada Nadine. Dia tidak mau bila istrinya akan merasa khawatir akan keselamatan diri mereka.Theo sudah mengatur rencana bersama Samuel. Tanpa sepengetahuan Nadine, Theo telah menelepon Samuel dan menceritakan perihal rencana Bagaskara. Kakak iparnya itu bersedia untuk membantu Theo menghadapi Bagaskara, dan membantu pria itu dalam kepemimpinan perusahaan, sesuai keputusan Pak Daniel. Theo juga sudah menghubungi Anto, dan memintanya untuk ikut membantu usahanya menggagalkan rencana Bagaskara. Theo yakin bila Bagaskara pasti akan bermain de
Read more

Mengejarmu Ke Ujung Dunia

-42-Pak Dibyo, pria paruh baya yang merupakan pengacara perusahaan milik Pak Daniel, tiba di kantor polisi terdekat dengan kediaman Nadine dan Theo. Pria berkumis tebal itu datang bersama kedua asistennya yang langsung sibuk di kantor Kapolsek, sedangkan Pak Dibyo sendiri mengajak pasangan pengantin baru itu beserta Anto, menuju sebuah rumah makan yang berada tepat di sebelah kanan polsek. "Papimu udah nyerahin semuanya ke om, Na. Sekarang terserah kamu dan Theo. Apa ini mau dilanjutkan ke ranah hukum atau gimana?" tanya Pak Dibyo, sesaat setelah memesan minuman pada pelayan. "Menurut Om, bagusnya gimana?" Nadine balas bertanya. "Sebetulnya aku udah bete sih, pengen menghajar Bagas, tapi kayaknya bukti-bukti kita belum komplit, ya?" lanjutnya sambil mengerutkan dahi. "Nah, benar itu. Kalau menurut om, lebih baik memang kita kumpulkan bukti dulu. Tuduhan pengintaian pada orang-orang suruhannya pun nggak membuat mereka dipenjara, N
Read more

Dua Ronde!

-43-Keesokan harinya.Tubuh tegap pria berkulit kuning langsat itu melangkah memasuki gedung perkantoran. Para petugas keamanan dan resepsionis menyapanya sambil menundukkan kepala sedikit. Sementara pria itu membalas dengan anggukan kepala.Langkah pria tersebut berhenti ketika sudah berada di dalam lift. Beberapa orang karyawan yang kebetulan sudah berada di sana pun menyapanya dengan anggukan sopan yang dibalas pria itu dengan seulas senyuman manis. Sesampainya di lantai tujuan, pria berambut cepak itu melangkah ke luar lift. Menyusuri lorong yang diisi kubikel para karyawan yang seketika berdiri menyambut kedatangannya. Santi pun melakukan hal yang sama setelah selama beberapa detik tertegun mengagumi penampilan Theo yang sangat berbeda dari biasanya. Theo yang dikenalnya selama beberapa tahun terakhir selalu mengenakan kemeja dan celana kain saja, sesekali berganti dengan celana jeans dan kaus yang mencetak b
Read more

Pengakuan

-44- Waktu pun terus bergulir. Theo dan Nadine semakin disibukkan dengan kegiatan sehari-hari. Namun, mereka juga tetap berusaha memantau rencana resepsi di Belitung yang tengah dipersiapkan oleh keluarga Theo. Nadine sudah mengirimkan dana melalui rekening Herman, agar ayah mertuanya itu bisa mempersiapkan segala sesuatunya tanpa harus berpikir keras mencari dana. Selain itu, Nadine juga telah mempersiapkan gaun pesta yang akan dia kenakan di sana, yang serupa dengan gaun untuk sang mami, Celina, ibu dan adik perempuan. Para sahabatnya yaitu Hera, Santi, Dewi dan Elsa nantinya juga akan ikut ke Belitung. Demikian pula dengan Andi dan Anto. Sesuai janji, siang ini Nadine dan keempat sahabatnya berkumpul di butik Sheila. Mereka tengah mengobrol ketika tanpa sengaja Nadine melihat mobil yang sangat dikenalnya berhenti di depan butik. "Itu kan mobilnya Bagas," ucap Nadine sambil menggeser tubuh ke dekat jendela kaca, agar bisa
Read more

Junior

-45- Suasana ramai di kafe daerah Rawamangun itu terasa mencekam bagi Fenita. Gadis berparas manis tersebut memainkan jemari di pangkuan, sementara sepasang matanya mengawasi gerak-gerik pria di hadapan yang menatapnya dengan tatapan menyelidik.Fenita berulang kali menelan ludah untuk membasahi tenggorokan yang terasa kering. Dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak melirik ke meja sebelah kanan, di mana Anto dan Beni mencuri-curi pandang ke arah dirinya dan Bagaskara. Sementara itu di beberapa meja lainnya, anak buah Bagaskara mengawasi sekitar. Demikian pula dengan teman-teman Anto yang tersebar di meja-meja bagian sudut. Mereka semua berusaha saling mengintai agar gerakan lawan bisa terpantau. "Kenapa kamu kabur?" tanya Bagaskara beberapa saat kemudian. "Aku ... takut diintimidasi anak buahmu," jawab Fenita. "Mereka suka nongkrong di depan butik, bikin aku nggak fokus kerja. Makanya aku berhenti dan bersembunyi,
Read more

Tanah Kelahiran

-46- Semenjak turun dari pesawat di Bandara HAS Hanandjoeddin, Tanjung Pandan, Belitung, bibir Theo tak henti-hentinya melengkungkan senyuman. Pria itu merasa sangat senang telah bisa menginjakkan kakinya kembali di tempat kelahiran, setelah dua tahun tidak pulang ke sini. Demikian pula dengan Nadine, perempuan berparas cantik itu juga sangat bahagia karena bisa berkunjung ke tempat asal sang suami. Keinginannya untuk lebih mengenal keluarga besar Theo sudah sangat membuncah, terutama karena rasa rindunya pada mertua dan adik-adik Theo. Anto dan Santi yang ikut bersama kedua sejoli tersebut, masih belum terbiasa dengan udara panas khas daerah pantai yang lebih menyengat dibandingkan dengan di Jakarta. Terutama Santi, perempuan berwajah oval itu tak pernah berhenti mengusap wajahnya yang berkeringat. "Panas banget ihh," keluh Santi saat mereka sedang menunggu bagasi di tempat kedatangan bandara. "Kamu yang salah
Read more

Bahagia Bersamamu

-47- Sesuai keinginan Nadine, pagi-pagi sekali Theo sudah mengantarkan istrinya tersebut ke pasar bersama Bu Ida, Tania dan tiga orang bibinya Theo. Setibanya di pasar Theo sempat menyeringai ketika Nadine menggulung celana legging hitamnya hingga bawah dengkul. Dia tahu bila Nadine pasti tengah menggerutu di dalam hati karena menyadari sudah tidak bisa kabur lagi dari tempat becek yang dipenuhi banyak orang. Ketika para perempuan memasuki pasar, Theo memilih untuk duduk-duduk di warung kopi terdekat sambil berbalas pesan dengan Farid, karyawan bengkel yang sementara ini menjadi penanggung jawab selama Anto tidak ada. Sesekali dia juga melakukan pembicaraan jarak jauh dengan keempat manajer di perusahaan milik ayah mertuanya. Untunglah perusahaan itu memiliki banyak karyawan senior, sehingga di saat para petingginya tengah berlibur maka manajer dan semua staf bisa menangani perusahaan dengan baik. Samuel pun telah menempatk
Read more

Pengakuan Ayah

-48- Suasana ballroom hotel tempat diadakannya resepsi pernikahan Theo dan Nadine tampak dipenuhi banyak tamu undangan. Meskipun keduanya bukan selebriti ataupun orang terpandang di Belitung, tetapi bisa menyelenggarakan pesta mewah seperti itu sudah memancing rasa keingintahuan khalayak. Terutama rekan-rekan sekolah Theo dulu. Bahkan yang tidak diundang pun turut hadir dan memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai yang tampak sangat berbahagia di pelaminan. Akan tetapi, kehadiran seorang pria paruh baya sontak menjadi sorotan publik. Tentu saja banyak yang mengenal pria tersebut sebagai bos besar pertambangan. Pak Herman bergegas menghampiri bos-nya dan menyambut kedatangan pria tersebut dengan wajah semringah. "Siapa dia?" tanya Nadine. "Bos ayah, salah satu orang terkaya di sini. Namanya Toni," jawab Theo. "Oh, pantes ayah sampai membungkukkan badan begitu." "Hu um, pak Toni m
Read more

Ikatan Darah

-49- Suasana di dalam ruangan itu sangat hening. Cahaya satu-satunya hanya berasal dari lampu kecil yang berada di sudut kiri. Selebihnya tampak samar-samar. Kedua orang di atas tempat tidur tidak bergerak semenjak beberapa belas menit yang lalu. Nadine masih memeluk dan mengusap rambut sang suami, yang menyandarkan kepala di dadanya. Pria itu sesekali menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Seakan-akan tengah melakukan pelepasan beban pikiran. "Sekarang terjawab sudah, kenapa wajahku tidak mirip dengan ayah dan ibu," lirih Theo. "Sejak dulu aku sudah merasa diperlakukan beda. Setiap aku meminta sesuatu, ayah akan segera mengabulkannya. Beda dengan Tania dan Evan yang harus merengek lama untuk mendapatkan keinginan mereka," lanjutnya. "Menurutmu, kenapa bisa begitu?" tanya Nadine. "Dulu aku pikir karena anak pertama dan kesayangan semua orang. Tapi ternyata salah. Bos ayah selalu ngirim uang tiap b
Read more

Perpisahan

-50- Langit senja mulai meneduh. Angin berembus sepoi-sepoi menambah kesejukan udara. Dedaunan bergoyang tertiup angin, ada yang bertahan pada dahannya, ada pula yang lelah dan memilih untuk gugur ke bumi. Sepasang anak muda tengah duduk bersila di atas karpet plastik tebal yang digelar di rumput. Sementara dua orang dewasa lainnya duduk di undakan semen yang dibentuk mirip dengan kursi berkaki pendek. Dua anak muda lainnya duduk di belakang orang tua mereka sambil memegangi payung. Theo mengusap pusara yang bertuliskan nama Windarti, perempuan yang selama ini diingatnya sebagai Tante Winda, tetapi ternyata adalah ibu kandungnya. Meskipun Theo tidak pernah bertemu, tetapi dia tahu bahwa ibunya adalah perempuan yang baik dan keras hati, sifat yang diturunkan padanya. Untaian doa mengalun dari hati pria tersebut, berharap ibunya bisa melihat dirinya dari surga saat ini. Setitik bulir bening luruh dari sudut matanya
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status