Beranda / Romansa / Little Seducer / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Little Seducer: Bab 41 - Bab 50

182 Bab

Wrong Romance

"Sayang, setelah ini kita juga foto, ya? Untuk kenang-kenangan.""Tapi, kita sudah punya banyak foto bersama, Alice," suara Edward terdengar menderita. Dia memasang senyum lebar untuk mengaburkan keadaan hati yang sebenarnya."Tapi aku mau yang diambil secara profesional. Foto kita semua hanya seperti biasa. Aku mau yang serius." paksa Alice setengah memelas. Gadis itu memancarkan tatapan sendu yang mustahil ditolak siapapun.Dan, Edward tidak punya pilihan lain selain mengatakan, "Baiklah."***Rosie kesal. Dia cemberut sejak tadi. Saat melihat Edward berfoto mesra dengan Alice tepatnya. Sekali lagi, untuk kesekian kalinya dia sadar betul bahwa tidak berhak sama sekali membenci Alice karena mesra dengan Edward.Rosie bukan siapa-siapa. Tidak akan pernah jadi siapa-siapa bagi Edward. Dan sungguh, dia berani sumpah, sudah berusaha sekuat tenaga melenyapkan rasa sialan ini. Rosie pun lelah harus uring-urin
Baca selengkapnya

Mysterious smile

Alice tidak cemburu. Sungguh.Setidaknya gadis yang kini tengah tersenyum simpul sambil berpura-pura memperhatikan kalimat Nyonya Quin itu berusaha tidak cemburu. Beberapa kali Alice bergumam "Hmm." untuk menanggapi perkataan wanita yang duduk di sebelahnya.Alice juga berjuang mempertahankan wajah antusias dan perhatian penuh pada sang calon mertua. Namun, ujung mata jernihnya mengawasi Edward dan Rosie yang duduk bersebelahan.Sekarang sang tunangan sedang mengomel pada Rosie karena ada sedikit tumpahan saus di gaun gadis itu. Rosie yang ceroboh menumpahkan saus dari steak yang barusan Edward potongkan untuknya."Kau ini sembrono sekali! Lihat gaunmu jadi kotor," omel Edward jengkel namun tangannya sibuk mengelap dengan hati-hati noda di leher gaun itu."Nah! Kau tahu gaunku yang kotor. Kenapa malah kau yang marah?" balas Rosie tak kalah jengkel. Dia merebut lap dari tangan Edward dan lanjut membe
Baca selengkapnya

Starting to change

Restoran tempat mereka makan siang memang patut menyandang nama besar di kalangan atas. Banyak orang penting yang rela antri berminggu-minggu untuk memesan satu meja di sini. Hidangan yang disajikan jelas menggambarkan keahlian mengesankan dari sang koki, sempurna. Dekorasi restoran yang didominasi warna krem dan emas, serta perabot berukiran rumit mewakilkan gaya eropa klasik yang memang diusung restoran tersebut.Sekarang mereka sudah sampai ke menu penutup yang berupa es krim choco mint. Alice menelan getir yang ia rasa bersamaan dengan kelembutan tekstur es krim. Dia melihat Edward, tunanganya, orang yang selalu perhatian padanya, yang tidak pernah sekalipun lupa menukar es krim miliknya dengan milik Alice karena ia sudah pasti tahu jika Alice sangat benci dengan choco mint. Tidak pernah, kecuali saat ini.Edward justru sibuk memperhatikan Rosie yang kelihatan tidak bernafsu dengan menu pencuci mulutnya. Sejak tadi gadis i
Baca selengkapnya

Alice's suspicions

"Edward! Apa kau gila?" seru Rosie tertahan, karena ia tidak mungkin berteriak di sini. "Kau yang gila, Rosie. Apa-apaan kau ini! Mengapa kau berkata seperti itu tadi?" tanya Edward langsung. Ya, tadi setelah beberapa saat Rosie pergi ke belakang dengan sangat kebetulan ponsel Edward berbunyi. Padahal, itu hanya alarm yang sebelumnya sudah ia atur agar ia dapat bertemu dengan Rosie. Dan, untung saja bilik kamar mandi perempuan sedang kosong."Memangnya kenapa? Apa pedulimu, Edward?" "Rosie, kau benar-benar—""Apa? Di mana perkataanku yang salah? Kau terus saja mengatakan bahwa kau mencintaiku, tapi di depan semua orang kau berusaha keras agar rahasia kita tidak terbongkar. Kau ini maunya apa, Edward? Mengapa kau selalu—"Tak memberi kesempatan Rosie untuk melanjutkan bicara. Edward sudah membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya dengan kedua tangannya mencengkal p
Baca selengkapnya

Not focus

"Edward, kau ingin minum apa?" Edward yang sedang memperhatikan isi room chatnya dengan Rosie sama sekali tidak menghiraukan ucapan Alice. Rosie hanya membaca saja, itu tandanya gadis itu sedang merajuk dan itu juga sebagai sinyal untuknya agar segera pulang. "Edward, kau kenapa?" Alice menyentuh pundak pria itu dan barulah Edward bereaksi, memasukan ponselnya ke dalam saku celana dan berdiri. "Maaf, Alice. Sepertinya, aku harus segera pulang. Rasanya, tubuhku sangat lelah." alibi Edward seraya merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Sebenarnya, Edward tidak bohong, ia memang sangat lelah dan pengisi energinya ada di rumah, makanya ia harus segera kembali."Jika, begitu. Kau bisa menginap di sini." ujar Alice dengan nada ceria, mengabaikan spekulasi buruk yang sialnya kembali bersarang di otaknya."Sepertinya, aku tidak bisa, sayang. Besok aku ada pekerjaan yang harus aku urus
Baca selengkapnya

Clue

"Kau sangat cantik, sayang." Edward berkata dan setelah itu kembali menyatukan bibir mereka. Rosie yang berada di bawahnya hanya bisa pasrah. Sedangkan, di luar sana, tepatnya Nyonya Quin baru saja keluar dari bilik kamar mandi. Langkah kakinya membawa dirinya ke arah dapur guna mengambil secangkir gelas minum untuk suaminya yang siapa tahu akan haus nanti. Ketika Nyonya Quin berjalan melewati bilik kamar sang anak tertua, Edward Quin. Wanita paruh baya mengernyit heran, lampu kamar anaknya itu terlihat menyala dengan rongga pintu yang terbuka sedikit. Meski ia belum lama menyandang gelar Nyonya Quin, namun sedikit banyak ia telah tahu seperti apa kebiasaan yang dilakukan oleh Edward. Nyonya Quin ingat betul jika Edward mengatakan tidak suka penerangan ketika tidur karena itu sangat mengganggunya. Apa Edward belum tidur? Nyonya Quin melirik ke arah jarum jam yang terus berputar, waktu sudah menunjukkan pukul satu m
Baca selengkapnya

Careless

"Yah, Bu. Aku berangkat, ya. Sudah kesiangan." Edward mengambil tiga buah roti dan langsung memakannya.Rosie datang dan langsung meyantap sarapan yang sudah Ibunya sediakan."Kau buru-buru sekali, Edward." Tuan Quin berkomentar. Edward hanya mengangguk. "Aku ada kuliah pagi hari ini, aku lupa. Aku pergi dulu, Yah, Bu." Setelah mengatakan itu, Edward langsung menghilang dari balik pintu."Ah, sayang sekali." Nyonya Quin menghela napas."Ada apa, sayang?" "Sebenarnya, ada hal yang ingin aku tanyakan pada Edward. Semalam, ketika aku sedang buang air kecil, aku tidak sengaja melihat lampu kamar anak itu dalam keadaan menyala. Padahal, Edward tidak suka sekali ada penerangan ketika tidur. Dan, ketika aku mengeceknya Edward tidak ada. Padahal, pakaian yang ia kenakan ketika makan malam kemarin itu sudah ada di kasurnya. Pagi tadi, aku melihatnya keluar dari kamar. Kemana perg
Baca selengkapnya

Vacuum

"Bagaimana bisa ponsel Edward ada di dalam kamarmu, Rosie?" tanya Tuan Quin seraya mengambil benda pipih berwarna hitam itu. Rosie semakin gugup ketika Ayah dan Ibunya menatapnya tajam seolah ia seorang pencuri yang sedang di interogasi. Tatapannya sungguh mengintimidasi. "Itu, apa, ah, semalam aku memang meminjam ponsel Kak Edward.""Untuk apa? Kau punya ponselmu, Rosie." Sekarang, Nyonya Quin yang menyerangnya. Aish, ia tidak suka keadaan yang seperti ini. Rasanya, ingin menghilang sekarang juga. Ini semua karena Edward!"Aku, aku meminjamnya untuk bermain game. Ruang penyimpanan di ponselku sudah penuh. Jadi, aku meminjamnya pada Kak Edward. Semalam, aku mengalami insomnia. Tadi, aku lupa ingin mengembalikannya pada Kak Edward." alibi Rosie dengan tangan yang terus bergerak gelisah di bawah meja. Semoga alasannya dapat diterima dengan Tuan dan Nyonya Quin. "Kalau begitu, semalam
Baca selengkapnya

Edward's Anger

"Kau tidak berhubungan dengan Rosie, bukan?" Sontak saja, Edward membulatkan matanya. Sungguh, pria itu sangat terkejut. Apa Alice sudah mengetahui semuanya atau hanya instingnya saja sebagai seorang kekasih? Tapi, mengapa tepat sasaran."Apa kau menuduhku?" Sekarang, giliran Alice yang kelabakan. Bukan, bukan itu maksudnya. Sedari kemarin, mulutnya sudah gatal ingin menyampaikan perkataan seperti itu. Alice butuh kalimat dari Edward yang dapat menenangkannya dan menghapus segala spekulasi buruk yang berkecamuk di otaknya. Bukannya malah seperti ini. "Tidak, Edward. Aku bukannya bermaksud untuk menuduhmu. Tapi, aku—""Apa kau sudah menganggapku gila telah mengencani adikku sendiri? Kau cemburu pada Rosie?" Rupanya, Edward sama sekali tidak membiarkan Alice mengutarakan maksudnya. Bukan, Edward bukan kesal sungguhan. Ia hanya ingin segera berakhir topik pembicaraan yang menyudutkann
Baca selengkapnya

Strange attitude

"Kau ini cerewet sekali! Jika, kau ingin tahu apa yang akan aku ceritakan padamu, tunggulah pulang sekolah nanti, kita pergi ke tempat biasa." "Eyy, pergi kemana ni?" Mulut Claire yang sudah terbuka ingin menyangga ucapan Rosie kini kembali terkatup rapat ketika sosok pria tinggi tak di undang duduk di samping Rosie dengan tiga buah ice cream di tangannya. "Tidak tahu tuh, Rosie. Dia sedang menyamar sebagai agen rahasia." Claire menyeletuk seraya mengambil satu buah ice cream rasa red velvet yang disodorkan David padanya lalu memakannya. Masih ada waktu lima belas menit lagi sebelum jam pelajaran pertama di mulai. "Rahasia? Rahasia apa?" David yang mulai penasaran menatap Rosie dengan pandangan ingin tahu. Rosie memutar bola matanya malas. Sial, jika akan seperti ini ujungnya ia lebih baik memilih bungkam. "Kau sedang ada masalah, Ros?" David kembali bertanya ketika Ros
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
19
DMCA.com Protection Status