Home / Romansa / Hatimu Bukan Sebongkah Batu / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Hatimu Bukan Sebongkah Batu: Chapter 71 - Chapter 80

120 Chapters

71. Hari Penuh Kejutan

Sangat jelas Mimi mendengar Andini berkata pada Allan. Model cantik itu suka pada kekasih Mimi. Allan terlihat terkejut dengan yang Andini katakan. Apalagi Mimi. Apakah Allan tidak memberitahu Andini kalau dia punya pacar? Makanya Andini berani mengungkapkan isi hatinya?  "Mimi?!" Allan berdiri melihat pada Mimi yang seketika wajahnya memerah.  "Maaf, aku mengganggu. Lanjutkan saja. Sebaiknya aku pulang." Mimi berkata dengan menahan air mata yang hampir jatuh. Lalu dia berbalik dan segera melangkah.  Allan berniat mengejar Mimi, tapi Andini lebih cepat menarik tangan Allan.  "Itu kekasih kamu?" tanya Andini.  "Ya. Aku harus mengejar dia." Allan melepaskan pegangan Andini dan cepat-cepat mengejar Mimi.  Mimi sudah di luar ruangan. Dia menunggu ojek online yang dia pesan. Allan mendekati Mimi.  "Mimi, kamu marah?" tanya Allan dengan gamang.  "Nggak. Aku hanya ga mau mengganggu. Kaka
last updateLast Updated : 2021-06-25
Read more

72. Give Me A Hug

Dengan lesu dan merasa kacau, Allan masuk ke dalam rumah. Hingga jam delapan malam lewat baru Allan bisa sampai di rumah. Allan hanya ingin bertemu Mimi dan memeluk gadis itu. Hatinya sangat perih dan sakit. Kamar Mimi masih menyala. Berarti gadis itu belum tidur. Allan mengetuk pintu kamar Mimi. Di dalam Mimi tengah duduk dan membaca sebuah buku. Dia mencoba mengalihkan marah di hatinya dengan masuk dalam kisah yang dia baca. Tok tok tok! Lagi pintu kamarnya diketuk. Mimi tahu Allan ada di balik pintu itu. Malas, tapi dia tak bisa menghindar. Mimi bangun dan melangkah ke pintu. Dia membukanya dan melihat Allan di sana, berdiri dengan wajah kuyu. "Mi ...," ucap Allan lirih. Mimi tidak mengatakan apa-apa. Dia juga memandang Allan dengan muka tidak gembira. "Please ... give me a hug ...." Mata Allan berkaca-kaca. Sejak tadi Allan memendam semua sedih. Sekuat mungkin dia berusaha tidak menangis. Di depan Mimi rasanya ingin dia tumpahkan semuanya. "Kak ...." Mimi menatap Allan yang
last updateLast Updated : 2021-06-26
Read more

73. Tabir Masa Lalu yang Menyakitkan

Lea menatap Andini dengan marah. Anak gadisnya berteriak pada Ferdinand? Seumur hidup tidak pernah Andini bicara kasar pada orang tua. Lea sangat terkejut. "Andini? Kenapa kamu bicara seperti itu pada papa kamu?" ujar Lea. "Tanya saja padanya, kenapa aku muak melihat dia!" Dan Andini berbalik, dia membanting pintu dengan keras. Dia melompat ke atas kasur dan kembali menangis. Dia ingin memberitahu mamanya, tapi ternyata tidak semudah itu. Sisi lain hatinya juga tidak sanggup. Dia tidak ingin melihat mamanya menangis. Berat, berat sekali situasi ini. "Kak Astari ...." Andini ingat kakaknya. Kakaknya baru saja menikah tiga bulan lalu dan tinggal dengan suaminya. Apakah sebaiknya dia bicara pada kakaknya? Nanti pasti suami Astari juga akan tahu. Lalu ... Andini semakin bingung. Di depan pintu kamar Lea memandang Ferdinand. Pasti ada masalah besar. Tidak mungkin Andini akan bersikap seperti itu pada papanya jika ini hanya sekedar dia ingin sesuatu dan papanya tidak mau memberikan. "Ka
last updateLast Updated : 2021-06-27
Read more

74. Carut Marut di dalam Hati

Sebelum Velia semakin bingung, Allan mulai mengatakan bagaimana dia bisa tahu tentang Andini. Pertemuan yang tidak sengaja dengan Ferdinand, lalu muncul Andini. Allan menduga, Ferdinand sebenarnya datang ingin bertemu Andini di event itu. Ternyata dia justru bertemu Allan lebih dulu, kemudian Andini melihat mereka. Velia panik dan kacau. Dia seketika berubah cemas dan sedikit pucat. Pikirannya sudah berputar ke mana-mana. Jika istri dan anak-anak Ferdinand tahu, lalu menghubunginya. Mereka akan mengata-ngatai dia perebut suami orang. Wanita tidak tahu diri. Dia paling tidak mau itu yang dia dengar. Dia hanya korban dari laki-laki yang tidak bisa menahan nafsu, lalu terjerat pernikahan yang salah. Velia pun tertipu. "Mama ...." Allan merangkul bahu Velia. "Ya ... ya ...." Velia bingung berkata apa. Tapi dia harus tetap tenang. Dia yakin pasti dia bisa lewati ini. Semua itu sudah lewat. Semua itu sudah lama terjadi. "Maafkan aku ...." Allan merasa bersalah. Seandainya dia tidak perna
last updateLast Updated : 2021-06-27
Read more

75. Hubungan Sedarah Tak Mungkin Putus

Hampir dua minggu berlalu sejak Allan tahu kenyataan siapa Andini. Tidak ada kabar apapun datang dari keluarga Ferdinand. Andini tidak memberi kabar, Ferdinand juga tidak menghubungi. Allan cukup lega. Mungkin mereka memilih melupakan saja. Karena Allan dan Velia hanya masa lalu Ferdinand. Entah kenapa, Allan juga berharap Andini baik-baik saja. Ibu dan kakaknya juga. Dia tidak mau gadis yang baik hati dan ramah itu akan merasakan rumah yang hampa seperti dirinya. Hari ini Allan dan Mimi pergi menemui Yudha. Boleh dikata, setidaknya sebulan dua kali Allan akan datang mengunjungi sahabatnya itu. Yudha semakin ceria dan bersemangat. Meskipun dari balik terali besi, dunianya tidak berhenti. Allan dan teman-teman terus mendukung. Dalton, yang juga punya galeri sendiri, menjadi tempat Yudha memasarkan hasil karyanya. Untuk teman-teman napi yang lain yang berhasil Yudha latih, juga bisa menyalurkan hasil karyanya di galeri Dalton ataupun Allan. Mimi memperhatikan Allan dan Yudha yang bicar
last updateLast Updated : 2021-06-28
Read more

76. Aku Allan Antonius

Velia semakin terkejut mendengar yang Allan katakan. Allan akan pergi ke Bandung menemui Ferdinand? Debaran jantung Velia seketika melaju cepat. Itu artinya Allan akan bertemu dengan keluarga Ferdinand. Sama saja Allan menyerahkan diri untuk mereka habisi. "Tidak. Allan, Mama tidak mau kamu pergi." Velia memegang tangan Allan. Allan merasa tangan mamanya sangat dingin dan berkeringat. Velia sangat cemas. "Ma, ada rasa takut kalau papa ga bertahan. Apakah salah jika aku menemuinya untuk yang terakhir kali?" Allan memandang Velia dengan mata nanar. Itu yang muncul dalam pikiran Allan. Seandainya Ferdinand tidak mampu bertahan, setidaknya dia melihat papanya walaupun resikonya dia akan ditolak di sana. "Lan, kalau sampai mereka marah melihat kamu, papamu bukan akan jadi baik. Kondisinya bisa makin buruk. Mama ga mau." Velia sangat kuatir jika sesuatu yang buruk justru akan terjadi pada Allan. Cukup kenyataan dia lahir di situasi yang salah. Cukup kenyataan itu membuat Allan harus terpi
last updateLast Updated : 2021-06-29
Read more

77. Tangis dan Sesal

Allan berdiri di depan kamar tempat Ferdinand dirawat. Mimi ada di sebelahnya. Andini dan Astari masuk ke dalam kamar. Mereka sedang bicara dengan Lea, mama mereka. Allan merasa detak jantungnya begitu cepat. Dia sangat tegang. Seperti apa Lea? Seperti apa wanita yang menjadi istri papanya? Tangan Allan tidak melepaskan pegangan dari tangan Mimi. Tanpa dia bicara, dia seolah berkata, dia perlu keberanian lebih menghadapi ini. Mimi sangat mengerti yang Allan rasakan. Allan memang seorang pria yang berhati lembut. Bahkan dia cenderung rapuh. Mimi paham, itu sangat mungkin terjadi karena Allan tidak punya figur papa yang kuat dan tegar saat masa-masa dia bertumbuh. "It is okay. Kalau Kak Andini dan Kak Astari baik sama Kakak, pasti ibu mereka juga baik." Mimi meyakinkan Allan semua akan baik-baik saja. Allan meremas tangan Mimi, lalu mengangguk. Pintu ruangan terbuka. Dari dalamnya seorang wanita yang usianya lebih dari setengah baya muncul. Cantik. Ada aura sedih di wajahnya, tetapi t
last updateLast Updated : 2021-06-30
Read more

78. Bicara Dari Hati Ke Hati

Tidak. Allan tidak boleh secepat ini pergi. Itu yang ada di pikiran Astari. Dia baru bertemu Allan. Ada banyak yang dia ingin bicarakan dengan adik laki-lakinya yang baru dia kenal. Dengan cepat Astari membalas chat Andini. Dia minta Andini menahan Allan. Alasannya lebih baik Allan menunggu perkembangan Ferdinand. Setidaknya pastikan sampai besok atau lusa. Astari sangat berharap kalau Andini berhasil meminta Allan stay. Entah dengan cara apa, Andini harus bisa menahan Allan agar tidak langsung pulang. Beberapa saat kemudian ada balasan Andini. Allan setuju dengan permintaan Astari. Dia akan tinggal satu hari lagi. Namun, Allan menunggu di hotel, bukan di rumah sakit. Astari lega. Setidaknya dia punya kesempatan untuk bicara dengan Allan sebelum Allan pulang. Astari memberitahu Lea kalau Allan sudah pergi. Lea pun mengajak Astari kembali ke kamar. Ferdinand tidur dengan tenang di dalam kamar. Andini duduk di sebelah tempat tidur menemani papanya. "Ma, aku mau pulang dulu. Nanti mal
last updateLast Updated : 2021-07-02
Read more

79. Kenangan Pilu Kembali Hadir

Allan memandang keluar jendela kafe. Namun, pikirannya kembali di masa kanak-kanaknya. Masa dia sangat kehilangan Ferdinand tanpa penjelasan yang memuaskan dari Velia. Saat Allan bertanya tentang papanya, Velia berkata, mereka tidak bisa lagi hidup dengan Ferdinand. Velia hanya memberi jawaban dangkal, papa ada urusan, tidak boleh diganggu. Velia tidak mengatakan alasan yang sebenarnya hingga Allan kelas 5 SD. Tanpa sengaja Allan mendengar mamanya bicara sendiri sambil menangis. Velia bersimpuh di sisi tempat tidur, memegang foto Ferdinand dengan wajah berurai air mata. "Maafkan aku. Aku sangat rindu kamu, Mas. Sampai sekarang aku masih cinta kamu. Allan juga rindu papanya. Tapi kamu milik orang lain. Ada istri dan anak-anakmu. Kuharap kamu bahagia dengan mereka. Allan dan aku baik-baik saja." Itu yang Allan dengar di tengah tangis Velia. Allan yang baru bangun tidur, bermaksud minta makan sama Velia, terkejut. Dia memeluk mamanya, ikut menangis. Masih belum terlalu mengerti bagaima
last updateLast Updated : 2021-07-03
Read more

80. Menyesal Tidak Ada Gunanya

Di Malang, Velia mulai tenang, emosinya kembali stabil. Apalagi dengan kedatangan Viviana. Velia sangat berterima kasih karena Viviana mau menemaninya. Dia punya waktu banyak bicara dengan Viviana melepas semua rasa yang membuat hatinya begitu berat. Viviana dengan sabar mendengar dan sesekali memberi respon atas apa yang Velia ungkapkan. "Ketakutan kamu tidak terjadi, Velia. Lihat, pesan Allan. Tidak ada yang marah padanya. Dia diterima di sana. Itu luar biasa." Viviana memperhatikan mimik Velia yang redup. Sedih belum sepenuhnya hilang dari Velia. "Kamu benar. Setidaknya mereka tidak mengusirnya dan mengatakan hal-hal buruk tentang Allan. Tuhan baik. Itu yang aku rasa, Vi," ucap Velia. "Kalau gitu, kita bisa self care dulu. Mau?" Viviana tersenyum manis pada Velia. "Hah? Mau ngapain?" Velia mengerutkan kening, tidak mengerti maksud Viviana. "Kita ulang sejarah masa muda. Yuk, bikin telur spesial ala Viviana." Senyum Viviana makin lebar. Velia ikut tersenyum dan mengangguk senang
last updateLast Updated : 2021-07-04
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status