Home / Fantasi / Kembali Bersama Waktu / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Kembali Bersama Waktu: Chapter 11 - Chapter 20

29 Chapters

Satu Per Satu Berdatangan

Dayu terbangun mendapati Awan sudah tidak ada di tempat, begitu juga Patik. Setelah keluar dari bilik dia melihat mereka sudah berkumpul di joglo. Dia segera membersihkan diri ke pakiwan dan menyusul mereka ke joglo. “Maaf aku terlambat bangun,” kata Dayu malu. “Tidak apa-apa Nduk, semalam kamu pasti kelelahan menjaga Awan,” kata Patik. “Kenapa tidak membangunkanku,” desis Dayu di dekat Awan. Awan hanya tersenyum dan mengambilkan wadah untuk Dayu makan. Mereka membereskan setelah selesai makan. Dayu membantu Nyi Demang dan putrinya membawa semua alat ke belakang. “Ki Demang, kami mengucapkan terima kasih banyak sudah menampung kami, dan memaklumi keadaan kami,” kata Patik. “Tidak apa-apa Ki, kami hanya bisa memberikan ini untuk membalas kebaikan Awan kepada kami,” jawab Ki Demang
Read more

Tarik Menarik Ingatan

Sungai yang ditunjukkan Awan benar adanya. Patik mulai menggulung celananya dan masuk ke air untuk mencari ikan yang bisa ditangkapnya. Dayu menggumpulkan ranting kering dan daun kering. “Bagaimana kita akan membuat api?” tanya Dayu. Awan kemudian mengambil dua buah batu dan mulai menggesekkannya. Percikan-percikan api mulai timbul. “Aku masih penasaran bagaimana api bisa ditimbulkan dari batu yang digesekkan,” kata Dayu penasaran. “Karena saat dua benda digesekkan akan menghasilkan panas, nah energi panas itu akan memercik menjadi bunga api dan membakar media yang ada,” papar Awan. “Energi panas? Bunga api? Media?” tanya Dayu bingung. Awan kemudian tersadar kalau dia berbicara dengan orang yang masih awam dengan kata-katanya. “Gosokkan kedua telapak tanganmu,&rdqu
Read more

Kebaikan Yang Kau Tanam

 “Raka, sekarang panggil dia Mas Langit, dan dia sedang sakit, sehingga tak bisa mengingat kita. Raka harus membantunya dengan tidak membuat Mas Langit ketakutan ya,” kata Ki Danu. “Kenapa harus berganti nama?” tanya Raka. “Karena ada sesuatu yang tidak boleh kita ketahui. Raka tidak boleh banyak bertanya. Paham?” Beruntung Raka adalah anak yang cerdas sehingga cepat memahami situasinya. Tiba-tiba ada sekumpulan prajurit yang berjalan melewati jalan besar di depan rumah Ki Danu. Patik yang terlihat khawatir membuat Ki Danu tanggap. “Ki, tetaplah di sini. Aku akan melihat kenapa prajurit ke daerah ini. Raka, tolong di rumah bersama mereka ya?” pinta Ki Danu diangguki oleh Raka. Ki Danu berjalan keluar dan mengikuti rombongan prajurit itu bersama warga yang lain. Begitu sampai di banjar padukuhan prajurit itu kemudian ber
Read more

Saat Kita Bertemu

Ki Danu cekatan menyiapkan makan sore untuk mereka. Awan demam. Biasanya setelah Dayu menyentuhnya, reaksi tubuhnya akan mereda. Kali ini beda. Dia bahkan tak bisa membuka matanya. Ingatan demi ingatan datang, melesak dan menyesaki kepalanya. Dayu hanya bisa menyeka keringat Awan dan terus mengenggam tangannya. Patik membawakan air hangat untuk mengompres kepala Awan. “Keadaannya lebih gawat dari kemarin-kemarin,” kata Patik. Raka yang melihat itu mencoba untuk menyentuh Awan. Seketika itu juga Awan membuka matanya dan terlonjak dari tidurnya. Napasnya tersengal-sengal. Raka kaget dan berjalan mundur. Tangannya yang menyentuh Awan bereaksi sebagai katalisator yang membuat tubuh Awan bereaksi lebih cepat. Proses yang biasanya menyakitkan kini seperti langsung melesak dan mantap dipikirannya. “Kamu baik-baik saja?” tanya Dayu khawatir.
Read more

Berlarian Bersama Ingatan

Awan merasakan desir lain yang membuatnya merasa ada yang memperhatikannya.“Ada apa?” tanya Patik yang melihat Awan gelisah.“Aku merasa ada yang memperhatikan kita,” kata Awan sambil mengedarkan pandangan.Kemudian matanya bertemu dengan kilatan cahaya merah yang familier. Saat Awan beranjak untuk menuju sosok itu, kilatan itu hilang.“Kenapa?” tanya Patik saat melihat Awan beranjak dari duduknya.“Aku melihat sosok bermata merah yang pernah aku tanyakan pada Paman,” kata Awan.“Di mana?” kata Patik ikut mengedarkan pandangannya.“Di sebelah sana. Sekarang sudah tak terlihat lagi,” kata Awan.“Jadi sebenarnya bagaimana ceritanya?” tanya Patik.“Aku bukan berasal dari dunia ini, itu kenapa aku memakai pakaian yang berbeda seperti yang Paman lihat waktu itu. Ada kejadian aneh di Bukit Tiga, di kota tempatku tinggal. Saat aku ke sana
Read more

Bersatu

Awan melihat Patik kembali mengajari di Raka hari ini. Raka anak yang cerdas di usianya yang masih sangat muda itu dia bisa menerima arahan Patik dengan baik. “Ki Sudra, ada yang mencarimu,” kata Ki Danu. Awan heran, bukankah tidak ada yang tahu mereka di sini. Patik segera ke depan dan mendapati Sapto menunggunya di ruang depan. “Bagaimana kamu menemukanku?” tanya Patik heran. “Aku menelusuri jejakmu,” kata Sapto seraya menyerahkan gulungan lontar pada Patik. “Setelah membacanya, segera lakukan hal yang kamu perlukan. Aku harus segera kembali.” Sapto kemudian pamit. ꦏꦲꦤꦤ꧀ꦠꦤ꧀ꦱꦪꦒꦮꦠ꧀꧈ꦭꦏꦸꦩꦸꦏꦸꦢꦸꦭꦸꦮꦶꦃꦮꦱ꧀ꦥꦢ¹ Tulisan di lontar itu membuat Patik harus berpikir cepat. Dia tidak bisa menunggu sepekan di sini. “Awan, besok kita harus segera pergi. Ada pe
Read more

Berjalan Dalam Keyakinan

Pagi itu Patik, Awan dan Dayu bersiap. Raka tidak mau mengantar mereka ke halaman, dia masih kecewa karena mereka meninggalkannya secepat itu.“Maafkan Raka. Dia memang seperti itu kalau menyangkut perpisahan,” kata Ki Danu.“Tidak apa-apa Ki. Dia masih kecil,” kata Patik.“Berhati-hatilah. Doaku menyertai kalian,” kata Ki Danu.Mereka akhirnya berjalan melewati jalan utama padukuhan. Banyak orang berlalu lalang. Begitu sesampainya di simpang empat pertama, mereka berbelok ke kanan. Rumah semakin jarang, area persawahan yang terhampar mengiringi langkah mereka memasuki hutan.“Kita tidak akan banyak berhenti. Bekal ubi rebus dan air minum ini akan membantu kita selama tidak menemukan makanan atau sumber air di hutan,” kata Patik.“Di hutan banyak ayam yang bisa kita tang
Read more

Serpihan Waktu Yang Hilang

Malam telah datang, Awan, Patik dan Dayu masih berada di tengah jalan. Perjalanan mulai menanjak. Entah di mana mereka akan menemukan padukuhan terdekat. Jalan makin terjal dan berbatu.“Kita berhenti di sini. Aku akan mengumpulkan ranting kering untuk membuat api,” kata Patik seraya masuk agak ke dalam hutan.Awan mempersiapkan tempat untuk mereka bermalam.“Duduklah, aku sudah membersihkannya,” kata Awan kepada Dayu yang terlihat lelah.“Seharusnya aku tak mengajakmu. Membuatmu dalam bahaya dan berada di alam terbuka,” lanjut Awan menyesal.“Kamu bicara apa, aku kan sudah memutuskan untuk menemanimu,” kata Dayu kesal.“Tapi kamu jadi kelelahan dan lihatlah kulitmu mulai menghitam terlalu banyak terkena sinar matahari. Sinar ultraviolet itu buruk bagi kulitmu,” gerutu A
Read more

Amarah Yang Terpendam

Sultan Adiraja sudah melewati hutan lebat itu, bukit yang dia tuju berada di depannya sekarang. Bukit yang sudah sangat lama ditinggalkannya setelah membuat Awan terlempar ke dunia lain. Dia bertanya-tanya apakah Gurunya sekarang bertambah tua atau tidak.Guru yang mengajarinya cara untuk membuka lorong waktu, yang mengenalkannya pada kekuasaan. Yang akhirnya membuat mereka bertentangan dan Awan menjadi korban.“Tujuan kita sudah dekat. Aku tak akan beristirahat lagi. Kita harus bisa mencapai bukit itu paling lambat nanti malam” kata Sultan Adiraja membuat kedua pengawalnya pasrah.Tenaga mereka sudah seperti terkuras. Tai mereka tak berani membantah titah Sultan mereka kalau masih ingin hidup.“Kalian akan bisa beristirahat di bukit itu nanti. Di sana aku akan bersama Guruku. Kalian bebas melakukan apa saja asal tidak meninggalkan bukit,” k
Read more

Persimpangan

Menjelang sore Sultan Adiraja mengajak Ratno dan Santo untuk meninggalkan bukit itu. “Kamu yakin akan pergi? Tak menunggu gelap sekalian? Bukankah kamu tak takut apa pun?” ledek Resi Sangkala membuat Sultan Adiraja menggeram. “Bila nanti Awan datang ke sini. Kirim dia ke tempatku,” pinta Sultan Adiraja. “Terserah mauku. Buat apa aku membuang kesempatan menjadikannya muridku?” Resi Sangkala berkacak pinggang menantang. Tanpa bicara Sultan Adiraja meninggalkan halaman rumah itu. Santo dan Ratno hanya bisa mengangguk dan mengundurkan diri dari hadapan Resi Sangkala yang memberi isyarat agar mengikuti mau Sultan mereka tersebut. Saat Sultan Adiraja berbelok memasuki hutan yang mulai gelap, dari arah sebaliknya Awan datang bersama Patik dan Dayu. Mereka tak melihat Sultan Adiraja pun sebaliknya. Saat Awan mendekati rumah Resi Sa
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status