Semua Bab Pesan Dari Istri Calon Suamiku: Bab 11 - Bab 20

40 Bab

Setelah Pertemuan

-POV Aprill-****Hari ini, ketika aku sibuk menyiapkan persiapan ulang tahun untuk Ibuku, sebuah panggilan masuk ke telepon genggamku. Kulihat tertulis nama Miranti di layar.Aku sengaja tidak segera mengangkatnya, karena aku selalu beranggapan bahwa, jika memang ada hal penting yang ingin dibicarakan, maka seseorang akan kembali menghubungi jika panggilan pertama tidak di jawab.  Setelah dua panggilan tidak aku jawab, aku berpikir dia tak akan menelepon lagi.Ternyata aku salah. Maka, pada panggilan ke tiga, aku buru-buru menjawab panggilannya. Dari seberang, kudengar suara seorang wanita, yang aku yakini adalah suara Miranti. Suaranya terdengar sedikit gemetar.  Walau kami sering berkomunikasi, tapi kami hanya berkomunikasi lewat pesan.Dan ini adalah kali pertama kami ngobrol melalui sambungan telepon.Ada rasa canggung saat kami memul
Baca selengkapnya

Penguntit

Andika yang tiba-tiba sudah ada dalam ruangan, mengagetkanku. Dia mengatakan bahwa aku ditabrak, bukan ditabrak.  Mendengar apa yang dikatakan Andika, pikiranku diliputi berbagai pertanyaan. Siapa yang dengan sengaja menabrakku atau kenapa aku ditabrak dan apakah aku menegenal orang yang menabrakku? Belum lagi pertanyaan yang berputar-putar di kepalaku terjawab, Ningrum menimpali kalimat Andika, yang semakin membuat kepalaku bertambah pusing.  "Andika benar, Ranti. Karena aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, ketika pengendara motor tersebut sengaja menabrakmu."Ningrum mendekatkan mulutnya ke telingaku, seolah takut ada orang lain yang mendengar apa yang baru saja dia katakan."A-apa yang kalian bicarakan? Kepalaku sakit sekali."Aku berkata sambil memegang kepalaku yang tiba-tiba berdenyut dan terasa seperti dipukul benda tumpul, hingga membuatku meringis
Baca selengkapnya

Penguntit (2)

"Mas mau keluar sebentar mencari udara segar, sekaligus mau memberitahu Mama juga Mbakmu, Laras. Kalau belum bisa pulang hari ini." Mas Yoga berkata sebelum keluar ruangan. "Dika, aku titip Ranti sebentar ya. Kalau ada apa-apa, cepat hubungi aku." Mas Yoga melanjutkan kalimatnya.Hingga kemudian berjalan kearah pintu dan menghilang dari pandangan.  Ruangan dimana aku dirawat menjadi hening. Hanya ada aku dan Andika, yang sibuk dengan pikiran kami masing-masing.Sementara aku sendiri, masih dihantui rasa takut. Apalagi setiap mengingat peristiwa beberapa hari yang lalu, saat motor yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrakku. Dan tiap kali mengingatnya, kepalaku terasa begitu sakit.  "Ranti ... kamu tidak apa-apa?" tanya Andika yang sudah berdiri di dekat brankar. "A-aku tidak apa-apa Dika, hanya  kepalaku terasa sakit tiap
Baca selengkapnya

Penganiayaan

Rasanya tak sabar menunggu Andika datang sambil membawa mocha hangat. Beberapa kali aku meneleponnya, namun sambungannya selalu sibuk. Mungkin dia sedang ngobrol di telepon.  Karena bosan sendirian, kucoba menghubungi Mas Yoga. Namun, telepon Mas Yoga pun sama, tidak dapat dihubungi. Oh iya, mungkin Mas Yoga sedang menelepon Mbak Laras.Bukankah tadi memang ingin menelepon istrinya sekaligus memberitahu bahwa belum bisa pulang.  Sebenarnya aku ingin turun dari brankar, namun kepalaku sedikit berdenyut, sehingga kuurungkan niatku dan memilih untuk mengambil remot dan menonton salah satu acara di televisi.  Ku kecilkan volume televisi, sehingga aku tetap bisa mendengar jika sewaktu-waktu ada yang meneleponku. Sengaja kuletakkan ponsel di bawah bantal.Ketika tiba-tiba, kulihat seseorang berjalan mengendap mendekat ke pintu. 
Baca selengkapnya

POV Ningrum dan Andika

-Ningrum-***Kuputuskan untuk datang kembali ke rumah sakit, setelah panggilan teleponku tidak dijawab Miranti, ada rasa cemas dan khawatir akan terjadi sesuatu padanya.Apalagi, Andika dan mas Yoga juga tidak sedang bersama Miranti.Kupacu langkah menyusuri koridor yang sedikit lengang, hanya beberapa perawat yang berpapasan denganku dan beberapa keluarga pasien yang kebetulan berada di luar ruangan. Dari jauh, tampak beberapa orang berkerumun di ruangan dimana Miranti di rawat. Terlihat beberapa petugas keamanan dan polisi berada di sana. Jantungku berdetak makin kencang, saat kulihat seseorang dibawa oleh polisi dengan tangan di borgol. Zen ....?Jantungku seakan berhenti berdetak, ketika orang dengan borgol di tangan berpapasan denganku. Mereka berlarian menuju ke tempat yang sama, ruangan dimana Miranti berada.Benar, dia adalah Zen. Apa yang terjadi? Kenapa di
Baca selengkapnya

Luka

"Mas Yoga ...." Panggilku lirih.Mendengar panggilanku, Mas Yoga menghambur dan memelukku. "Kamu sudah sadar, Ranti? Syukurlah, terima kasih Tuhan."Mas Yoga menengadahkan kedua tangannya, sebagai rasa syukur. Kurasakan, mataku menghangat karena menahan haru, lalu perlahan mata yang tak kuasa menahan desakan air mata yang berontak keluar, membiarkannya meleleh, hingga membasahi kedua pipiku. "Aku ingin pulang, Mas ... aku kangen Mama," ucapku lirih, sambil mengusap airmata. "Tentu saja, Ranti. Sebentar lagi kita akan pulang."Dengan sedikit gugup, mas Yoga menjawab. Lalu, bergegas keluar ruangan. Kulihat mas Yoga mengusap air mata, yang tadi dia sembunyikan dariku.Mas Yoga menangis? Tapi kenapa? Bukankah aku baik-baik saja?Tidak berapa lama, mas Yoga kembali bersama dokter dan seorang perawat.Dokter menanyakan beberapa pertanyaan padaku, dan aku menjawab dengan lancar semua pe
Baca selengkapnya

Fakta Kelam

Aroma mocha menguar keseluruh ruangan. Perlahan kubuka mata, mencoba beradaptasi sambil mengingat sesuatu. Ku edarkan pandangan mata keseluruh ruangan, dinding dengan cat berwarna putih mendominasi dengan gorden warna pastel. Membuat suasana ruangan menjadi adem. Mataku tertuju pada sebuah cangkir di atas meja.  Hmmm ... mocha hangat, gumamku pada diri sendiri.  Perlahan, kulangkahkan kaki menuju meja dimana secangkir mocha itu berada. Ku sibak gorden yang berada di dekat meja, tampak disana sebuah taman kecil dengan ayunan di tengahnya.  Kembali kualihkan pandanganku pada secangkir mocha di atas meja, kusesap pelan.  Begitu nikmat.  Kupegang cangkir dengan kedua tanganku. Kembali, ingatanku melayang kebelakang. Entah sudah berapa lama aku meninggalkan kamar ini, namun tak ada yang berubah.&
Baca selengkapnya

Pesan Misterius

"Miranti ... kamu mau makan sesuatu?" Andika menghentikan langkahnya, lalu menatap kearahku. "Kamu lapar?" tanyaku balik, sambil menautkan kedua alis.'Ah ... kenapa aku harus memberi ekspresi seperti ini, bukankah Andika hanya bertanya' rutuk hatiku, menyesali jawaban yang kuberikan pada Andika.Andika sedikit kikuk, lalu dia berkata "Iya, aku lapar banget malah. Tadi waktu berangkat belum sarapan."Wajah Andika bersemu merah, membuat Miranti menarik bibirnya ke atas, hingga membuat garis lengkung yang di sebut senyum. "Kok malah tersenyum, kamu ngeledekin aku?" ucap Andika, kedua tangannya dia silangkan di dada. "Pliss deh, jangan merajuk. Ngga pantes banget! Muka sangar masa merajuk." Aku meledek Andika, hingga kami akhirnya tertawa bersama."Sebenarnya, aku ... aku, juga lapar," jawabku sambil menutup wajah.Dan disaat bersamaan, terdengar suara aneh dari perut.
Baca selengkapnya

Bunga Dari Siapa?

Kami menikmati makanan dalam diam, perut yang tadinya terasa begitu lapar, kini seolah penuh dan kenyang. Dan kalimat dalam pesan itu masih saja terus berputar di dalam kepalaku. Aku yakin sekali, itu adalah pesan darinya.Tapi ... bukankah dia saat ini sedang berada di dalam penjara? Aku menggelengkan kepala mencoba mengusir bayangan dan pikiran negatif yang saat ini menari-nari di sana."Ranti ... di habiskan dong, jangan cuma di pantengin saja makanannya.""Oh, a--aku ...." Tergagap, aku menjawab, dan hal itu membuat Andika memutar tubuhnya hingga menghadap ke arahku. Tatapannya tajam menghujam ke jantung."Kamu sakit?" Andika mengulurkan tangan, menyentuh keningku dengan punggung tangannya."Aku tidak apa-apa," ucapku sambil menyentuh tangan Dika yang menempel di kening lalu menggenggamnya."Syukur ... kamu membuatku takut tadi.""Bukankah tadi kamu bilang untuk tidak khawatir, karena ada kamu bersamaku, bukan?" Aku memiringkan sedikit k
Baca selengkapnya

Mr. Z ....?

Aku memeluk kedua lututku yang gemetar.Bayangan kelam masa lalu, tentang seseorang yang pernah memporak-porandakan hidupku yang bahkan hingga saat ini masih terus menghantui kembali muncul di benakku."Ranti ... kamu kenapa? Apa yang terjadi padamu? Andika mengguncang tubuhku dengan panik.Sementara itu, Ningrum berlari ke belakang, tak lama kembali lagi dengan membawa segelas air putih."Ranti, minumlah dulu, setelah kamu merasa tenang, kamu bisa ceritakan pada kami apa yang kamu rasakan."Ningrum mengulurkan segelas air putih padaku, pelan, kuteguk hingga menyisakan setengah dari isinya."Berbaringlah sebentar di sofa ini, supaya kamu lebih rilex."Andika membantuku merebahkan tubuh di atas sofa, kuatur nafas dengan menarik nafas dalam beberapa kali, lalu mengembuskan dengan pelan.Kupejamkan mataku beberapa saat, samar-samar, aku melihat sesuatu yang membuatku spontan duduk."Ranti ....!"Teriak Andika dan Nin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status