Semua Bab CAN'T STOP (INDONESIA): Bab 41 - Bab 50

97 Bab

40. Menyulut Emosi Sang Kakak

    Jacob menatap layar ponselnya dengan tatapan sendu. Baru beberapa detik yang lalu, sang adik memberitahunya untuk pergi ke rumah lama mereka yang ada di kaki pegunungan.    Walau sudah menolak ajakan adiknya, tetapi Javier dengan gigihnya tetap merayunya untuk pergi ke sana. Alasannya adalah karena rumah itu harus diperbaiki dan ada yang ingin sang adik sampaikan padanya. Meskipun tak mengerti, pada akhirnya Jacob pun mengiyakan apa yang Javier inginkan.    Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia tak ingin lagi berurusan dengan masa lalunya yang menyakitkan. Terutama dengan rumah yang menyimpan banyak sekali kenangan di antaranya dan kedua orang tua mereka yang telah tiada.    Akan tetapi, karena Javier terlalu mendesaknya kali ini, mau tidak mau akhirnya ia pun menuruti permintaan sang adik.    Sesaat setel
Baca selengkapnya

41. Pertikaian Kakak-beradik

    Javier terkekeh pelan. "Kenapa?" tanyanya dengan nada remeh. "Kenapa Kakak sekarang marah? Itu fakta di lapangan, bukan? Aku tak bohong tentang hal itu."    Kakaknya semakin menyudutkannya di dinding, lehernya di tahan dengan kuat oleh tangan besar sang kakak. Meski begitu, Javier tak ingin mundur.    "Kakak beruntung karena Emily sangat mencintai Kakak, jadi dia meminta kepada orang tuanya untuk membebaskan Kakak dari sel tahanan. Walau sudah diperlakukan seperti itu, dia tetap membela Kakak."    Javier masih melayangkan kata-kata yang mampu menyulut emosi Jacob, dan saat ini, ia masih terus berusaha memancing amarah sang kakak. "Emily melakukan apa saja untuk Kakak, tapi Kakak malah mencampakkannya dan tak mau kembali padanya? Kak, jangan kejam kepada Emily."    Jacob menatapnya tajam. Bisa-bisanya adik kecilnya yang sela
Baca selengkapnya

42. Mimpi Buruk Atau Baik?

    Lima menit sudah berlalu, tetapi agaknya Jacob belum juga bisa memasuki dunia alam bawah sadarnya. Membuatnya kembali termenung sambil menatap langit-langit kamar yang bergambarkan awan putih dengan latar biru.    Senyumnya tercipta. Dia ingat semuanya. Tentang kamar ini, tentang hari itu.    Ketika dia berumur lima tahun dan adiknya Javier berumur sekitar dua tahun; balita dan masih kecil, kedua orang tua mereka membuatkan kamar khusus untuk keduanya.    Jacob ingat, waktu itu dia begitu menyukai alam dan juga burung bebas yang terbang di atas langit. Atas dasar itulah, sang papa menghiasi langit-langit kamarnya dan sang adik dengan awan-awan putih berlatar warna biru. Hasilnya cantik sekali.    Pria itu teringat dengan percakapan singkat antara dirinya dan sang papa.    "Apa kau suka, Sa
Baca selengkapnya

43. Sebuah Teka-teki

    Jacob terengah-engah setelah bangun dari tidur. Wajahnya basah oleh keringat dingin yang keluar dari pori-pori tubuhnya sendiri. Ia usap keningnya perlahan, dan ia tatapi tangannya yang masih gemetaran.    Perlahan ia bangkit, dan membuat dirinya terduduk di atas ranjang. Sembari mengatur pernapasannya yang belum kembali seperti semula, Jacob melirik arloji di tangan kirinya dengan susah payah; mengingat apa yang baru saja ia lihat di dalam tidurnya. Pukul 7 malam. Setidaknya, ia sudah tidur di sini selama kurang lebih dua jam.    Mencengkeram pelan rambut hitamnya, Jacob lantas bangkit dari tempat tidur. Turun dari ranjang secara perlahan sembari melirik ke arah meja belajar, tempat di mana terakhir kali ia menaruh obat penenangnya, dan kini obat itu sudah menghilang dari atas sana.    Obat yang sangat ia perlukan saat ini tak ada, justru sebotol air minum
Baca selengkapnya

44. Akhirnya Ditemukan

    "Ju-Julia?" Betapa terkejutnya Jacob saat ini. Pasalnya, ia menemukan gadis yang selama ini dicari-cari olehnya tengah terikat di sebuah kursi kayu tua berwarna cokelat.    Gadis itu terduduk sendirian di dalam ruang bawah tanah yang sepi. Rambut sang gadis yang panjang tergerai, membuatnya terlihat seperti sebuah boneka porselen yang sengaja dipajang di depan tangga. Gadis itu duduk di bawah temaram lampu dengan cahaya yang remang-remang.    Sekilas, semua kondisi Julia saat ini sama persis seperti jawaban dari teka-teki sederhana yang Javier berikan kepadanya. Apa maksud dari ini semua?    "Juli!" Tanpa berpikir panjang lagi, Jacob langsung berlari menuruni setiap anak tangga. Tak peduli dengan tangga kayu yang berusia hampir sama dengan usianya saat ini, yang bisa saja membuatnya terjatuh di sana. Tujuan Jacob hanya satu, segera membebaskan sang kekasih.
Baca selengkapnya

45. Sebuah Pengakuan

    Julia tampak kebingungan begitu melihat reaksi sang kekasih. Jacob memandangi sesuatu di tangannya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Seperti perpaduan serius dengan perasaan getir lainnya. "Apa itu, Sayang?" tanya Julia dengan susah payah, bisikannya terlalu lirih. Dari cara bicaranya yang lemas, masih terdengar jelas jika ia tak punya tenaga lebih saat ini.    Ekspresi Jacob tampak mengeras, ia kelihatan marah. Pria itu terlalu fokus pada kertas di tangannya, sehingga membuatnya tak menanggapi ucapan Julia, bahkan mendengar saja tidak sepertinya. Jacob bak patung yang hanya diam saja tatkala memandangi secarik kertas yang ia temukan di bawah kursi yang tadi Julia duduki.    Sebuah kertas berwarna kuning dengan tinta merah bertuliskan 'selamat', serta tulisan berwarna hitam yang tak terlalu jelas garis tulisannya. Bahasanya saja tak Jacob mengerti, entah bahasa yang berasal dari mana. Apa ini sebuah petunjuk? Batin Jacob bertanya-ta
Baca selengkapnya

46. Masa Lalu Mengerikan

    Jacob salah, Javier malah terkekeh pelan saat menyadari kebimbangan sang kakak. Jacob tengah dilema dan Javier tahu bahwa tak ada seorang pun yang bisa mendengar tawa liciknya. "Jadi, Kakak akan tetap memilih jalang itu meski Kakak tahu dia itu sebenarnya adalah siapa?" tanya Javier dengan tenang.      Jacob kembali berhenti melangkah, ia menatap adiknya yang telah mengubah posisinya menjadi duduk dengan tatapan tajam. "Apa maksudmu?" tanyanya datar.      Tersimpan kemarahan di nada bicaranya. Sejak kapan adik yang ia besarkan dengan penuh perhatian dan kasih sayang itu mengucap kata-kata yang tidak pantas seperti itu? Terlebih lagi, panggilan hina itu dialamatkan kepada Julia, gadis yang ia cintai.      Pengaruh buruk organisasi itu sepertinya telah merusak otak adik kesayangannya.      "Tentu saja, Kakak akan berterima kasih
Baca selengkapnya

47. Kemurkaan

    "Uggh! To-TOLONG!"    "Tolong! Be-berhenti—ah!"    "Hiks! To-tolong!"    Jacob yang sedang berbaring sambil membaca sebuah buku, langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Telinganya samar-samar mendengar suara aneh yang berasal dari luar, yang berarti di dalam kafe sang mama.    "Ada apa, Kak?" tanya Javier penasaran, ia begitu keheranan melihat ekspresi Jacob yang menegang seperti baru saja melihat hantu. "Kakak sakit perut? Aku antar ke toilet ya."    "Javi, kau dengar suara itu?" Alih-alih menjawab pertanyaan sang adik, Jacob malah mengajukan pertanyaan padanya. "Suaranya dari kafe mama."    Javier terlihat kebingungan, belum pernah mendengar suara aneh yang terdengar begitu kesakitan. Ia lalu mengikuti langkah sang kakak yang mendekati pintu keluar secara hati-hati. Meninggalkan Sylvia seorang diri di belakang.    Sylvia yang sibuk me
Baca selengkapnya

48. Ruangan Rahasia

Javier yang tak sengaja melihat reaksi Julia pun tertawa kecil.    "Dan ... klien itu rela mengeluarkan uang sebanyak apa pun untuk melenyapkan gadis di cengkeramanmu itu, Kak. Benar-benar orang yang licik sekali ya dia?"    Sekarang, giliran Jacob yang keheranan. Ia lalu bertanya kepada Javier. "Apa maksudmu?" tanyanya.Siapa orang yang kau maksud?"    Akhirnya Jacob menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang ia bahas. Javier merasa senang sekali malam ini, ia tak perlu mengibarkan bendera putih tanda menyerah pada sang kakak.    "Orang yang pantas mati daripada kedua orang tua kita, tentu Kakak tahu siapa orangnya, bukan?" Javier sekarang menjadi punya kebiasaan terkekeh geli ketika merasa dirinya begitu hebat. "Orang bodoh itu berhasil masuk ke dalam perangkapku, Kak! Padahal aku sama sekali tidak pernah menutupi identitas diriku padanya. Aku saja bisa ke sana tanpa menggunakan masker, sebab dia juga t
Baca selengkapnya

49. Tak Cukup Dengan Maaf

    Awalnya Julia berpikir, dia akan dibebaskan dan dikeluarkan dari sana setelah bertemu dengan kekasihnya—Jacob. Namun, bukannya dibebaskan seperti harapannya, kekasihnya yang entah mengapa mendadak berubah itu semakin mengurungnya di ruangan rahasia yang pengap.    Sudah beberapa hari ia disekap di ruangan itu oleh Jacob, sudah beberapa hari pula tak ada yang mengujunginya selain kekasihnya itu. Makan dan minum pun tak diberikan padanya.    Di hari-hari bak neraka itulah Julia diperlakukan seperti seonggok mainan oleh Jacob yang masih dikuasai amarah. Julia sangat ingin tahu alasan Jacob marah kepadanya, ia hanya tak habis pikir saja. Kejahatan apa yang sudah kakaknya lakukan sehingga Jacob dan Javier memusuhinya?    Setahu Julia, kakaknya adalah anak yang baik. Meski dahulu, ia tahu jika Louis pernah menyuruh kekasihnya aborsi, tetapi di balik itu semua, Louis tak pernah menyakitinya. Orangnya memang dingin, s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status