Jacob menatap layar ponselnya dengan tatapan sendu. Baru beberapa detik yang lalu, sang adik memberitahunya untuk pergi ke rumah lama mereka yang ada di kaki pegunungan.
Walau sudah menolak ajakan adiknya, tetapi Javier dengan gigihnya tetap merayunya untuk pergi ke sana. Alasannya adalah karena rumah itu harus diperbaiki dan ada yang ingin sang adik sampaikan padanya. Meskipun tak mengerti, pada akhirnya Jacob pun mengiyakan apa yang Javier inginkan.
Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia tak ingin lagi berurusan dengan masa lalunya yang menyakitkan. Terutama dengan rumah yang menyimpan banyak sekali kenangan di antaranya dan kedua orang tua mereka yang telah tiada.
Akan tetapi, karena Javier terlalu mendesaknya kali ini, mau tidak mau akhirnya ia pun menuruti permintaan sang adik.
Sesaat setel
Javier terkekeh pelan. "Kenapa?" tanyanya dengan nada remeh. "Kenapa Kakak sekarang marah? Itu fakta di lapangan, bukan? Aku tak bohong tentang hal itu." Kakaknya semakin menyudutkannya di dinding, lehernya di tahan dengan kuat oleh tangan besar sang kakak. Meski begitu, Javier tak ingin mundur. "Kakak beruntung karena Emily sangat mencintai Kakak, jadi dia meminta kepada orang tuanya untuk membebaskan Kakak dari sel tahanan. Walau sudah diperlakukan seperti itu, dia tetap membela Kakak." Javier masih melayangkan kata-kata yang mampu menyulut emosi Jacob, dan saat ini, ia masih terus berusaha memancing amarah sang kakak. "Emily melakukan apa saja untuk Kakak, tapi Kakak malah mencampakkannya dan tak mau kembali padanya? Kak, jangan kejam kepada Emily." Jacob menatapnya tajam. Bisa-bisanya adik kecilnya yang sela
Lima menit sudah berlalu, tetapi agaknya Jacob belum juga bisa memasuki dunia alam bawah sadarnya. Membuatnya kembali termenung sambil menatap langit-langit kamar yang bergambarkan awan putih dengan latar biru. Senyumnya tercipta. Dia ingat semuanya. Tentang kamar ini, tentang hari itu. Ketika dia berumur lima tahun dan adiknya Javier berumur sekitar dua tahun; balita dan masih kecil, kedua orang tua mereka membuatkan kamar khusus untuk keduanya. Jacob ingat, waktu itu dia begitu menyukai alam dan juga burung bebas yang terbang di atas langit. Atas dasar itulah, sang papa menghiasi langit-langit kamarnya dan sang adik dengan awan-awan putih berlatar warna biru. Hasilnya cantik sekali. Pria itu teringat dengan percakapan singkat antara dirinya dan sang papa. "Apa kau suka, Sa
Jacob terengah-engah setelah bangun dari tidur. Wajahnya basah oleh keringat dingin yang keluar dari pori-pori tubuhnya sendiri. Ia usap keningnya perlahan, dan ia tatapi tangannya yang masih gemetaran. Perlahan ia bangkit, dan membuat dirinya terduduk di atas ranjang. Sembari mengatur pernapasannya yang belum kembali seperti semula, Jacob melirik arloji di tangan kirinya dengan susah payah; mengingat apa yang baru saja ia lihat di dalam tidurnya. Pukul 7 malam. Setidaknya, ia sudah tidur di sini selama kurang lebih dua jam. Mencengkeram pelan rambut hitamnya, Jacob lantas bangkit dari tempat tidur. Turun dari ranjang secara perlahan sembari melirik ke arah meja belajar, tempat di mana terakhir kali ia menaruh obat penenangnya, dan kini obat itu sudah menghilang dari atas sana. Obat yang sangat ia perlukan saat ini tak ada, justru sebotol air minum
"Ju-Julia?" Betapa terkejutnya Jacob saat ini. Pasalnya, ia menemukan gadis yang selama ini dicari-cari olehnya tengah terikat di sebuah kursi kayu tua berwarna cokelat. Gadis itu terduduk sendirian di dalam ruang bawah tanah yang sepi. Rambut sang gadis yang panjang tergerai, membuatnya terlihat seperti sebuah boneka porselen yang sengaja dipajang di depan tangga. Gadis itu duduk di bawah temaram lampu dengan cahaya yang remang-remang. Sekilas, semua kondisi Julia saat ini sama persis seperti jawaban dari teka-teki sederhana yang Javier berikan kepadanya. Apa maksud dari ini semua? "Juli!" Tanpa berpikir panjang lagi, Jacob langsung berlari menuruni setiap anak tangga. Tak peduli dengan tangga kayu yang berusia hampir sama dengan usianya saat ini, yang bisa saja membuatnya terjatuh di sana. Tujuan Jacob hanya satu, segera membebaskan sang kekasih.
Julia tampak kebingungan begitu melihat reaksi sang kekasih. Jacob memandangi sesuatu di tangannya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Seperti perpaduan serius dengan perasaan getir lainnya. "Apa itu, Sayang?" tanya Julia dengan susah payah, bisikannya terlalu lirih. Dari cara bicaranya yang lemas, masih terdengar jelas jika ia tak punya tenaga lebih saat ini. Ekspresi Jacob tampak mengeras, ia kelihatan marah. Pria itu terlalu fokus pada kertas di tangannya, sehingga membuatnya tak menanggapi ucapan Julia, bahkan mendengar saja tidak sepertinya. Jacob bak patung yang hanya diam saja tatkala memandangi secarik kertas yang ia temukan di bawah kursi yang tadi Julia duduki. Sebuah kertas berwarna kuning dengan tinta merah bertuliskan 'selamat', serta tulisan berwarna hitam yang tak terlalu jelas garis tulisannya. Bahasanya saja tak Jacob mengerti, entah bahasa yang berasal dari mana. Apa ini sebuah petunjuk? Batin Jacob bertanya-ta
Jacob salah, Javier malah terkekeh pelan saat menyadari kebimbangan sang kakak. Jacob tengah dilema dan Javier tahu bahwa tak ada seorang pun yang bisa mendengar tawa liciknya. "Jadi, Kakak akan tetap memilih jalang itu meski Kakak tahu dia itu sebenarnya adalah siapa?" tanya Javier dengan tenang. Jacob kembali berhenti melangkah, ia menatap adiknya yang telah mengubah posisinya menjadi duduk dengan tatapan tajam. "Apa maksudmu?" tanyanya datar. Tersimpan kemarahan di nada bicaranya. Sejak kapan adik yang ia besarkan dengan penuh perhatian dan kasih sayang itu mengucap kata-kata yang tidak pantas seperti itu? Terlebih lagi, panggilan hina itu dialamatkan kepada Julia, gadis yang ia cintai. Pengaruh buruk organisasi itu sepertinya telah merusak otak adik kesayangannya. "Tentu saja, Kakak akan berterima kasih
"Uggh! To-TOLONG!" "Tolong! Be-berhenti—ah!" "Hiks! To-tolong!" Jacob yang sedang berbaring sambil membaca sebuah buku, langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Telinganya samar-samar mendengar suara aneh yang berasal dari luar, yang berarti di dalam kafe sang mama. "Ada apa, Kak?" tanya Javier penasaran, ia begitu keheranan melihat ekspresi Jacob yang menegang seperti baru saja melihat hantu. "Kakak sakit perut? Aku antar ke toilet ya." "Javi, kau dengar suara itu?" Alih-alih menjawab pertanyaan sang adik, Jacob malah mengajukan pertanyaan padanya. "Suaranya dari kafe mama." Javier terlihat kebingungan, belum pernah mendengar suara aneh yang terdengar begitu kesakitan. Ia lalu mengikuti langkah sang kakak yang mendekati pintu keluar secara hati-hati. Meninggalkan Sylvia seorang diri di belakang. Sylvia yang sibuk me
Javier yang tak sengaja melihat reaksi Julia pun tertawa kecil. "Dan ... klien itu rela mengeluarkan uang sebanyak apa pun untuk melenyapkan gadis di cengkeramanmu itu, Kak. Benar-benar orang yang licik sekali ya dia?" Sekarang, giliran Jacob yang keheranan. Ia lalu bertanya kepada Javier. "Apa maksudmu?" tanyanya.Siapa orang yang kau maksud?" Akhirnya Jacob menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang ia bahas. Javier merasa senang sekali malam ini, ia tak perlu mengibarkan bendera putih tanda menyerah pada sang kakak. "Orang yang pantas mati daripada kedua orang tua kita, tentu Kakak tahu siapa orangnya, bukan?" Javier sekarang menjadi punya kebiasaan terkekeh geli ketika merasa dirinya begitu hebat. "Orang bodoh itu berhasil masuk ke dalam perangkapku, Kak! Padahal aku sama sekali tidak pernah menutupi identitas diriku padanya. Aku saja bisa ke sana tanpa menggunakan masker, sebab dia juga t
Terkadang, dalam sebuah mimpi itu ada sebuah hal yang sangat indah yang tidak dapat ditemukan begitu saja di dunia nyata. Dalam lelapnya di sebuah sel sempit yang harus dibaginya bersama para tahanan penjara yang lain, Louis melihat sosok bidadari cantik yang selama ini selalu dirindukan olehnya. "Maria," panggil Louis penuh haru. Air matanya menetes ketika wanita itu tersenyum penuh kelembutan padanya. Senyum yang selalu bisa menentramkan dan menenangkan kondisi hatinya. Sosok bergaun putih itu melambai ke arah Louis yang langsung berlari menghambur kepada sang wanita. "Maria! Maria!" teriak Louis penuh semangat. Kerinduan di hatinya ini sangatlah menyesakkan dada. Dia rindu wanita ini. Sangat. "Louis," panggil Maria seraya mengangkat tangannya perlahan. Maria lalu mengelus rahang sang pria yang mendadak berubah menjadi seorang remaja berusia 17 tahun. Rupanya persis seperti dirinya 10
Sepekan setelah berkunjung ke rumah keluarga Peterson, Jacob bertandang sendirian ke penjara kota, untuk menjenguk adiknya maupun teman-temannya yang lain. Tanpa sepengetahuan kekasihnya, Jacob pergi menemui Javier. Meski dia memasang ekspresi seolah baik-baik saja di hadapan Julia, sebenarnya pria itu tengah berjuang melawan kepedihan di hatinya mengenai surat usang itu. Jacob menceritakan semua yang terjadi kepada Javier, tentang ibu mereka yang semasa hidupnya hanya berpura-pura gila demi menjaga tumbuh kembang mereka. Dia juga memperlihatkan surat yang selama ini disimpan dengan baik oleh orang yang seharusnya mereka benci, tetapi mendadak ada keraguan di hati keduanya, setelah mengetahui kebenaran yang tersimpan rapat. Javier menangis sesenggukan di balik kaca yang memisahkannya dengan pengunjung, ketika membaca surat yang dituliskan oleh ibunya yang telah tiada. Selama ini, dia hi
Jauh sebelum hari pernikahan Julia dan Jacob berlangsung, tepatnya masa-masa sebelum mereka berdua mendapatkan kerja di sebuah perusahaan, Julia pergi ke rumah orang tua angkatnya yang telah menjaga dan merawatnya dengan baik selama ini. Tentu dia tak pergi sendirian ke rumah keluarga Peterson, karena ada Jacob yang dengan setianya pergi mendampingi kekasihnya itu datang berkunjung ke sana. Setelah hari di mana Julia ditemukan oleh pihak kepolisian dan mendengar kenyataan bahwa dia bukanlah anak kandung dari keluarga yang selama ini mengasuhnya, membuat Julia syok berat. Julia sepenuhnya percaya dengan keluarga yang selama belasan tahun lamanya merawat dirinya dari kecil hingga tumbuh dewasa, mendadak kecewa karena tak pernah sekalipun mereka mengatakan kebenaran tentang keberadaannya di keluarga itu. Tentang dia yang bukan merupakan anak kandung dari keluarga Peterson yang selama hampir 19 tahun ini, nama
Pernikahan Julia dan Jacob yang dilangsungkan di sebuah gereja Katolik tak jauh dari tempat tinggal mereka berjalan lancar dan juga khidmat, sama seperti harapan kedua orang yang saling mencinta itu akan hari bahagia yang sudah keduanya tunggu-tunggu sejak lama. Awalnya Julia merasa sangat gugup saat dituntun oleh sang papa—Roger—menuju altar pernikahan untuk menemui kekasih hatinya, Jacob, yang saat itu mengenakan jas hitam yang terbuat dari sutra pilihan. Jika saja tak ada campur tangan dari kedua orang tuanya, mungkin saja pernikahan Julia tidak akan semeriah dan juga semewah ini. Memang, sebelumnya mereka berdua sudah mengatakan akan membiayai sendiri pernikahan mereka, tanpa menerima bantuan sedikit pun dari Roger dan Rissa. Namun, setelah menghitung biaya yang akan dikeluarkan saat lamaran dan pernikahan nanti, mereka pun syok karena tabungan mereka ternyata masih sangat tidak cukup untuk
Ada banyak orang pernah berkata, carilah seorang pemimpin, bukan seorang bos. Mengapa? Karena pemimpin itu akan peduli dengan orang yang bekerja dengannya. Mereka bekerja di tempat yang sama, dengan derajat yang berbeda, tetapi diperlakukan sama rata. Diperlakukan dengan baik. Sedangkan bos, hanya akan memberi perintah tanpa peduli kepada anak buahnya. Namun, tak semua pemimpin atau bos bersikap demikian. Ini hanya sebagian kecil saja, sikap-sikap yang bisa ditemukan di masyarakat sekitar. Tak ada seorang pun yang tak ingin memiliki satu atau dua orang atasan yang sangat baik di tempat kerja. Dua di antara pekerja yang merasa demikian adalah Jacob dan Julia. Sepasang kekasih yang berencana menikah di tahun 2020 pada bulan Agustus itu pun merasa beruntung, karena keduanya sama-sama bekerja di Brunner Corporation. Salah satu perusahaan yang cukup bagus untuk melatih kemampuan kerja mereka.  
Julia melirik kekasihnya, begitu pula yang dilakukan oleh Jacob. Keduanya saling tatap dalam diam. Keduanya sama sekali tak menyangka jika mereka akan makan siang bersama dua orang atasan mereka di kantor. Tak ada ekspektasi sebelumnya bahwa dua orang paling berpengaruh di tempat kerja mereka itu akan duduk tepat di hadapan mereka. Awalnya, kecanggungan ini bermula saat Jake dan Melvin tiba di kafetaria dekat kantor untuk makan siang bersama. Namun, setelah mengamati selama beberapa detik, mereka sadar kalau tempat itu sudah penuh dengan orang-orang yang juga sedang mencari makanan untuk mengganjal perut mereka. Mulanya Melvin hendak beranjak pergi ke tempat lain, tetapi Jake dengan cepat menarik jasnya dan membawa pria itu ke meja di mana ada dua orang yang pernah bertemu dengan mereka beberapa hari yang lalu. Dan inilah yang terjadi. Kecanggungan yang dirasakan oleh dua orang pekerja yang harus duduk deng
Tak ada usaha tanpa ada hasil yang diinginkan. Tak ada kerja keras tanpa ada tujuan yang besar di baliknya. Pun begitu dengan setiap kerja keras Jacob dan usaha Julia untuk mempersiapkan pernikahan mereka. Restu memang telah mereka kantongi bersama. Dan mereka telah merencanakan akan seperti apa pesta pernikahan mereka. Namun, perjalanan keduanya masih sangat jauh. Meskipun Julia telah lulus dari sekolah dan Jacob tak lagi bekerja membuat konten Youtube, mereka berdua tetap dipusingkan dengan satu hal. Pasangan kekasih itu sibuk memikirkan konsep pernikahan, sampai tak menyadari dengan satu pondasi yang penting, yaitu berapa biaya yang harus mereka keluarkan untuk menyiapkan pesta. Walau Julia berasal dari keluarga kaya raya, tetapi hal itu tak membuatnya merasa harus memakai uang kedua orang tuanya untuk pernikahan yang akan dilakukannya bersama kekasihnya, Jacob.
Setiap orang memiliki masa terberat dalam hidupnya. Entah itu merupakan suatu hal yang dulu sangat digemari, tetapi kini apa yang sebelumnya disukai malah menjatuhkannya perlahan. Atau masalah hidup yang lainnya, seperti perekonomian yang menurun atau percintaan yang membuat hati seseorang menjadi patah. Ada banyak sekali hal yang menyebabkan mata ini menumpahkan cairan beningnya. Kesepian, ketakutan, rasa sakit, kebencian ... luka yang tak bisa terobati meski telah datang orang baru. Semua perasaan yang mungkin pernah dirasakan oleh orang-orang, adalah suatu perasaan yang tak bisa disalahkan. Seperti halnya cinta. Kita tak bisa menaruh hati kita kepada seseorang yang memang tak menarik perhatian kita sebelumnya. Sekeras apa pun, dia berusaha, jika hati kita telah menolaknya, tentu tak akan ada rasa bersambut untuknya. Namun, kita semua justru melambuhkan asa kepada seseorang yang tidak mungkin bisa menyamb
Jacob sempat mencuri pandang tatkala melihat interaksi yang terjadi antara adiknya dan juga kekasihnya, Julia. Suatu keadaan di mana sebelum-sebelumnya, dia tak pernah melihat keduanya berinteraksi dengan benar. Dan ini adalah yang pertama kalinya. Jacob pun kembali mengalihkan perhatiannya kepada hal lain, tetapi meskipun begitu, seulas senyum lebar terlukis jelas di wajah tampannya. Pria itu merasa sangat bahagia, ketika melihat adiknya Javier, yang dulu tak menyukai hubungan yang terjalin antara dirinya dan Julia, kini sudah mulai menunjukkan lampu hijau terhadap hubungannya dengan sang gadis bersurai cokelat itu. Bohong jika Jacob tak merasa bangga terhadap kemajuan yang ditunjukkan oleh adiknya, Javier. Dia tentu merasa bangga terhadap apa yang adiknya lakukan. Berdasarkan inisiatifnya sendiri, Javier pun mencoba menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan Julia. Gadis yang dulu pernah mereka culik dan mereka sekap d