Share

Kematian Palsu Suamiku
Kematian Palsu Suamiku
Penulis: Salma Husna

Bab 1

“Maaf, suamimu, Felix mengalami kecelakaan sore ini dan sudah tiada.”

Petugas di rumah duka membungkuk hormat dan berkata, “Turut berduka cita!”

Menerima kabar kematian suamiku, aku sama sekali tidak merasa sedih, malah hatiku menjadi sangat tenang.

“Kalau benar sudah mati, aku mau melihat jasadnya. Biarkan aku melihatnya sekali lagi!”

“Bu Rora, aku mengerti perasaanmu, tapi jasadnya sudah hancur lebur dan nggak bisa dikenali lagi. Sebaiknya kamu nggak melihatnya.”

Belum sempat aku menjawab, ibu mertua dan adik iparku sudah tiba di lokasi.

“Bu, ini semua gara-gara dia! Dia yang minta kue itu sampai kakak harus menerobos hujan untuk membelikannya dan akhirnya ditabrak truk!”

“Rora, dasar pembawa sial! Kembalikan anakku!”

Mertuaku menangis dan langsung menamparku, tapi aku menahan tangannya dan mendorongnya keras-keras.

Dia terhuyung beberapa langkah ke belakang, lalu melontarkan kata-kata kasar padaku, “Dasar wanita jalang! Anakku mati karenamu dan kamu masih berani memukulku?! Betapa malangnya anakku!”

“Ibu, sebaiknya hentikan! Jangan sampai Felix benar-benar mati karena kutukanmu!”

Sindirku sambil tersenyum dingin. Wajah mertuaku langsung berubah tegang, dia tergagap menatapku dan berkata, “A … apa maksudmu? Anakku sudah terbaring di ruang jenazah! Kamu yang membunuhnya dan masih bisa nggak merasa bersalah sedikit pun!”

Aku tak meladeninya dan berbalik ke petugas rumah duka, berkata, “Jasadnya hancur berkeping-keping, jadi bagaimana kalian bisa memastikan bahwa dia suamiku?”

Petugas itu melirik ibu mertuaku, lalu mulai merasa kesal, “Aku bukan polisi. Kalau mau tahu, tanyakan saja pada pihak kepolisian!”

Aku tersenyum kecil, kini aku mengerti.

Orang ini pasti sudah dibayar oleh mertuaku!

Adik ipar takut aku melapor polisi, dia langsung melangkah ke depan untuk menghalangiku.

“Kakakku sudah meninggal karenamu, kamu bahkan nggak menitikkan air mata setetes pun! Masih mau pergi ke mana kamu?”

“Dia bahkan sudah mati, tentu saja aku harus mengurus pemakamannya!”

Di kehidupan yang lalu, begitu menerima kabar kematian Felix, aku langsung larut dalam kesedihan. Semua urusan pemakamannya diatur oleh ibu mertua dan adik ipar.

Aku tak sempat memeriksa berkas-berkas resmi dan menandatanganinya begitu saja tanpa berpikir panjang.

Kini, kalau dipikir-pikir, semuanya terasa janggal.

Aku mengulurkan tangan padanya dan melanjutkan, “Kalau benar sudah mati, harus ada surat kematian. Kalau nggak ada … berarti Felix belum mati!”

Adik ipar memberikan isyarat pada mertuaku. Mertuaku kemudian dengan cepat mengambil selembar kertas dari sakunya.

“Kamu sudah percaya kali ini?!”

Aku menunduk, menyembunyikan kebencian yang membara di tatapanku.

Di kehidupan lalu, aku begitu menyesal setelah mengetahui kematian Felix.

Di hari peringatan pernikahan kami, aku hanya berucap sekilas ingin makan kue mousse dari toko kue seberang jalan.

Tanpa berpikir panjang, Felix langsung mengambil jaket dan berlari keluar.

Pergi dan tak pernah kembali.

Dia ditabrak truk yang melaju kencang, tubuhnya hancur berkeping-keping, tak bisa disatukan lagi.

Saat menerima telepon dan tiba di lokasi, ibu mertua dan adikku sudah ada di sana.

Mertuaku menangis dan menuduhku sebagai pembawa sial yang menyebabkan kematian putranya, bahkan hendak mengusirku dari rumah.

Adik ipar juga menyalahkanku, katanya aku tak pantas mendapat harta warisan suamiku.

Aku terus-menerus dihantui rasa bersalah dan tak sanggup lagi menahan rasa sakit itu.

Aku terus menyiksa diri, berpikir kalau saja aku menghentikannya saat itu, mungkin dia takkan meninggal.

Jadi, saat ibu mertua dan adik ipar mengusulkan agar aku pergi tanpa membawa harta sepeser pun dan memindahkan perusahaan atas nama mertuaku, aku juga menyetujuinya begitu saja.

Aku pun pindah ke apartemen sempit, hidup dalam kemurungan yang tak berujung.

Akhirnya, aku jatuh sakit dan divonis mengidap kanker.

Menjelang kematian, ibu mertua datang menjengukku dan melemparkan sebuah foto keluarga.

Di foto itu, suamiku bersama Luna, pujaan hatinya. Mereka tampak tersenyum bahagia sambil merangkul seorang gadis kecil yang ceria.

Felix tidak mati!

Ini semua hanyalah rencana keluarganya untuk menipuku!

Saat aku larut dalam rasa bersalah, keluarga kecil itu menjalani hidup bahagia.

Setelah melihat foto itu, aku sesak napas dan mati karena amarah yang memuncak.

Untungnya, Tuhan memberiku kesempatan kedua.

Felix, bukankah kamu mau mati?!

Aku akan mengabulkan keinginanmu dan memastikan kamu benar-benar mati!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status