"Non-Nona Citra?"Keterkejutanku membuatku terbata-bata saat bicara."Putra tertidur karena kecapaian, makanya aku ke sini mau mengajak Kak Adam ke pantai, mau nggak?""Boleh."Tentu saja aku mau ikut karena bisa melihat wanita secantik ini dari jarak yang sangat dekat, apalagi dia juga sedang memakai bikini!Citra tersenyum, kami berdua lalu berjalan bersama ke pantai.Matahari kebetulan sedang terbenam, membuat sinarnya yang tampak berwarna oranye itu menyinari tubuh Citra. Wanita itu jadi makin terlihat memesona saja.Dia layaknya lukisan yang dipajang di sebuah museum.Aku yang sedang berbaring di atas kursi pantai, rasanya seperti sedang berada di surga.Setelah capek bermain di pantai, Citra pun duduk bersantai di sampingku."Pemandangan di tepi pantai memang indah.""Iya," sahutku. "Tapi Nona Citra lebih cantik dari pemandangan ini!"Citra menatapku dengan malu-malu.Kemudian dia mengulurkan sebotol minyak padaku."Ini, tolong pijat aku, ya."Inilah saat yang kutunggu-tunggu!Ci
"Nona Citra, tunanganmu baru saja pergi.""Dilihat dari cara dia pergi, sepertinya dia pergi untuk mengurus urusan pernikahan dan akan memakan waktu yang cukup lama. Kenapa? Kamu takut, ya?"Aku menghela napas, lalu langsung menggendong Citra kembali ke kamar.Di atas ranjang.Citra sedang berbaring dengan wajah memerah, ekspresinya tampak puas."Kak Adam, apa sudah ada yang pernah bilang kalau teknik Kakak sangat mahir saat melakukannya?""Apa menurutmu ini hanya tentang teknik?"Aku bertanya sambil membalik pinggangnya."Tentu saja bukan." Citra merangkak di atasku lagi, "Kamu nggak tahu kan, sudah berapa lama aku mengurus Putra sampai sekarang. Kalau saja aku nggak janji pada ayahnya akan mengurusnya ....""Ayahnya?""Nggak, bukan apa-apa."Citra segera mengalihkan topik pembicaraan, dan mulai ronde baru yang terasa begitu membara denganku.Beberapa hari kemudian, kami bertiga jadi makin akrab.Di siang hari, aku bertugas mencarikan tempat parkir di setiap lokasi pemotretan, dan mem
Aku mengeluarkan ponselku dan berusaha menghubungi Citra dengan tangan gemetaran, tapi teleponku tidak diangkat.Karena situasinya benar-benar mendesak, aku juga tidak bisa mengirimkan pesan ke Citra untuk menanyakan hal ini. Alhasil, aku pun memutuskan untuk segera ke kamar Citra selagi Putra masih ada di bar.Citra bilang sedang sakit kepala hari ini, makanya dia memilih untuk beristirahat saja di dalam kamar.Tapi ketika aku hendak mengetuk pintu, sudah lebih dulu ada orang yang membuka pintu kamar Citra dari dalam. Rupanya orang itu adalah Dikta, sepupu Putra!"Tu-Tuan Dikta ...."Raut wajah Dikta terlihat panik sekaligus kaget ketika melihatku sudah berada di depan pintu.Tapi dia buru-buru menormalkan ekspresinya dan mengangguk santai padaku."Apa kamu datang ke sini untuk menemui calon istri adik sepupuku?""Nggak, nggak kok."Mana mungkin aku berani mengatakan kalau kedatanganku untuk mencari celana dalam?Aku memilih untuk buru-buru kabur!Setelah kembali ke kamarku sendiri, a
Citra berencana mengajak Dikta ke hotel, lalu aku yang akan menghabisi pria itu.Dia juga akan lebih dulu memberikan obat tidur pada Dikta supaya memudahkan aksiku.Waktu yang sudah ditentukan makin dekat, dan aku benar-benar bimbang. Aku ragu apakah harus pergi ke hotel atau tidak.Ini adalah sebuah tindak pembunuhan!Apa aku benar-benar harus sampai jadi seorang pembunuh hanya karena perselingkuhan?Tapi kalau aku tidak pergi, apakah Citra sanggup melancarkan rencana itu sendirian? Ditambah lagi, dia memegang bukti perselingkuhan kami .... Sekarang aku benar-benar merasa takut sekaligus menyesal.Setelah sempat ragu, akhirnya aku tetap memutuskan untuk pergi.Namun, aku datang terlambat satu jam dari waktu yang sudah disepakati."Citra, apa kamu ada di dalam?"Aku memanggil Citra dengan suara pelan begitu tiba di depan pintu kamar, tapi tidak ada satu orang pun yang merespons!Aku membuka pintu, dan kamar itu malah kosong tanpa ada satu orang pun di dalamnya!Kepanikan langsung melan
"Pertahankan posisinya, jangan bergerak!"Di depan kamera sudah ada seorang gadis memakai kostum seragam sekolah sedang duduk sambil agak mendongakkan kepala. Tubuhnya condong ke depan dan menatap kamera dengan tatapan malu-malu tapi menggoda.Aku berdiri di sampingnya, dan dari posisiku sekarang, aku dapat melihat bra berdesain beruang kecil yang sedang dia kenakan.Belum lagi lekukan tubuhnya yang begitu menakjubkan.Cekrek! Aku menekan tombol foto."Bagus sekali, ekspresi dan posenya sangat pas, sangat cantik."Gadis di depanku itu bernama Sari Handoko, seorang mahasiswi dari kampus yang ada di dekat sini.Dia mengamati hasil foto barusan dengan tatapan kagum. Dia foto tersebut dia terlihat bergaya polos dan imut layaknya seorang selebgram."Ini semua berkat bimbingan Kak Adam."Gadis muda itu berkata pelan sambil menundukkan kepala.Aku tertawa keras, "Sudah, sudah. Kemampuan memfotoku nggak sebaik itu, kamu memang dasarnya sudah cantik."Wajah Sari sontak memerah. Seorang pelayan
Aku sontak kaget begitu mendengar kejujurannya barusan.Sari benar-benar masih perawan!"Sari, kamu ...."Aku sudah hendak beranjak dari atas tubuhnya, tapi dia malah menarikku kembali."Nggak apa, Kak. Setiap gadis pasti pernah mengalami hal ini kan."Sari memelukku erat dan berkata, "Apa aku boleh datang ke studio foto kakak lagi lain kali? Tapi aku maunya gratis, ya!"Aku tertawa dan menjawab, "Gratis? Tentu saja boleh!"Menurutku, mahasiswi zaman sekarang memang sangat ambisius. Mereka bahkan sampai rela menyerahkan tubuh mereka demi sebuah pemotretan.Tapi karena mereka sendiri juga tidak keberatan mengenai hal itu, aku juga tidak akan banyak berkomentar.Mereka ingin melakukan sebuah pemotretan, sementara aku juga perlu melampiaskan kebutuhanku.Semua orang punya kebutuhan masing-masing.Sejak aku memutuskan untuk berhubungan dengan Sari, dia banyak memberiku peluang bisnis sebagai sebuah bentuk imbalan karena bisa berfoto gratis di studio fotoku.Aku juga dengar kabar kalau Sari