Rowan memberiku setumpuk uang yang tebal. Dilihat sekilas saja, nilainya lebih dari empat juta. Aku menggenggam sapu erat-erat hingga kuku-kuku jariku menusuk ke kulit.Murah hati sekali. Beli segelas teh susu saja bisa dapat uang sebanyak ini.Namun, jika aku tidak salah lihat, beberapa lembar uang di atasnya masih ada noda darah yang telah mengering. Itu adalah uang yang kutinggalkan untuk Rowan tadi malam sebelum aku pergi bekerja, uang hasil kerjaku di restoran barbeku.Saat menerima gaji, tanganku tidak sengaja terluka karena terkena pecahan botol. Darahku mengalir deras hingga membasahi sebagian uang. Namun, supaya Rowan tidak khawatir, aku hanya membalut luka itu seadanya dengan beberapa plester luka, mengenakan sarung tangan, dan langsung pulang.Rowan tidak menyadari apa pun. Dia hanya menikmati makan malam ulang tahunnya, lalu dengan santai mengatakan bahwa dia kehabisan biaya hidup.Aku tidak pernah menyangka, uang itu justru menjadi "imbalan" untukku membeli teh susu bagi p
Aiden terkekeh sejenak, nada bicaranya menyiratkan ejekan, "Orang seperti itu saja bisa menarik perhatianmu? Benar-benar nggak punya otak. Di luar sana selama ini, kamu cuma bergaul sama orang-orang nggak jelas, sampai dipermainkan begini?"Mendengar ucapannya, kepalaku berdengung seolah-olah akan meledak. Aiden ... sudah lama tahu tentang hubunganku dengan Rowan?Kalau dipikir-pikir, memang masuk akal. Mereka berdua berasal dari lingkaran sosial yang sama, jadi tidak mengherankan jika Aiden bisa tahu.Jadi, selama ini dia hanya diam dan menyaksikan dari jauh? Aku menatap matanya yang dingin dan tajam, hatiku terasa lebih dingin daripada sebelumnya.Melihat keadaanku yang menyedihkan seperti ini, Aiden pasti merasa sangat puas, bukan?Di matanya, aku mungkin sama seperti ibuku. Perempuan matre yang mencoba meraih status lebih tinggi. Dia bahkan mungkin berpikir aku akan tetap bersama Rowan karena mengetahui identitasnya dan menjadi seseorang yang terus-menerus memohon perhatiannya.Tub
"Kalian ini sebenarnya ngapain?" Suara sopir taksi yang terdengar kesal menarikku keluar dari lamunanku. Aku mengerutkan kening menatap Rowan."Pak, kami nggak jadi pergi," kata Rowan sambil melambaikan tangan kepada sopir. Dengan santainya, dia mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan dan menyerahkannya kepada sopir, lalu menyuruhnya pergi."Apa maumu sebenarnya?" Aku menghela napas panjang. "Rowan, permainan ini sudah selesai.""Inez, aku ...." Rowan menatapku dengan mata yang sedikit memerah. Setelah lama terdiam dan tampak ragu, dia akhirnya berbicara dengan suara yang hampir tak terdengar, "Maaf. Aku nggak seharusnya mempermainkanmu begini. Aku cuma ... awalnya merasa ini menyenangkan. Aku tahu aku salah, tolong maafkan aku."Aku memandang wajahnya dengan saksama, mencoba menilai seberapa tulus ucapannya itu."Aku ngomong jujur," katanya seolah-olah tahu aku sedang meragukannya.Rowan mengira aku masih marah, sehingga dia langsung berbicara lebih serius. "Jangan pergi. Besok ak
"Kenapa! Kenapa aku harus diperlakukan seperti ini?" Aku membiarkan hujan deras mengguyur tubuhku, seolah-olah ingin melampiaskan semua kekesalan yang terpendam di hatiku dan memberikan diriku kebebasan untuk sekali ini saja.Besok, setelah bangun, aku harus menjadi Inez yang baru.Setelah puas meluapkan emosi, pakaianku sudah basah kuyup dan kepalaku mulai terasa pusing. Aku mengusap air mata dari wajahku, lalu mengambil koperku dan bersiap mencari tempat untuk sementara waktu.Namun, saat aku berbalik, aku melihat sosok yang tidak asing berdiri tidak jauh dariku. Seorang pria dengan payung di tangannya menatapku dengan mata dingin.Orang itu adalah Aiden.Ditemukan dalam kondisi selemah ini oleh Aiden membuatku merasa malu sekaligus rendah diri. Aku mengambil koperku dan menundukkan kepala untuk berpura-pura tidak melihatnya.Jika Aiden tahu situasi, dia seharusnya membiarkanku lewat tanpa berkomentar apa pun. Namun, Aiden bukan tipe orang yang memahami situasi. Ketika aku melewatiny
Rowan berucap dengan serius, "Jalan-jalan cuma habisin uang, mending nggak usah. Hemat sedikit deh, soalnya beberapa hari lagi aku mau beli sepatu baru."Di dalam hatiku, aku merasa getir dan konyol. Rowan sepertinya melihatku. Dia ragu sejenak, lalu akhirnya mendekatiku.Kini, aku merasa sial setiap kali melihatnya. Jadi, aku sama sekali tidak ingin menghiraukan Rowan dan langsung berjalan ke toko reparasi jam yang ada di samping.Aku mengeluarkan jam tanganku dan menyerahkannya kepada pemilik toko. "Halo, tolong perbaiki jam ini."Pemilik toko melihat jam itu, lalu tatapannya berubah menjadi lebih hormat. "Jam ini keluaran lama, jadi perlu suku cadang khusus untuk diperbaiki. Tunggu sebentar ya."Aku tidak menyangka reparasi jam saja bisa begitu rumit. Aku pun duduk di kursi empuk yang ada di samping. Begitu duduk, berbagai camilan dan buah dihidangkan di depanku. "Silakan, Bu."Aku hendak mengucapkan terima kasih, tetapi Rowan tiba-tiba datang dengan marah. "Inez!"Aku merasa heran
Namun, saat itu aku telah dibutakan oleh cinta sehingga mengabaikan nasihat Evelyn. Sekarang setelah dipikirkan kembali, kata-kata Evelyn ternyata benar. Rowan memang bajingan dan aku merasa sangat menyesal.Setelah tatapan Evelyn tidak begitu tajam lagi, aku meletakkan koperku dan duduk di ranjang. "Evelyn, yang kamu bilang benar. Rowan memang bajingan."Saat teringat pada semua pengorbananku untuk Rowan, hatiku terasa getir. Evelyn termangu sesaat melihat kesedihanku. Kemudian, dia segera turun dari ranjang dan menghampiri. "Ada apa?"Tatapannya dipenuhi kecemasan, membuat hatiku menghangat. Seketika, emosi yang kupendam akhirnya membeludak. Aku memberi tahu Evelyn semuanya."Rowan memang berengsek." Usai mendengar ceritaku, Evelyn menyeka air mataku. Sambil menahan amarah pada tatapannya, dia meneruskan, "Dia kira dia sudah hebat karena punya uang? Ayo, kita kasih dia pelajaran!"Aku segera menahan Evelyn dan berkata dengan terisak, "Evelyn, sekarang aku cuma ingin menjaga jarak dar
Aku mendengar suara yang sangat familier, lalu tanpa sadar menoleh. Itu adalah Aiden.Hari ini, Aiden mengenakan pakaian kasual yang jarang terlihat. Namun, karismanya tetap sangat kuat. Kepercayaan diri dan ketenangan yang dimilikinya membuat semua orang di sekitar terdiam.Aiden berjalan ke sisiku dengan perlahan. Saat melihat kalung di tangan Rowan, dia mengernyit dan mencela, "Keluarga Permono di Kota Shaka ... sudah jatuh miskin ya?"Kalimat yang dilontarkan dengan santai itu sontak membuat ekspresi Rowan berubah drastis.Di kampus, Rowan suka merendah tentang kekayaannya. Dia tidak pernah membahas latar belakang keluarganya, tetapi selalu mengenakan pakaian bermerek. Teman-teman bersimpati padanya juga karena tidak tahu siapa dia sebenarnya.Mendengar ucapan Aiden, beberapa teman yang merupakan penduduk asli Kota Shaka langsung mengernyit. "Keluarga Permono? Yang berkecimpung di industri elektronik itu, 'kan?"Wajah Rowan semakin pucat. Jika kalung ini dibawa oleh mahasiswa biasa
"Kamu ngapain? Aku masih harus kuliah!" Aku mengernyit.Di depan gerbang sekolah, terparkir sebuah mobil Bentley hitam dengan nomor plat mobil yang tampak sangat mencolok. Jelas sekali, itu adalah mobil Aiden.Aiden menarikku ke depan mobil, lalu berhenti dan menatapku dengan tatapan heran. "Dulu demi bocah Keluarga Permono itu, kamu sampai bolos dan bekerja paruh waktu. Saat itu kamu nggak merasa kuliah penting. Kenapa sekarang saat aku mencarimu, tiba-tiba kuliahmu jadi sangat penting?"Aiden membuka aibku dan membuatku semakin kesal."Masuk mobil dulu." Aiden tidak memberi kesempatan untuk menolak. Dia membuka pintu mobil dan menekan kepalaku, menyuruhku masuk ke kursi penumpang depan.Aku semakin gusar."Hm." Aiden membuka pintu pengemudi dan masuk, lalu melihatku yang cemberut. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengernyit. "Kamu marah karena aku mengganggu pengakuan cinta bocah itu?"Aku menarik napas dalam-dalam, agar tidak terlalu kesal terhadap Aiden."Kenapa kamu harus .
“Dasar berengsek!” Regan melangkah maju, lalu menampar Jonathan. “Sudah aku bilang berapa kali, ubah sikap hidung belangmu!”“Aku ….” Jonathan mengangkat kelopak matanya untuk menatapku. “Aku juga nggak tahu kalau dia itu adiknya Pak Aiden. Kalau Pak Aiden menikahi kakak, gimana kalau aku menikah dengan Bu Inez saja?”Ucapan yang dilontarkan Jonathan sangat mengejutkan. Hal itu membuat orang merasa benar-benar tidak berdaya, seakan-akan ingin menghajarnya. Namun, ketika kepikiran menghajarnya malah hanya akan berujung pada masalah hukum, semua orang pun mengurungkan niatnya untuk memukulnya.“Nggak boleh!” Empat suara terdengar serempak.“Kamu kira kamu siapa? Malah ingin menikahi adiknya Pak Aiden? Apa kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu?” Kening Regan berkerut.“Jonathan, bisa nggak kamu berpikir dulu sebelum bicara?” Risca sungguh kehabisan kata-kata.“Inez memang bukan adik kandungku, tapi aku sangat menjaganya.” Tiba-tiba Aiden mendekatiku. “Aku berharap dia bisa bersama orang y
“Siapa yang membuat cewek cantik bersedih?”Aku menoleh. Ketika melihat orang yang berjalan kemari, tiba-tiba aku merasa hidupku semakin terpuruk lagi.Malah ada Jonathan di sini, dia bagai seekor burung merak yang sedang mengepakkan sayapnya saja. Dia melangkah maju dengan penuh percaya diri, lalu berhenti di hadapanku. “Kenapa cewek secantik kamu malah bersedih?”Aku menatap gerakan mesum Jonathan dengan risi, tapi dia spontan tersenyum.Sepertinya pembagian gen ketiga anak Keluarga Kusnadi tidak merata. Risca pandai bersosialisasi, cerdas, dan cekatan. Bahkan Andre yang selalu diremehkan oleh mereka berdua, sebenarnya juga cukup cerdik. Satu-satunya yang berbeda itu adalah Jonathan, dia tidak ada bedanya dengan orang bodoh.Anthony mendekatiku dan mengulurkan tangannya berniat menyentuh wajahku. Aku segera menghindar ke belakang. Tatapanku penuh dengan rasa jijik. “Pak Anthony, tolong jaga sikapmu.”Jonathan gagal menyentuhku. Dia menatap tangannya yang berhenti di udara dengan terk
“Tentu saja.” Regan berkata dengan santai, “Keluarga Kusnadi sudah lama berkecimpung di dunia bisnis dan berhasil menjadi yang terdepan di industri ini berkat kekuatan kami. Aku tahu selama ini Pak Aiden selalu membeli bahan langka dari Negara Arkava dengan harga tinggi. Tapi kebetulan sekali, Grup Kusnadi juga memiliki material itu.”Darren yang duduk di sebelahku tiba-tiba tertawa kecil dengan nada mengejek. “Omong kosong!”“Kenapa?” Aku baru saja memasuki Grup Faslim, masih belum berhubungan soal suplai bahan.“Material langka yang kita beli memang hanya dimiliki Negara Arkava. Material-material ini justru dibutuhkan dalam riset kami. Oleh karena itu, setiap tahun kami harus membeli bahan baku senilai ratusan miliar dari Negara Arkava.”“Sebanyak itu?” Aku merasa syok.“Sudah tergolong sedikit.” Darren menurunkan kelopak matanya. “Orang-orang Negara Arkava itu benar-benar nggak punya prinsip dalam berbisnis. Mereka sering ingkar janji. Harga yang mereka berikan kepada kita bahkan 10
Aiden menjadi bintang utama dalam perjamuan malam ini. Regan terus menyanjungnya. Dia bertanya soal bisnis Aiden, lalu bertanya soal kehidupan pribadi Aiden. Hanya saja, tidak sekali pun dia mengungkit soal kerja sama.Aku dan Darren duduk di ujung, di area yang tidak diperhatikan orang-orang. Semuanya sungguh sesuai dengan harapanku. “Pak Aiden, kamu juga sudah nggak muda lagi. Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Regan secara tiba-tiba.Aku langsung menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengambil makanan. Aku ingin mendengar jawaban Aiden.Namun setelah menunggu beberapa saat, aku tidak dapat mendengar suara Aiden. Aku spontan mengangkat kepalaku ingin melihat ekspresinya.Siapa sangka, saat aku mengangkat kepalaku, kebetulan tatapanku berpapasan dengan tatapan Aiden. Pada saat itu, aku langsung menundukkan kepalaku. Pikiranku sangat kacau. Kenapa Aiden melihatku?Terlintas lagi masalah itu di benakku. Aku segera mengambil sepotong daging dan mengunyahnya, berlagak tidak mengeta
“Ergh ….” Kali ini Darren tidak mengedipkan matanya lagi. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menekan mode speaker. “Pak Aiden, apa … kamu sudah mendengarnya?”“Emm.” Terdengar suara tawa Aiden dari ujung telepon. “Nggak usah nyanyi ataupun nari, dia terlalu kaku. Nggak enak untuk dipandang.”Aku ….Aiden memang pintar dalam menyindir. Selalu saja bisa menusuk hatiku. Mulutnya memang berbisa sekali.“Nggak usah siapin apa-apa. Cukup datang menjemputku saja.” Setelah panggilan diakhiri, aku langsung melihat ke pria kurang ajar itu. “Darren!”Darren melepaskan headset bluetooth-nya, lalu segera melangkah mundur. “Semua ini bukan salahku. Aku sudah beri isyarat kepadamu. Kamu sendiri yang nggak tangkap.”Pada jam 7 esok pagi, aku sudah mempersiapkan diri untuk muncul di bandara Kota Manthana. Aku datang menjemput bosku dengan tidak puas.Aiden menggerek koper berwarna hitam, lalu melangkah kemari dengan santai.Ketika Aiden melewati sisiku, dia melepaskan kacamata hitamnya, lalu berkata, “S
Tatapanku tertuju pada diri Andre. Aku sedang berusaha mencari tahu bagaimana Andre yang sebenarnya.Mungkin tatapanku terlalu kelihatan. Tiba-tiba Andre menyembunyikan ekspresi percaya dirinya, melainkan menatapku dengan mencemberutkan wajahnya. “Inez, jangan-jangan … kamu merasa aku sangat menyeramkan?”“Kenapa?” Aku sungguh kaget dengan pemikiran Andre.“Emm ….” Andre bagai seorang pria yang sangat pemalu. Dia menggaruk kepalanya. “Kamu merasa aku itu bermuka 2.”Aku melihat sendiri bagaimana sosok Andre ditindas waktu itu. Jadi, aku pun merasa salut terhadap Andre.“Bagaimana mungkin?” Aku tersenyum tipis. “Aku hanya akan merasa kamu sangat pemberani.”Aku mengatakan dengan tulus, tetapi sepertinya Andre masih tidak percaya. Dia bertanya lagi, “Benarkah? Apa benar kamu merasa seperti itu? Inez, pemikiranmu sangat penting bagiku.”Lantaran sikap Andre terlalu ramah, aku pun merasa agak bingung. “Kenapa?”“Karena ….” Andre tersenyum dengan canggung. “Aku menganggapmu sebagai teman te
Senyuman di wajah Regan tidak kelihatan lagi. Dia menurunkan kelopak matanya. Setelah berpikir beberapa saat, dia mengangkat kepalanya untuk menatap kami. “Kalau begitu, aku terus terang saja sama kalian. Masalah ini masih bisa didiskusikan, tapi aku nggak ingin diskusi sama kalian. Kalau Pak Aiden bisa datang langsung ke sini dan aku bisa melihat ketulusan hati kalian, bisa jadi transaksi ini bisa dilanjutkan.”Sejak keluar dari ruangan Regan, suasana hatiku dan Darren terasa penat.“Untung saja ada kamu yang bertanya secara langsung, barulah kita tahu apa yang dia inginkan. Sebelumnya aku pernah berbicara beberapa kali dengan Pak Regan, tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan. Aku juga nggak tahu bagaimana menghadapinya lagi.”Ini pertama kalinya aku merasa kegagalan dalam pekerjaanku. Suasana hatiku juga tidak bagus. “Si Regan ini memang licik sekali.”“Semuanya juga tahu, tapi apa lagi yang bisa kita lakukan?” Darren menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada bercanda, “Kalau
Kedua mataku berkilauan. “Benarkah?”“Tentu saja benar.” Nada bicara Evelyn terdengar arogan. “Ibuku terus suruh aku pulang untuk mengunjunginya.”Saat penerbangan ke Kota Manthana, Darren menjelaskan secara ringkas mengenai kondisi di sana.“Sekarang satu-satunya yang bisa menyuplai bahan baku polimer yang kita butuhkan adalah Grup Kusnadi. Pemilik Grup Kusnadi, Regan Kusnadi, adalah target utama kunjungan kita kali ini.”Keluarga Kusnadi di Kota Manthana? Hatiku langsung berdebar. Tidakkah semuanya terlalu kebetulan?“Apa alasan rekan kerja sebelumnya nggak berhasil mendapatkan orderan?” tanya aku dengan nada menguji.“Kondisi agak rumit.” Darren mengerutkan sedikit keningnya. “Mengenai detailnya, aku juga belum mengatakannya dengan jelas, tapi ada yang bisa aku pastikan, Pak Regan sengaja persulit kita.”“Kenapa?” Aku merasa syok. “Bukannya kalau harganya cocok, transaksi bisa dijalankan?”“Dunia bisnis nggak segampang yang kamu kira.” Darren menghela napas. “Bahan baku polimer kita
“Kamu ….” Aku menatap ekspresi dingin di wajah Aiden. Tiba-tiba hatiku terasa penat. Aku juga tidak tahu ada apa dengan diriku, hanya saja aku malah ingin menangis.Aku membalikkan tubuhku berjalan meninggalkan ruangan Aiden. Aku berdiri di depan pintu sembari menarik napas dalam-dalam. Kemudian, aku melihat sekilas pintu ruangan yang sudah tertutup rapat.“Dasar manusia nggak punya hati!” sindir aku dengan nada sinis.Setelah kembali ke ruang kerjaku, suasana hatiku masih terasa tidak bagus. Hanya saja, rekan kerjaku malah kelihatan sangat bersemangat. “Astaga! Coba kalian lihat ada berita heboh apa hari ini!”“Apa?” Leila bagai takut ketinggalan berita saja, langsung berdiri di tempat.“Grup Canata bangkrut!”“Apa?” Kali ini, aku tidak bisa bersikap tenang lagi. Aku segera berjalan ke belakang Ariana, lalu menatap ke layar komputernya.“Grup Canata terungkap menjual produk nggak memenuhi standar. Selain itu, Lucas dari Grup Canata, membangun bisnisnya dengan dukungan istrinya. Sekara