Share

Bab 3

Penulis: Ayara
Aiden terkekeh sejenak, nada bicaranya menyiratkan ejekan, "Orang seperti itu saja bisa menarik perhatianmu? Benar-benar nggak punya otak. Di luar sana selama ini, kamu cuma bergaul sama orang-orang nggak jelas, sampai dipermainkan begini?"

Mendengar ucapannya, kepalaku berdengung seolah-olah akan meledak. Aiden ... sudah lama tahu tentang hubunganku dengan Rowan?

Kalau dipikir-pikir, memang masuk akal. Mereka berdua berasal dari lingkaran sosial yang sama, jadi tidak mengherankan jika Aiden bisa tahu.

Jadi, selama ini dia hanya diam dan menyaksikan dari jauh? Aku menatap matanya yang dingin dan tajam, hatiku terasa lebih dingin daripada sebelumnya.

Melihat keadaanku yang menyedihkan seperti ini, Aiden pasti merasa sangat puas, bukan?

Di matanya, aku mungkin sama seperti ibuku. Perempuan matre yang mencoba meraih status lebih tinggi. Dia bahkan mungkin berpikir aku akan tetap bersama Rowan karena mengetahui identitasnya dan menjadi seseorang yang terus-menerus memohon perhatiannya.

Tubuhku gemetar karena marah, tetapi aku tidak punya hak untuk menyalahkannya. Aiden bukan siapa-siapaku. Dia tidak punya kewajiban untuk mengingatkanku.

"Kalau aku bodoh, itu urusanku sendiri, nggak ada hubungannya sama kamu."

Suaraku sedikit gemetaran, dan entah kenapa, mataku mulai memerah. "Kalau Pak Aiden datang cuma untuk mentertawakanku ...."

Namun, sebelum aku selesai bicara, Aiden tiba-tiba mendekat. Aku refleks ingin mundur, tetapi dia sudah mencengkeram pergelangan tanganku.

"Aku nggak punya waktu luang untuk ketawain kamu," katanya dingin.

"Hanya saja, sebagai kakak, aku malu melihatmu membiarkan dirimu jadi begini. Lebih baik kamu kembali ke rumah. Setidaknya di sana, kamu nggak akan dipermainkan seperti orang bodoh."

Aku langsung melepaskan tangannya dengan kasar, suaraku gemetaran karena menahan emosi, "Apa yang aku lakukan, nggak ada hubungannya sama kamu!"

Aiden menatap tangannya yang kini kosong, sorot matanya semakin dingin. "Masih keras kepala, ya?"

Aku menarik napas dalam untuk menenangkan diri, meskipun kuku-kuku jariku sudah menancap dalam ke telapak tangan.

"Aku nggak keras kepala. Walaupun ibuku menikah ke Keluarga Faslim, aku nggak ada hubungan apa pun sama Keluarga Faslim ataupun sama kamu. Jadi, kamu nggak berhak ikut campur dalam urusanku."

"Aku ingin istirahat sekarang. Pak Aiden, silakan pergi. Biaya pengobatannya ... akan aku transfer nanti."

Aiden menatapku dengan dalam sejenak, lalu berkata singkat, "Oke."

Namun, tiba-tiba dia meraih ponselku. Sebelum aku sadar, dia sudah memindai wajahku untuk membuka kunci ponsel. Setelah itu, dia membuka aplikasi pesan dan menambahkan kontak dirinya sendiri.

Aku mengerutkan alis dan mencoba merebut kembali ponselku. "Kamu mau ngapain?"

Dengan ekspresi tenang, dia menjawab, "Bukannya kamu mau balikkan uangnya? Kalau nggak tambah kontakku, gimana kamu mau bayar? Tagihannya belum keluar."

Aku terdiam, tak mampu membalas ucapannya. Dengan kaku, aku mengambil kembali ponselku dan berkata datar, "Begitu tagihannya keluar, aku akan segera membayarmu."

Aiden hanya mengangguk tipis tanpa berkata apa pun lagi, lalu berbalik dan keluar dari kamar.

Setelah dia pergi, aku berusaha duduk dengan susah payah. Tiba-tiba, aku melihat sebuah jam tangan Patek Philippe tergeletak di meja samping tempat tidur. Tanpa perlu ditebak sekalipun, aku tahu itu milik Aiden.

Apa dia benar-benar seceroboh itu?

Aku mengirim pesan padanya melalui aplikasi untuk memintanya kembali mengambil jam itu, tetapi dia tidak membalas.

Aku terpaksa menyimpan jam tangan itu dulu. Benda ini terlalu berharga. Kalau sampai hilang, bahkan dengan menjual diriku sendiri pun tidak cukup untuk menggantinya.

Meskipun kondisi tubuhku belum sepenuhnya pulih, dokter mengatakan tidak ada masalah serius, jadi aku memutuskan untuk pulang siang itu setelah menyelesaikan administrasi rumah sakit.

Aku mentransfer jumlah tagihan sesuai rincian yang tertera kepada Aiden, lalu kembali ke apartemen.

Di ruang tamu, Rowan sedang bermain game.

Melihatku masuk, dia langsung menunjukkan ekspresi kesal. "Kamu ke mana semalam? Kerja lembur sampai semalaman nggak pulang?"

Tatapan kesal itu membuatku merasa geli. Dia sudah terang-terangan menyebut Venus sebagai pacarnya, tetapi masih berani mengatur ke mana aku pergi?

Aku tidak ingin berlama-lama terlibat dengannya. Dengan tegas, aku berkata, "Ini bukan urusanmu. Kita putus saja."

Rowan tertegun.

Aku pikir dia akan menyetujuinya dengan mudah. Namun tak disangka, dia malah mencengkeram tanganku dengan erat dan bertanya balik, "Kenapa?"

"Kamu merasa aku terlalu miskin, jadi nggak mau bersamaku lagi, 'kan?"

Rowan menatapku dengan dingin dan berbicara dengan jeda di setiap kata, "Inez, ternyata kamu benar-benar orang seperti itu. Awalnya aku pikir ...."

Aku melepaskan tangannya dengan paksa dan langsung menampar wajahnya dengan keras. "Awalnya kamu pikir aku akan terus dibodohi sama kamu, ya? Rowan, pewaris Keluarga Permono?"

Rowan menatapku dengan matanya terbelalak.

Aku mengeluarkan setumpuk uang yang dia berikan kemarin. Wajahku dingin saat melemparkannya ke arahnya.

Uang itu berhamburan ke lantai. Aku menatapnya tanpa berkedip. "Kenapa sekarang kamu nggak mau putus? Bukannya kemarin kamu bilang aku cuma bahan lelucon, nggak pantas untukmu?"

Melihat uang yang basah oleh noda air dan darah, wajah Rowan seketika menjadi pucat. "Pelayan kemarin ... itu kamu?"

Aku tersenyum sinis. "Ya, itu aku. Terima kasih atas kemurahan hati Tuan Permono. Tip untuk membeli teh susu itu cukup untuk gajiku selama sebulan kerja paruh waktu."

Rowan mengepalkan tinjunya dengan erat, tidak berkata sepatah kata pun.

Aku tidak ingin berbicara lebih banyak dengannya. Setelah meletakkan tasku, aku berbalik ke kamar untuk mengemas barang-barangku.

Apartemen ini memang aku yang menyewanya. Namun sekarang, aku merasa muak tinggal di sini bahkan untuk sedetik pun. Barang-barangku tidak banyak. Hanya dua koper yang penuh dan itu sudah cukup.

Namun, saat aku keluar dari kamar, aku melihat Rowan memegang jam tangan Patek Philippe yang tertinggal milik Aiden.

Saat mendengar aku keluar dari kamar, Rowan mendekat dengan membawa jam tangan itu. Matanya dipenuhi kemarahan. "Punya siapa jam tangan ini? Kenapa kamu bisa punya barang semahal ini? Siapa yang ngasih kamu?!"

Aku hanya merasa dia sudah kehilangan akal. "Kamu punya hak apa untuk interogasi aku?"

Matanya memerah, suaranya bergetar karena emosi. "Aku pacarmu! Aku belum setuju untuk putus!"

Aku melirik uang yang berserakan di lantai dan tersenyum sinis. "Kamu pacarku, lalu apa hubunganmu sama wanita semalam itu?"

"Sepatu pemberiannya kamu perlakukan seperti harta karun, sementara sepatuku kamu buang ke tempat sampah. Aku pikir kamu benar-benar mencintaiku dan ingin membangun keluarga bersamaku. Tapi ternyata, hubungan kita ini cuma sebuah permainan di matamu. Jadi, apa hakmu menyebut dirimu pacarku?"

Dada Rowan naik turun dan terdiam cukup lama.

Aku tidak ingin memperpanjang argumen ini. Aku melangkah maju dan mengambil jam tangan itu dari tangannya.

"Uang yang kuhabiskan untukmu selama bertahun-tahun, akan kubuatkan daftar rinciannya dan kirimkan padamu. Tolong cepat dilunasi, atau aku akan langsung menggugatmu."

Aku tahu aku tidak boleh membuang-buang waktu dengan orang seperti Rowan. Yang menyakitkan hanyalah pengorbananku selama bertahun-tahun yang terasa sia-sia.

Setelah menarik napas panjang, aku menarik koperku dan meninggalkan apartemen.

Awalnya, aku memilih lokasi apartemen ini karena akses transportasinya yang mudah dan demi kenyamanan Rowan. Namun sekarang, itu juga memudahkan aku untuk pergi. Setelah keluar, aku melambaikan tangan untuk menghentikan sebuah taksi.

Sopir menghentikan mobilnya di depanku dan bertanya, "Nona, mau ke mana?"

Mendengar pertanyaannya, aku terdiam sesaat.

Iya, ke mana aku akan pergi sekarang? Bertahun-tahun aku menghabiskan seluruh hidupku untuk Rowan. Kini setelah meninggalkan tempat ini, aku tidak tahu harus ke mana.

Pikiran itu membuatku merasa sedikit pedih.

"Antarkan aku ke hotel yang paling jauh," jawabku sambil memasukkan barang-barangku ke bagasi taksi. Aku hanya ingin menjauh dari tempat ini, menjauh dari orang seperti Rowan.

Namun, saat aku hendak membuka pintu dan naik ke mobil, Rowan muncul dengan mata memerah dan mengejarku. Dia membuka bagasi taksi dan mengeluarkan semua koperku.

Aku melihat tangannya sedikit bergetar saat dia mengangkat barang-barangku dan aku hanya bisa tertawa dingin dalam hati. Dia yang sebelumnya mempermainkanku seperti badut, sekarang tampak panik setelah aku memutuskan untuk pergi.

Orang seperti Rowan ... benar-benar sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ellen Yacob
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Neng Sri
sedih juga ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 4

    "Kalian ini sebenarnya ngapain?" Suara sopir taksi yang terdengar kesal menarikku keluar dari lamunanku. Aku mengerutkan kening menatap Rowan."Pak, kami nggak jadi pergi," kata Rowan sambil melambaikan tangan kepada sopir. Dengan santainya, dia mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan dan menyerahkannya kepada sopir, lalu menyuruhnya pergi."Apa maumu sebenarnya?" Aku menghela napas panjang. "Rowan, permainan ini sudah selesai.""Inez, aku ...." Rowan menatapku dengan mata yang sedikit memerah. Setelah lama terdiam dan tampak ragu, dia akhirnya berbicara dengan suara yang hampir tak terdengar, "Maaf. Aku nggak seharusnya mempermainkanmu begini. Aku cuma ... awalnya merasa ini menyenangkan. Aku tahu aku salah, tolong maafkan aku."Aku memandang wajahnya dengan saksama, mencoba menilai seberapa tulus ucapannya itu."Aku ngomong jujur," katanya seolah-olah tahu aku sedang meragukannya.Rowan mengira aku masih marah, sehingga dia langsung berbicara lebih serius. "Jangan pergi. Besok ak

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 5

    "Kenapa! Kenapa aku harus diperlakukan seperti ini?" Aku membiarkan hujan deras mengguyur tubuhku, seolah-olah ingin melampiaskan semua kekesalan yang terpendam di hatiku dan memberikan diriku kebebasan untuk sekali ini saja.Besok, setelah bangun, aku harus menjadi Inez yang baru.Setelah puas meluapkan emosi, pakaianku sudah basah kuyup dan kepalaku mulai terasa pusing. Aku mengusap air mata dari wajahku, lalu mengambil koperku dan bersiap mencari tempat untuk sementara waktu.Namun, saat aku berbalik, aku melihat sosok yang tidak asing berdiri tidak jauh dariku. Seorang pria dengan payung di tangannya menatapku dengan mata dingin.Orang itu adalah Aiden.Ditemukan dalam kondisi selemah ini oleh Aiden membuatku merasa malu sekaligus rendah diri. Aku mengambil koperku dan menundukkan kepala untuk berpura-pura tidak melihatnya.Jika Aiden tahu situasi, dia seharusnya membiarkanku lewat tanpa berkomentar apa pun. Namun, Aiden bukan tipe orang yang memahami situasi. Ketika aku melewatiny

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 6

    Rowan berucap dengan serius, "Jalan-jalan cuma habisin uang, mending nggak usah. Hemat sedikit deh, soalnya beberapa hari lagi aku mau beli sepatu baru."Di dalam hatiku, aku merasa getir dan konyol. Rowan sepertinya melihatku. Dia ragu sejenak, lalu akhirnya mendekatiku.Kini, aku merasa sial setiap kali melihatnya. Jadi, aku sama sekali tidak ingin menghiraukan Rowan dan langsung berjalan ke toko reparasi jam yang ada di samping.Aku mengeluarkan jam tanganku dan menyerahkannya kepada pemilik toko. "Halo, tolong perbaiki jam ini."Pemilik toko melihat jam itu, lalu tatapannya berubah menjadi lebih hormat. "Jam ini keluaran lama, jadi perlu suku cadang khusus untuk diperbaiki. Tunggu sebentar ya."Aku tidak menyangka reparasi jam saja bisa begitu rumit. Aku pun duduk di kursi empuk yang ada di samping. Begitu duduk, berbagai camilan dan buah dihidangkan di depanku. "Silakan, Bu."Aku hendak mengucapkan terima kasih, tetapi Rowan tiba-tiba datang dengan marah. "Inez!"Aku merasa heran

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 7

    Namun, saat itu aku telah dibutakan oleh cinta sehingga mengabaikan nasihat Evelyn. Sekarang setelah dipikirkan kembali, kata-kata Evelyn ternyata benar. Rowan memang bajingan dan aku merasa sangat menyesal.Setelah tatapan Evelyn tidak begitu tajam lagi, aku meletakkan koperku dan duduk di ranjang. "Evelyn, yang kamu bilang benar. Rowan memang bajingan."Saat teringat pada semua pengorbananku untuk Rowan, hatiku terasa getir. Evelyn termangu sesaat melihat kesedihanku. Kemudian, dia segera turun dari ranjang dan menghampiri. "Ada apa?"Tatapannya dipenuhi kecemasan, membuat hatiku menghangat. Seketika, emosi yang kupendam akhirnya membeludak. Aku memberi tahu Evelyn semuanya."Rowan memang berengsek." Usai mendengar ceritaku, Evelyn menyeka air mataku. Sambil menahan amarah pada tatapannya, dia meneruskan, "Dia kira dia sudah hebat karena punya uang? Ayo, kita kasih dia pelajaran!"Aku segera menahan Evelyn dan berkata dengan terisak, "Evelyn, sekarang aku cuma ingin menjaga jarak dar

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 8

    Aku mendengar suara yang sangat familier, lalu tanpa sadar menoleh. Itu adalah Aiden.Hari ini, Aiden mengenakan pakaian kasual yang jarang terlihat. Namun, karismanya tetap sangat kuat. Kepercayaan diri dan ketenangan yang dimilikinya membuat semua orang di sekitar terdiam.Aiden berjalan ke sisiku dengan perlahan. Saat melihat kalung di tangan Rowan, dia mengernyit dan mencela, "Keluarga Permono di Kota Shaka ... sudah jatuh miskin ya?"Kalimat yang dilontarkan dengan santai itu sontak membuat ekspresi Rowan berubah drastis.Di kampus, Rowan suka merendah tentang kekayaannya. Dia tidak pernah membahas latar belakang keluarganya, tetapi selalu mengenakan pakaian bermerek. Teman-teman bersimpati padanya juga karena tidak tahu siapa dia sebenarnya.Mendengar ucapan Aiden, beberapa teman yang merupakan penduduk asli Kota Shaka langsung mengernyit. "Keluarga Permono? Yang berkecimpung di industri elektronik itu, 'kan?"Wajah Rowan semakin pucat. Jika kalung ini dibawa oleh mahasiswa biasa

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 9

    "Kamu ngapain? Aku masih harus kuliah!" Aku mengernyit.Di depan gerbang sekolah, terparkir sebuah mobil Bentley hitam dengan nomor plat mobil yang tampak sangat mencolok. Jelas sekali, itu adalah mobil Aiden.Aiden menarikku ke depan mobil, lalu berhenti dan menatapku dengan tatapan heran. "Dulu demi bocah Keluarga Permono itu, kamu sampai bolos dan bekerja paruh waktu. Saat itu kamu nggak merasa kuliah penting. Kenapa sekarang saat aku mencarimu, tiba-tiba kuliahmu jadi sangat penting?"Aiden membuka aibku dan membuatku semakin kesal."Masuk mobil dulu." Aiden tidak memberi kesempatan untuk menolak. Dia membuka pintu mobil dan menekan kepalaku, menyuruhku masuk ke kursi penumpang depan.Aku semakin gusar."Hm." Aiden membuka pintu pengemudi dan masuk, lalu melihatku yang cemberut. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengernyit. "Kamu marah karena aku mengganggu pengakuan cinta bocah itu?"Aku menarik napas dalam-dalam, agar tidak terlalu kesal terhadap Aiden."Kenapa kamu harus .

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 10

    Saat lampu lalu lintas berwarna merah, Aiden berhenti dan menatapku. "Bukan pergi ke rumah Keluarga Faslim, tapi pulang. Aku nggak akan kasih tahu kamu. Kamu harus lihat sendiri."Jika Aiden sudah membuat keputusan, tidak ada yang bisa mengubahnya. Dari kecil, dia memang seperti itu. Jadi, aku hanya bisa diam.Mobil berhenti di depan vila Keluarga Faslim, tetapi hatiku sangat menolak untuk turun, apalagi memasuki vila ini."Dulu, kita paling suka bermain di halaman rumput ini," kata Aiden tiba-tiba.Aku menatap halaman rumput di depan vila. Ayah Aiden, ayah tiriku, sangat memperhatikan halaman ini. Halaman ini selalu dirawat oleh staf profesional. Karena sekarang musim panas, halaman ini tampak sangat subur.Melalui jendela mobil, aku seperti bisa melihat dua anak kecil di halaman rumput itu. Anak laki-laki itu adalah Aiden yang selalu bersikap nakal, sedangkan anak perempuan itu adalah aku yang selalu mengikuti Aiden.Mengingat masa-masa itu, sudut bibirku tak kuasa tersungging. Aku p

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 11

    Air mata mulai menggenang di mata ibuku. "Tentang apa yang terjadi dulu ... aku juga bersalah. Aku tinggal di sini ... karena ingin menebus kesalahanku."Aku tidak tahu harus berkata apa."Ibu." Aku meninggikan suaraku. "Kenapa harus repot-repot begini? Ada nggak sih orang di Keluarga Faslim yang peduli sama kamu?""Pamanmu sebenarnya cukup baik padaku. Kak Martha dan yang lainnya juga baik." Air mata ibuku akhirnya jatuh. "Inez, kamu dan ... Aiden masih sama seperti dulu?"Aku menelan ludah dengan susah payah, lalu perlahan-lahan membuka mataku. Aku tidak sanggup mengkritik ibuku. Aku tahu hidupnya di Keluarga Faslim bukan sebagai seorang istri yang dimanjakan, tetapi aku juga tak bisa memahaminya."Aiden dan aku bukan keluarga." Aku bangkit. "Ibu, jaga dirimu."Aku berbalik dan hendak pergi."Inez," panggil ibuku tiba-tiba."Kalau ada waktu, datang lagi ya." Matanya merah. "Bagaimanapun, kita ini keluarga."Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya hanya diam dan keluar dari kama

Bab terbaru

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 100

    “Dasar berengsek!” Regan melangkah maju, lalu menampar Jonathan. “Sudah aku bilang berapa kali, ubah sikap hidung belangmu!”“Aku ….” Jonathan mengangkat kelopak matanya untuk menatapku. “Aku juga nggak tahu kalau dia itu adiknya Pak Aiden. Kalau Pak Aiden menikahi kakak, gimana kalau aku menikah dengan Bu Inez saja?”Ucapan yang dilontarkan Jonathan sangat mengejutkan. Hal itu membuat orang merasa benar-benar tidak berdaya, seakan-akan ingin menghajarnya. Namun, ketika kepikiran menghajarnya malah hanya akan berujung pada masalah hukum, semua orang pun mengurungkan niatnya untuk memukulnya.“Nggak boleh!” Empat suara terdengar serempak.“Kamu kira kamu siapa? Malah ingin menikahi adiknya Pak Aiden? Apa kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu?” Kening Regan berkerut.“Jonathan, bisa nggak kamu berpikir dulu sebelum bicara?” Risca sungguh kehabisan kata-kata.“Inez memang bukan adik kandungku, tapi aku sangat menjaganya.” Tiba-tiba Aiden mendekatiku. “Aku berharap dia bisa bersama orang y

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 99

    “Siapa yang membuat cewek cantik bersedih?”Aku menoleh. Ketika melihat orang yang berjalan kemari, tiba-tiba aku merasa hidupku semakin terpuruk lagi.Malah ada Jonathan di sini, dia bagai seekor burung merak yang sedang mengepakkan sayapnya saja. Dia melangkah maju dengan penuh percaya diri, lalu berhenti di hadapanku. “Kenapa cewek secantik kamu malah bersedih?”Aku menatap gerakan mesum Jonathan dengan risi, tapi dia spontan tersenyum.Sepertinya pembagian gen ketiga anak Keluarga Kusnadi tidak merata. Risca pandai bersosialisasi, cerdas, dan cekatan. Bahkan Andre yang selalu diremehkan oleh mereka berdua, sebenarnya juga cukup cerdik. Satu-satunya yang berbeda itu adalah Jonathan, dia tidak ada bedanya dengan orang bodoh.Anthony mendekatiku dan mengulurkan tangannya berniat menyentuh wajahku. Aku segera menghindar ke belakang. Tatapanku penuh dengan rasa jijik. “Pak Anthony, tolong jaga sikapmu.”Jonathan gagal menyentuhku. Dia menatap tangannya yang berhenti di udara dengan terk

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 98

    “Tentu saja.” Regan berkata dengan santai, “Keluarga Kusnadi sudah lama berkecimpung di dunia bisnis dan berhasil menjadi yang terdepan di industri ini berkat kekuatan kami. Aku tahu selama ini Pak Aiden selalu membeli bahan langka dari Negara Arkava dengan harga tinggi. Tapi kebetulan sekali, Grup Kusnadi juga memiliki material itu.”Darren yang duduk di sebelahku tiba-tiba tertawa kecil dengan nada mengejek. “Omong kosong!”“Kenapa?” Aku baru saja memasuki Grup Faslim, masih belum berhubungan soal suplai bahan.“Material langka yang kita beli memang hanya dimiliki Negara Arkava. Material-material ini justru dibutuhkan dalam riset kami. Oleh karena itu, setiap tahun kami harus membeli bahan baku senilai ratusan miliar dari Negara Arkava.”“Sebanyak itu?” Aku merasa syok.“Sudah tergolong sedikit.” Darren menurunkan kelopak matanya. “Orang-orang Negara Arkava itu benar-benar nggak punya prinsip dalam berbisnis. Mereka sering ingkar janji. Harga yang mereka berikan kepada kita bahkan 10

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 97

    Aiden menjadi bintang utama dalam perjamuan malam ini. Regan terus menyanjungnya. Dia bertanya soal bisnis Aiden, lalu bertanya soal kehidupan pribadi Aiden. Hanya saja, tidak sekali pun dia mengungkit soal kerja sama.Aku dan Darren duduk di ujung, di area yang tidak diperhatikan orang-orang. Semuanya sungguh sesuai dengan harapanku. “Pak Aiden, kamu juga sudah nggak muda lagi. Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Regan secara tiba-tiba.Aku langsung menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengambil makanan. Aku ingin mendengar jawaban Aiden.Namun setelah menunggu beberapa saat, aku tidak dapat mendengar suara Aiden. Aku spontan mengangkat kepalaku ingin melihat ekspresinya.Siapa sangka, saat aku mengangkat kepalaku, kebetulan tatapanku berpapasan dengan tatapan Aiden. Pada saat itu, aku langsung menundukkan kepalaku. Pikiranku sangat kacau. Kenapa Aiden melihatku?Terlintas lagi masalah itu di benakku. Aku segera mengambil sepotong daging dan mengunyahnya, berlagak tidak mengeta

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 96

    “Ergh ….” Kali ini Darren tidak mengedipkan matanya lagi. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menekan mode speaker. “Pak Aiden, apa … kamu sudah mendengarnya?”“Emm.” Terdengar suara tawa Aiden dari ujung telepon. “Nggak usah nyanyi ataupun nari, dia terlalu kaku. Nggak enak untuk dipandang.”Aku ….Aiden memang pintar dalam menyindir. Selalu saja bisa menusuk hatiku. Mulutnya memang berbisa sekali.“Nggak usah siapin apa-apa. Cukup datang menjemputku saja.” Setelah panggilan diakhiri, aku langsung melihat ke pria kurang ajar itu. “Darren!”Darren melepaskan headset bluetooth-nya, lalu segera melangkah mundur. “Semua ini bukan salahku. Aku sudah beri isyarat kepadamu. Kamu sendiri yang nggak tangkap.”Pada jam 7 esok pagi, aku sudah mempersiapkan diri untuk muncul di bandara Kota Manthana. Aku datang menjemput bosku dengan tidak puas.Aiden menggerek koper berwarna hitam, lalu melangkah kemari dengan santai.Ketika Aiden melewati sisiku, dia melepaskan kacamata hitamnya, lalu berkata, “S

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 95

    Tatapanku tertuju pada diri Andre. Aku sedang berusaha mencari tahu bagaimana Andre yang sebenarnya.Mungkin tatapanku terlalu kelihatan. Tiba-tiba Andre menyembunyikan ekspresi percaya dirinya, melainkan menatapku dengan mencemberutkan wajahnya. “Inez, jangan-jangan … kamu merasa aku sangat menyeramkan?”“Kenapa?” Aku sungguh kaget dengan pemikiran Andre.“Emm ….” Andre bagai seorang pria yang sangat pemalu. Dia menggaruk kepalanya. “Kamu merasa aku itu bermuka 2.”Aku melihat sendiri bagaimana sosok Andre ditindas waktu itu. Jadi, aku pun merasa salut terhadap Andre.“Bagaimana mungkin?” Aku tersenyum tipis. “Aku hanya akan merasa kamu sangat pemberani.”Aku mengatakan dengan tulus, tetapi sepertinya Andre masih tidak percaya. Dia bertanya lagi, “Benarkah? Apa benar kamu merasa seperti itu? Inez, pemikiranmu sangat penting bagiku.”Lantaran sikap Andre terlalu ramah, aku pun merasa agak bingung. “Kenapa?”“Karena ….” Andre tersenyum dengan canggung. “Aku menganggapmu sebagai teman te

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 94

    Senyuman di wajah Regan tidak kelihatan lagi. Dia menurunkan kelopak matanya. Setelah berpikir beberapa saat, dia mengangkat kepalanya untuk menatap kami. “Kalau begitu, aku terus terang saja sama kalian. Masalah ini masih bisa didiskusikan, tapi aku nggak ingin diskusi sama kalian. Kalau Pak Aiden bisa datang langsung ke sini dan aku bisa melihat ketulusan hati kalian, bisa jadi transaksi ini bisa dilanjutkan.”Sejak keluar dari ruangan Regan, suasana hatiku dan Darren terasa penat.“Untung saja ada kamu yang bertanya secara langsung, barulah kita tahu apa yang dia inginkan. Sebelumnya aku pernah berbicara beberapa kali dengan Pak Regan, tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan. Aku juga nggak tahu bagaimana menghadapinya lagi.”Ini pertama kalinya aku merasa kegagalan dalam pekerjaanku. Suasana hatiku juga tidak bagus. “Si Regan ini memang licik sekali.”“Semuanya juga tahu, tapi apa lagi yang bisa kita lakukan?” Darren menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada bercanda, “Kalau

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 93

    Kedua mataku berkilauan. “Benarkah?”“Tentu saja benar.” Nada bicara Evelyn terdengar arogan. “Ibuku terus suruh aku pulang untuk mengunjunginya.”Saat penerbangan ke Kota Manthana, Darren menjelaskan secara ringkas mengenai kondisi di sana.“Sekarang satu-satunya yang bisa menyuplai bahan baku polimer yang kita butuhkan adalah Grup Kusnadi. Pemilik Grup Kusnadi, Regan Kusnadi, adalah target utama kunjungan kita kali ini.”Keluarga Kusnadi di Kota Manthana? Hatiku langsung berdebar. Tidakkah semuanya terlalu kebetulan?“Apa alasan rekan kerja sebelumnya nggak berhasil mendapatkan orderan?” tanya aku dengan nada menguji.“Kondisi agak rumit.” Darren mengerutkan sedikit keningnya. “Mengenai detailnya, aku juga belum mengatakannya dengan jelas, tapi ada yang bisa aku pastikan, Pak Regan sengaja persulit kita.”“Kenapa?” Aku merasa syok. “Bukannya kalau harganya cocok, transaksi bisa dijalankan?”“Dunia bisnis nggak segampang yang kamu kira.” Darren menghela napas. “Bahan baku polimer kita

  • ⁠Kakak Tiriku Jadi Pacarku   Bab 92

    “Kamu ….” Aku menatap ekspresi dingin di wajah Aiden. Tiba-tiba hatiku terasa penat. Aku juga tidak tahu ada apa dengan diriku, hanya saja aku malah ingin menangis.Aku membalikkan tubuhku berjalan meninggalkan ruangan Aiden. Aku berdiri di depan pintu sembari menarik napas dalam-dalam. Kemudian, aku melihat sekilas pintu ruangan yang sudah tertutup rapat.“Dasar manusia nggak punya hati!” sindir aku dengan nada sinis.Setelah kembali ke ruang kerjaku, suasana hatiku masih terasa tidak bagus. Hanya saja, rekan kerjaku malah kelihatan sangat bersemangat. “Astaga! Coba kalian lihat ada berita heboh apa hari ini!”“Apa?” Leila bagai takut ketinggalan berita saja, langsung berdiri di tempat.“Grup Canata bangkrut!”“Apa?” Kali ini, aku tidak bisa bersikap tenang lagi. Aku segera berjalan ke belakang Ariana, lalu menatap ke layar komputernya.“Grup Canata terungkap menjual produk nggak memenuhi standar. Selain itu, Lucas dari Grup Canata, membangun bisnisnya dengan dukungan istrinya. Sekara

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status