Namun, saat itu aku telah dibutakan oleh cinta sehingga mengabaikan nasihat Evelyn. Sekarang setelah dipikirkan kembali, kata-kata Evelyn ternyata benar. Rowan memang bajingan dan aku merasa sangat menyesal.Setelah tatapan Evelyn tidak begitu tajam lagi, aku meletakkan koperku dan duduk di ranjang. "Evelyn, yang kamu bilang benar. Rowan memang bajingan."Saat teringat pada semua pengorbananku untuk Rowan, hatiku terasa getir. Evelyn termangu sesaat melihat kesedihanku. Kemudian, dia segera turun dari ranjang dan menghampiri. "Ada apa?"Tatapannya dipenuhi kecemasan, membuat hatiku menghangat. Seketika, emosi yang kupendam akhirnya membeludak. Aku memberi tahu Evelyn semuanya."Rowan memang berengsek." Usai mendengar ceritaku, Evelyn menyeka air mataku. Sambil menahan amarah pada tatapannya, dia meneruskan, "Dia kira dia sudah hebat karena punya uang? Ayo, kita kasih dia pelajaran!"Aku segera menahan Evelyn dan berkata dengan terisak, "Evelyn, sekarang aku cuma ingin menjaga jarak dar
Aku mendengar suara yang sangat familier, lalu tanpa sadar menoleh. Itu adalah Aiden.Hari ini, Aiden mengenakan pakaian kasual yang jarang terlihat. Namun, karismanya tetap sangat kuat. Kepercayaan diri dan ketenangan yang dimilikinya membuat semua orang di sekitar terdiam.Aiden berjalan ke sisiku dengan perlahan. Saat melihat kalung di tangan Rowan, dia mengernyit dan mencela, "Keluarga Permono di Kota Shaka ... sudah jatuh miskin ya?"Kalimat yang dilontarkan dengan santai itu sontak membuat ekspresi Rowan berubah drastis.Di kampus, Rowan suka merendah tentang kekayaannya. Dia tidak pernah membahas latar belakang keluarganya, tetapi selalu mengenakan pakaian bermerek. Teman-teman bersimpati padanya juga karena tidak tahu siapa dia sebenarnya.Mendengar ucapan Aiden, beberapa teman yang merupakan penduduk asli Kota Shaka langsung mengernyit. "Keluarga Permono? Yang berkecimpung di industri elektronik itu, 'kan?"Wajah Rowan semakin pucat. Jika kalung ini dibawa oleh mahasiswa biasa
"Kamu ngapain? Aku masih harus kuliah!" Aku mengernyit.Di depan gerbang sekolah, terparkir sebuah mobil Bentley hitam dengan nomor plat mobil yang tampak sangat mencolok. Jelas sekali, itu adalah mobil Aiden.Aiden menarikku ke depan mobil, lalu berhenti dan menatapku dengan tatapan heran. "Dulu demi bocah Keluarga Permono itu, kamu sampai bolos dan bekerja paruh waktu. Saat itu kamu nggak merasa kuliah penting. Kenapa sekarang saat aku mencarimu, tiba-tiba kuliahmu jadi sangat penting?"Aiden membuka aibku dan membuatku semakin kesal."Masuk mobil dulu." Aiden tidak memberi kesempatan untuk menolak. Dia membuka pintu mobil dan menekan kepalaku, menyuruhku masuk ke kursi penumpang depan.Aku semakin gusar."Hm." Aiden membuka pintu pengemudi dan masuk, lalu melihatku yang cemberut. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengernyit. "Kamu marah karena aku mengganggu pengakuan cinta bocah itu?"Aku menarik napas dalam-dalam, agar tidak terlalu kesal terhadap Aiden."Kenapa kamu harus .
Saat lampu lalu lintas berwarna merah, Aiden berhenti dan menatapku. "Bukan pergi ke rumah Keluarga Faslim, tapi pulang. Aku nggak akan kasih tahu kamu. Kamu harus lihat sendiri."Jika Aiden sudah membuat keputusan, tidak ada yang bisa mengubahnya. Dari kecil, dia memang seperti itu. Jadi, aku hanya bisa diam.Mobil berhenti di depan vila Keluarga Faslim, tetapi hatiku sangat menolak untuk turun, apalagi memasuki vila ini."Dulu, kita paling suka bermain di halaman rumput ini," kata Aiden tiba-tiba.Aku menatap halaman rumput di depan vila. Ayah Aiden, ayah tiriku, sangat memperhatikan halaman ini. Halaman ini selalu dirawat oleh staf profesional. Karena sekarang musim panas, halaman ini tampak sangat subur.Melalui jendela mobil, aku seperti bisa melihat dua anak kecil di halaman rumput itu. Anak laki-laki itu adalah Aiden yang selalu bersikap nakal, sedangkan anak perempuan itu adalah aku yang selalu mengikuti Aiden.Mengingat masa-masa itu, sudut bibirku tak kuasa tersungging. Aku p
Air mata mulai menggenang di mata ibuku. "Tentang apa yang terjadi dulu ... aku juga bersalah. Aku tinggal di sini ... karena ingin menebus kesalahanku."Aku tidak tahu harus berkata apa."Ibu." Aku meninggikan suaraku. "Kenapa harus repot-repot begini? Ada nggak sih orang di Keluarga Faslim yang peduli sama kamu?""Pamanmu sebenarnya cukup baik padaku. Kak Martha dan yang lainnya juga baik." Air mata ibuku akhirnya jatuh. "Inez, kamu dan ... Aiden masih sama seperti dulu?"Aku menelan ludah dengan susah payah, lalu perlahan-lahan membuka mataku. Aku tidak sanggup mengkritik ibuku. Aku tahu hidupnya di Keluarga Faslim bukan sebagai seorang istri yang dimanjakan, tetapi aku juga tak bisa memahaminya."Aiden dan aku bukan keluarga." Aku bangkit. "Ibu, jaga dirimu."Aku berbalik dan hendak pergi."Inez," panggil ibuku tiba-tiba."Kalau ada waktu, datang lagi ya." Matanya merah. "Bagaimanapun, kita ini keluarga."Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya hanya diam dan keluar dari kama
Dari ucapan Raffi, sepertinya alasan Aiden pindah dan tidak pulang karena aku tidak pulang?Namun, bagaimana bisa seperti itu? Saat kecil, Aiden berkali-kali mengatakan bahwa dia tidak suka padaku, tidak suka aku menjadi adik perempuannya.Aku perlahan-lahan menunduk. "Paman, mungkin kamu salah paham. Aiden ... Aiden nggak terlalu dekat denganku. Dia nggak mungkin dengar omonganku."Raffi tidak menyerah. "Coba saja, aku cuma mau kamu coba. Walau dia nggak pulang, aku tahu ini nggak ada hubungannya sama kamu."Aku mengerutkan alisku dan hendak menolak dengan serius. Namun, saat mendongak dan menatap Raffi, aku tiba-tiba ragu.Raffi yang dulu selalu tampak bijak, kompeten, dan rambutnya selalu tertata rapi, kini sudah tampak lebih tua.Rambut di pelipisnya sudah beruban, matanya tampak keruh serta dipenuhi harapan dan keinginan. Di depanku sekarang bukan lagi Raffi yang ada di dunia bisnis, melainkan seorang pria yang berharap anaknya pulang ke rumah.Kata-kata yang hampir keluar dari mu
"Kamu masih berani tanya aku?" Tanpa disangka, alis Aiden semakin berkerut. Tatapannya terlihat dipenuhi keluhan saat menatapku. "Kenapa kamu sendiri nggak pulang? Ibumu juga sangat cemas padamu."Hatiku tersentak, sepertinya pertanyaan itu tidak perlu dipikirkan lagi. "Aku nggak pulang karena aku bukan anak Keluarga Faslim, tempat itu bukan rumahku."Di dalam mobil, suasana menjadi hening kembali. Ketika mobil tiba di depan gerbang kampus, aku membuka sabuk pengaman dan berniat untuk turun. Namun, Aiden tiba-tiba memanggilku."Kalau kamu merasa masalahnya hanya soal marga, kamu boleh ganti margamu jadi Faslim." Nada bicara Aiden sangat serius, tidak ada gurauan sedikit pun.Aku menoleh sekilas ke arahnya tanpa berkata apa-apa. Kemudian, aku hanya membawa barang-barangku dan pergi.Aiden sepertinya semakin bodoh saja. Apakah ini hanya masalah marga? Kalau dia sebodoh itu, mungkin perusahaannya akan segera bangkrut.Sambil terus mengeluh tentang Aiden dalam hati, aku membuka pintu asram
Aku benar-benar tidak mengerti dengan tingkah aneh Aiden belakangan ini.Aiden ... belakangan ini memang terasa agak aneh. Setelah aku benar-benar putus dengan Rowan, dia tiba-tiba muncul untuk mentertawakanku dan menyuruhku memperbaiki jam tangannya, seolah-olah ingin mempermainkanku. Kemudian, di depan banyak orang dia menyebutku sebagai putri Keluarga Faslim.Yang lebih membingungkan adalah ucapan-ucapannya saat mengantarku pulang kemarin.Mengingat keanehan Aiden, aku merasa merinding. Namun, Evelyn masih menungguku memberikan penjelasan mengapa Aiden bertingkah seperti itu."Mungkin dia ...." Setelah berpikir lama, aku akhirnya mengutarakan dugaanku. "Mungkin kepalanya pernah terjepit pintu, jadi agak nggak normal.""Apa?" Evelyn menatapku dengan ekspresi terkejut."Maksudku, mungkin Aiden belakangan ini sedang agak nggak waras. Kalau nanti dia sudah sadar, semuanya akan kembali normal."Aiden mungkin sangat membenciku. Keanehannya selama beberapa hari terakhir ini, menurutku, han
“Dasar berengsek!” Regan melangkah maju, lalu menampar Jonathan. “Sudah aku bilang berapa kali, ubah sikap hidung belangmu!”“Aku ….” Jonathan mengangkat kelopak matanya untuk menatapku. “Aku juga nggak tahu kalau dia itu adiknya Pak Aiden. Kalau Pak Aiden menikahi kakak, gimana kalau aku menikah dengan Bu Inez saja?”Ucapan yang dilontarkan Jonathan sangat mengejutkan. Hal itu membuat orang merasa benar-benar tidak berdaya, seakan-akan ingin menghajarnya. Namun, ketika kepikiran menghajarnya malah hanya akan berujung pada masalah hukum, semua orang pun mengurungkan niatnya untuk memukulnya.“Nggak boleh!” Empat suara terdengar serempak.“Kamu kira kamu siapa? Malah ingin menikahi adiknya Pak Aiden? Apa kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu?” Kening Regan berkerut.“Jonathan, bisa nggak kamu berpikir dulu sebelum bicara?” Risca sungguh kehabisan kata-kata.“Inez memang bukan adik kandungku, tapi aku sangat menjaganya.” Tiba-tiba Aiden mendekatiku. “Aku berharap dia bisa bersama orang y
“Siapa yang membuat cewek cantik bersedih?”Aku menoleh. Ketika melihat orang yang berjalan kemari, tiba-tiba aku merasa hidupku semakin terpuruk lagi.Malah ada Jonathan di sini, dia bagai seekor burung merak yang sedang mengepakkan sayapnya saja. Dia melangkah maju dengan penuh percaya diri, lalu berhenti di hadapanku. “Kenapa cewek secantik kamu malah bersedih?”Aku menatap gerakan mesum Jonathan dengan risi, tapi dia spontan tersenyum.Sepertinya pembagian gen ketiga anak Keluarga Kusnadi tidak merata. Risca pandai bersosialisasi, cerdas, dan cekatan. Bahkan Andre yang selalu diremehkan oleh mereka berdua, sebenarnya juga cukup cerdik. Satu-satunya yang berbeda itu adalah Jonathan, dia tidak ada bedanya dengan orang bodoh.Anthony mendekatiku dan mengulurkan tangannya berniat menyentuh wajahku. Aku segera menghindar ke belakang. Tatapanku penuh dengan rasa jijik. “Pak Anthony, tolong jaga sikapmu.”Jonathan gagal menyentuhku. Dia menatap tangannya yang berhenti di udara dengan terk
“Tentu saja.” Regan berkata dengan santai, “Keluarga Kusnadi sudah lama berkecimpung di dunia bisnis dan berhasil menjadi yang terdepan di industri ini berkat kekuatan kami. Aku tahu selama ini Pak Aiden selalu membeli bahan langka dari Negara Arkava dengan harga tinggi. Tapi kebetulan sekali, Grup Kusnadi juga memiliki material itu.”Darren yang duduk di sebelahku tiba-tiba tertawa kecil dengan nada mengejek. “Omong kosong!”“Kenapa?” Aku baru saja memasuki Grup Faslim, masih belum berhubungan soal suplai bahan.“Material langka yang kita beli memang hanya dimiliki Negara Arkava. Material-material ini justru dibutuhkan dalam riset kami. Oleh karena itu, setiap tahun kami harus membeli bahan baku senilai ratusan miliar dari Negara Arkava.”“Sebanyak itu?” Aku merasa syok.“Sudah tergolong sedikit.” Darren menurunkan kelopak matanya. “Orang-orang Negara Arkava itu benar-benar nggak punya prinsip dalam berbisnis. Mereka sering ingkar janji. Harga yang mereka berikan kepada kita bahkan 10
Aiden menjadi bintang utama dalam perjamuan malam ini. Regan terus menyanjungnya. Dia bertanya soal bisnis Aiden, lalu bertanya soal kehidupan pribadi Aiden. Hanya saja, tidak sekali pun dia mengungkit soal kerja sama.Aku dan Darren duduk di ujung, di area yang tidak diperhatikan orang-orang. Semuanya sungguh sesuai dengan harapanku. “Pak Aiden, kamu juga sudah nggak muda lagi. Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Regan secara tiba-tiba.Aku langsung menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengambil makanan. Aku ingin mendengar jawaban Aiden.Namun setelah menunggu beberapa saat, aku tidak dapat mendengar suara Aiden. Aku spontan mengangkat kepalaku ingin melihat ekspresinya.Siapa sangka, saat aku mengangkat kepalaku, kebetulan tatapanku berpapasan dengan tatapan Aiden. Pada saat itu, aku langsung menundukkan kepalaku. Pikiranku sangat kacau. Kenapa Aiden melihatku?Terlintas lagi masalah itu di benakku. Aku segera mengambil sepotong daging dan mengunyahnya, berlagak tidak mengeta
“Ergh ….” Kali ini Darren tidak mengedipkan matanya lagi. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menekan mode speaker. “Pak Aiden, apa … kamu sudah mendengarnya?”“Emm.” Terdengar suara tawa Aiden dari ujung telepon. “Nggak usah nyanyi ataupun nari, dia terlalu kaku. Nggak enak untuk dipandang.”Aku ….Aiden memang pintar dalam menyindir. Selalu saja bisa menusuk hatiku. Mulutnya memang berbisa sekali.“Nggak usah siapin apa-apa. Cukup datang menjemputku saja.” Setelah panggilan diakhiri, aku langsung melihat ke pria kurang ajar itu. “Darren!”Darren melepaskan headset bluetooth-nya, lalu segera melangkah mundur. “Semua ini bukan salahku. Aku sudah beri isyarat kepadamu. Kamu sendiri yang nggak tangkap.”Pada jam 7 esok pagi, aku sudah mempersiapkan diri untuk muncul di bandara Kota Manthana. Aku datang menjemput bosku dengan tidak puas.Aiden menggerek koper berwarna hitam, lalu melangkah kemari dengan santai.Ketika Aiden melewati sisiku, dia melepaskan kacamata hitamnya, lalu berkata, “S
Tatapanku tertuju pada diri Andre. Aku sedang berusaha mencari tahu bagaimana Andre yang sebenarnya.Mungkin tatapanku terlalu kelihatan. Tiba-tiba Andre menyembunyikan ekspresi percaya dirinya, melainkan menatapku dengan mencemberutkan wajahnya. “Inez, jangan-jangan … kamu merasa aku sangat menyeramkan?”“Kenapa?” Aku sungguh kaget dengan pemikiran Andre.“Emm ….” Andre bagai seorang pria yang sangat pemalu. Dia menggaruk kepalanya. “Kamu merasa aku itu bermuka 2.”Aku melihat sendiri bagaimana sosok Andre ditindas waktu itu. Jadi, aku pun merasa salut terhadap Andre.“Bagaimana mungkin?” Aku tersenyum tipis. “Aku hanya akan merasa kamu sangat pemberani.”Aku mengatakan dengan tulus, tetapi sepertinya Andre masih tidak percaya. Dia bertanya lagi, “Benarkah? Apa benar kamu merasa seperti itu? Inez, pemikiranmu sangat penting bagiku.”Lantaran sikap Andre terlalu ramah, aku pun merasa agak bingung. “Kenapa?”“Karena ….” Andre tersenyum dengan canggung. “Aku menganggapmu sebagai teman te
Senyuman di wajah Regan tidak kelihatan lagi. Dia menurunkan kelopak matanya. Setelah berpikir beberapa saat, dia mengangkat kepalanya untuk menatap kami. “Kalau begitu, aku terus terang saja sama kalian. Masalah ini masih bisa didiskusikan, tapi aku nggak ingin diskusi sama kalian. Kalau Pak Aiden bisa datang langsung ke sini dan aku bisa melihat ketulusan hati kalian, bisa jadi transaksi ini bisa dilanjutkan.”Sejak keluar dari ruangan Regan, suasana hatiku dan Darren terasa penat.“Untung saja ada kamu yang bertanya secara langsung, barulah kita tahu apa yang dia inginkan. Sebelumnya aku pernah berbicara beberapa kali dengan Pak Regan, tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan. Aku juga nggak tahu bagaimana menghadapinya lagi.”Ini pertama kalinya aku merasa kegagalan dalam pekerjaanku. Suasana hatiku juga tidak bagus. “Si Regan ini memang licik sekali.”“Semuanya juga tahu, tapi apa lagi yang bisa kita lakukan?” Darren menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada bercanda, “Kalau
Kedua mataku berkilauan. “Benarkah?”“Tentu saja benar.” Nada bicara Evelyn terdengar arogan. “Ibuku terus suruh aku pulang untuk mengunjunginya.”Saat penerbangan ke Kota Manthana, Darren menjelaskan secara ringkas mengenai kondisi di sana.“Sekarang satu-satunya yang bisa menyuplai bahan baku polimer yang kita butuhkan adalah Grup Kusnadi. Pemilik Grup Kusnadi, Regan Kusnadi, adalah target utama kunjungan kita kali ini.”Keluarga Kusnadi di Kota Manthana? Hatiku langsung berdebar. Tidakkah semuanya terlalu kebetulan?“Apa alasan rekan kerja sebelumnya nggak berhasil mendapatkan orderan?” tanya aku dengan nada menguji.“Kondisi agak rumit.” Darren mengerutkan sedikit keningnya. “Mengenai detailnya, aku juga belum mengatakannya dengan jelas, tapi ada yang bisa aku pastikan, Pak Regan sengaja persulit kita.”“Kenapa?” Aku merasa syok. “Bukannya kalau harganya cocok, transaksi bisa dijalankan?”“Dunia bisnis nggak segampang yang kamu kira.” Darren menghela napas. “Bahan baku polimer kita
“Kamu ….” Aku menatap ekspresi dingin di wajah Aiden. Tiba-tiba hatiku terasa penat. Aku juga tidak tahu ada apa dengan diriku, hanya saja aku malah ingin menangis.Aku membalikkan tubuhku berjalan meninggalkan ruangan Aiden. Aku berdiri di depan pintu sembari menarik napas dalam-dalam. Kemudian, aku melihat sekilas pintu ruangan yang sudah tertutup rapat.“Dasar manusia nggak punya hati!” sindir aku dengan nada sinis.Setelah kembali ke ruang kerjaku, suasana hatiku masih terasa tidak bagus. Hanya saja, rekan kerjaku malah kelihatan sangat bersemangat. “Astaga! Coba kalian lihat ada berita heboh apa hari ini!”“Apa?” Leila bagai takut ketinggalan berita saja, langsung berdiri di tempat.“Grup Canata bangkrut!”“Apa?” Kali ini, aku tidak bisa bersikap tenang lagi. Aku segera berjalan ke belakang Ariana, lalu menatap ke layar komputernya.“Grup Canata terungkap menjual produk nggak memenuhi standar. Selain itu, Lucas dari Grup Canata, membangun bisnisnya dengan dukungan istrinya. Sekara