Xue Yao mengingat percakapan yang ia dengar di kedai makanan, hutan hanya memberikan yang kau minta. Xue Yao memejamkan mata, lalu bergumam dengan pelan dan lembut , “Aku mencari kekasihku. Dia pergi meninggalkan aku karena kebodohanku. Tolong bantu aku menemukannya.”
Xue Yao membuka matanya perlahan. Lalu pemandangan di depannya berubah dengan perlahan. Pohon-pohon yang mulanya rapat, perlahan-lahan bergerak, membentuk jalan baginya.
Xue Yao tidak membuang waktu, ia langsung berlari mengikuti jalan setapak yang ada. Sama sekali tidak memiliki prasangka buruk, hanya keyakinan bahwa jalan itu akan membawanya pada Xue Ling. Tidak sekalipun ia menoleh ke belakang meski hanya sekadar untuk melihat apakah Mo Fan Wan mengikutinya atau tidak. Ia bahkan sudah lupa bahwa wanita itu dan adik seperguruannya mengikutinya dan bertahan tidak mau pergi meski sudah ia usir berulang kali hingga Xue Yao sampai pada titik ia tidak peduli lagi apakah wanita itu akan t
Hari mulai gelap. Cahaya mulai pudar dari pandangan. Beberapa kunang-kunang beterbangan dengan cantik seolah menjadi penuntun bagi Xue Yao untuk terus melangkah. Saat matahari benar-benar tenggelam, Xue Yao menghentikan langkahnya. Ia memejamkan mata. Menolak untuk berhenti.“KELUAR” perintahnya.Sesuatu bergerak dalam dirinya. Malas. Dan Xue Yao mengutuknya karena bergerak lambat.“TUAN, MESKI AKU BUKAN MANUSIA, TETAP SAJA AKU BUTUH ISTIRAHAT. KAU SUDAH MEMBUATKU TERSADAR SELAMA TIGA BULAN. TIGA BULAN YANG MENYIKSA.”Xue Yao mendengus tidak peduli.Lalu seperti tersadar dengan keadaan sekelilingnya, kesadaran itu bertanya dengan waspada. “DIMANA INI?”“HUTAN FUJIAN—““APA!!!” Xue Yao merasakan sesuatu yang aneh. Butuh beberapa detik saat ia sadar bahwa kesadaran dalam dirinya m
Xue Yao berjalan perlahan. Dadanya berdebar-debar. Tubuh gagahnya bergetar penuh antisipasi. Sinar bulan menerangi rambutnya yang merah kecoklatan—memberi warna baru ditengah lautan warna gelap yang menyelimuti hutan.Ia sampai pada tepian hutan, didepannya terhampar dataran yang luas, padahal Xue Yao yakin ia berada di atas gunung. Di sebelah kanannya Xue Yao melihat cekungan yang sangat lebar, dan ia yakin itu adalah jurang.Xue Yao tidak yakin bangunan yang ada di depannya itu adalah penginapan seperti yang diceritakan warga desa, karena dari tampilannya, bangunan itu lebih tampak seperti kuil. Pintu masuknya terbuat dari batu hitam tinggi berukir, tampak seperti sebuah arca. Simbol cahaya menghiasi sebagian dekorasi bangunan utama. Xue Yao yakin, bangunan samping yang sekarang ini terlihat terang benderang adalah dapur, karena ia melihat asap mengepul dari bangunan itu.Seorang pria dengan jubah berwarna merah terlihat keluar, sepertinya pria itu adala
Pria gagah itu masuk kedalam di ikuti Xue Ling. Xue Yao menunggu. Tidak lama kemudian, Xue Ling melangkah keluar sambil memegang poci teh. Gadis itu telah melepas celemek dapurnya, rambutnya terurai bebas, gadis itu berjalan melewati gerbang masuk menuju ke arah jurang. Tangan Xue Yao terulur, mulutnya terbuka untuk memperingatkan Xue Ling untuk tidak terlalu dekat dengan jurang, lalu ia melihat, di bawah sinar bulan yang semakin terang, di pinggir jurang, ada bangku dan meja kecil dan pagar pembatas. Xue Yao menutup mulutnya kembali.Ia tetap tidak bergerak dari tempatnya berdiri sejak melihat Xue Ling.Xue Ling duduk memunggungi Xue Yao. Ia menuang teh untuk dirinya sendiri, meniupnya sebentar dan menyesap pelan. Bulan bersinar begitu indah. Xue Ling menengadah, membiarkan cahaya bulan menyentuh wajah polosnya.Xue Yao terpesona. Di bawah sinar bulan, Xue Ling terlihat begitu cantik dan memukau. Perlahan tanpa ia sadari, Xue Yao melangkah mendekati Xue Ling. L
“Tuan Muda, apa yang kau lakukan disini?” Tanya Xue Ling lemah. Kedua tangannya terkulai lemas tak berdaya pada kedua sisi tubuhnya. Ia membiarkan Xue Yao mendekapnya dengan erat. Xue Ling menghirup aroma segar Xue Yao dan baru menyadari betapa rindunya ia pada Tuan Mudanya itu. Air mata mengancam keluar dengan membabi buta pada kedua matanya. Xue Ling berusaha menahannya.Xue Yao mengangkat satu alis. “Apa yang kau lakukan disini?” ia balik bertanya dengan suara lembut namun berbahaya.Xue Ling tergeragap. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Xue Yao akan dapat menemukan dirinya. Gadis itu sudah merasa aman dan yakin bahwa dirinya tidak akan ditemukan. Ia sudah berusaha keras menghilangkan jejak ditambah lagi ia tidak berada di pemukiman penduduk di kota dan desa manapun. Seharusnya gunung ini menjadi tempat persembunyian yang aman baginya. Xue Ling menunduk tapi Xue Yao tidak membiarkannya. Pria itu mengangkat dagu Xue Ling dan menahannya. Xue
Xue Yao membenamkan wajahnya di leher Xue Ling, menghirup aroma gadis itu. Tubuh besarnya bergetar. Betapa ia sangat merindukan Xue Ling. “Kenapa kau meninggalkan aku?” bisiknya lembut.Xue Ling menghentikan pukulannya. Ia tertegun mendengar bisikan Xue Yao di lehernya. Rasa marahnya karena kehadiran Mo Fan Wan menguap. Lalu Xue Ling mengalungkan kedua lengannya, memeluk tubuh bergetar pria itu. Air mata tidak dapat ia tahan lagi. Mengalir dipipinya yang merona. ‘’Maaf.” Bisiknya lirih. Ia membiarkan Xue Yao memeluknya sampai ia merasa dekapan Xue Yao mengendur, Xue Ling langsung mendorong dirinya turun dari pangkuan pria itu. Ia menunduk dan berkata cepat, “Setelah Tuan Muda menikah, tidak baik untuk memperlakukan aku seperti ini. Tidak pantas. Dan Nyonya akan marah.” Lalu ia berlari meninggalkan Xue Yao yang masih terdiam mendengar ucapan Xue Ling.Ia melihat Xue Ling berlari, melewati gerbang masuk dan disambut oleh pria gag
Sayup-sayup di tengah deraan rasa sakit yang ia rasakan Xue Yao mendengar teriakan Xue Ling. “Paman Lu Jin, hentikan—anda bisa membunuh Tuan Mudaku. Kumohon!”Tekanan kekuatan yang dirasakan Xue Yao malah semakin bertambah. Begitu pula dorongan dari dalam dirinya. Seolah-olah ada kekuatan besar yang berusaha melewati setiap pembuluh darah dalam tubuhnya dan Xue Yao seperti mendengar bunyi krak dari tubuhnya.“Tuan Ketiga belas!” Mo Fan Wan dan Chen Yu berlari mendekati Xue Yao lalu terpental dan terjatuh dengan keras kemudian pingsan.****Di langit kesembilan, aula agung kerajaan langit, dewa agung kuno—kaisar langit pertama—Du Jun, kaisar langit generasi ke sepuluh—Jiang Kai dan seluruh raja langit sedang berkumpul, kaisar langit sedang mendengarkan laporan dari para raja langit saat tiba-tiba udara berubah seolah-olah langit sedang meluapkan kemarahan, cuaca cerah berubah gelap, awan mendung yang me
Xue Yao melepas pegangannya pada Golok Penebang, memeluk Xue Ling dan bertumpu sepenuhnya pada gadis itu. Ia benar-benar merasa sangat kesakitan, tubuhnya seperti akan meledak. Kekuatan yang menekannya sudah hilang namun dorongan kekuatan yang memaksa keluar dari dalam dirinya semakin kuat. Xue Yao berdiri dibantu Xue Ling, tertatih-tatih dengan menahan rasa sakit Xue Ling membawanya masuk ke dalam rumah, mereka melewati dapur, berbelok ke kanan ke kamar Xue Ling. Xue Ling membaringkan Xue Yao di tempat tidur, menyingkirkan selimut, membuka baju luar Xue Yao. Panik. Ia berlari memasuk ruangan lain di dalam kamarnya, kembali dengan baskom berisi air dingin dan kompres. Begitu kain basah itu menyentuh kening Xue Yao, terdengar bunyi mendesis. “Ah….kenapa panas sekali!” Xue Ling benar-benar cemas. Xue Ling membuka baju Xue Yao dan menyelimuti pria itu dengan handuk basah. Namun panas tubuhnya tetap tidak berkurang. “Ini tidak berhasil… ayo Tuan Muda, bangun!” Xue Ling menarik tubuh
Xue Yao membelai kepala Xue Ling dengan lembut. “Bawakan aku selimut, keringkan pakaianku. aku tidak membawa baju ganti.” Xue Ling mendongak padanya. Xue Yao mengangkat pundak dan berkata, “Aku hanya membawa uang, Golok Penebang dan Panah Komet. Yang lainnya kutinggal di rumah.” Xue Ling bergegas keluar dari bak mandi. “Tunggu sebentar”. Air menetes dari tubuhnya. Ia berlari keluar meninggalkan jejak basah di lantai. Saat kembali, Xue Ling menyerahkan satu set pakaian untuknya. Xue Yao mengangkat alis. “Saat luang aku menjahit baju.” Xue Ling menghindari tatapan Xue Yao. Xue Yao tersenyum. Ia mengacak rambut Xue Ling. “Kau juga perlu mengganti bajumu.” Xue Ling mengangguk. Xue Ling keluar dan menutup pintu. Memberi privasi bagi Xue Yao. Tapi Xue Yao berpikiran lain. Ia melangkah keluar dari bak mandi, membuka pintu dengan tetap bertelanjang dada. “Kau memberiku baju, tapi tidak memberiku handuk—“ Xue Ling menjerit, ia b