Share

4.pandangan pertama

"memangnya zikir seperti apa yang arumi dengar?"tanya mbah uti.

"laa ilahaillallah"ucap arumi

deg!...

mbah uti terkejut dan melotot, kemudian dia menarik nafas dalam-dalam di pandanginya sang cucu dengan lembut, kemudian mbah uti tersenyum yang membuat arumi kembali bingung dengan sikap mbah utinya itu,.

"tidak apa-apa nduk, ya sudah segera mandi sebab matahari akan segera muncul, mbah uti akan bantu ibumu untuk memasak di dapur"ucap mbah uti,

arumi mengangguk, dia lantas melepaskan mukena yang tadi ia kenakan untuk sholat dan melipatnya kembali,

arumi bergegas untuk mandi, sedangkan ibu dan utinya sedang menyelesaikan makanan untuk sarapan mereka bertiga, sebab setiap pagi mbah uti akan segera pergi ke pasar untuk menjual sayur mayur yang dia tanam sendiri di kebunnya.

******

mereka bertiga kini duduk di ruang tengah sembari menikmati sarapan pagi,

"arumi, kamu mau ikut uti kepasar tidak? "tanya mbah uti,

arumi lantas mengangguk,

"ya sudah cepat siap-siap, uti tunggu di luar"

ucap mbah uti dan dia pun melangkah menuju ke depan, sedangkan arumi bergegas menuju ke kamarnya untuk bersiap.

tak butuh waktu lama, arumi dan mbah uti segera berangkat ke pasar, untuk menjual beberapa hasil tanaman seperti cabai, terong dan lain lain, dari situlah mata pencaharian mbah uti dan keluarga nya.

matahari sudah mulai tinggi ketika mbah uti dan arumi pulang dari pasar, arumi dan mbah uti berjalan di jalan setapak, terlihat sebuah sepeda motor butut dengan satu orang bertubuh gempal mengendarainya dan membonceng seorang pemuda berhenti tepat di samping mereka, di rasa ada sepeda motor yang lewat mbah uti dan arumi pun menepi.

"mbah uti! "

ucap pemuda tadi yang langsung di kenali oleh mbah uti dan arumi.

arryo, kamu pulang cah bagus? "

ucap mbah uti girang, aryo pun segera turun dari atas motor dan menyalami mbah uti, dan ketika menyalami arumi aryo mengernyitkan keningnya

seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.

"ini arumi ya? "

ucap aryo dan arumi pun tersenyum,mbah uti mengangguk dan menepuk-nepuk pundak cucu lelakinya,

"iya le, ini arumi sepupumu!"ucap mbah uti menjelaskan.

"apa kabar arumi? "sapa aryo"

"alhamdulillah baik kang! "jawab arumi.

begitulah arumi memanggil aryo yang memang dari urutan keluarga harusnya begitu, dari silsilah keluarga aryo adalah keluarga tua karena ibunya aryo adalah kakak kandung ibu arumi.

aryo pergi bekerja ke kota lain untuk mengadu nasib, dan aryo pun akan pulang kembali ke kampung setiap setahun sekali,

"saya duluan ya mbah uti! arumi! "

ucap aryo berpamitan kepada sang nenek dan arumi, kemudian aryo kembali naik ke atas boncengan motor dan segera pergi,

sesampainya di rumah terlihat ibu dan bude asih sedang asyik mengobrol di teras rumah, mbah uti pun segera menghampiri kedua anaknya itu, terlihat bude asih membawa bungkusan plastik di tanganya.

"mbok, aryo sudah pulang ini tadi dia bawa oleh-oleh dari kota! "

ucap bude asih sembari memberikan bungkusan itu kepada mbah uti, begitulah bude asih memanggil mbah uti

dengan sebutan mbok(ibu).

mbah uti mengambil bungkusan itu dan membawanya masuk ke dalam rumah, yang di ikuti bude asih, ibu dan arumi,

"tadi aku sudah ketemu aryo di jalan"

mbah uti meletakkan kue itu di atas meja, arumi dengan cekatan mengambil piring dan mengeluarkan kue itu dari bungkusnya,dan segera menaruhnya di atas piring.

"iya tadi aryo juga bilang" jawab bude asih.

"yowes mbok, imas, aku pulang dulu, mau masak keburu siang!" sambung bude asih lagi.

mbah uti dan ibu mengangguk, bude asih bergegas pulang,

sore pun tiba di iringi hujan rintik-rintik, arumi, mbah uti dan bu imas duduk di teras sembari menikmati kue yang di bawakan bude asih, tampak dari kejauhan terlihat tetangga mereka yang rumahnya di ujung kampung datang dengan membawa payung di tanganya,

mbak ira namanya, meski hujan tidak begitu deras namun mampu membuat jalanan basah dan terlihat sandal mbak ira belepotan dan kotor oleh lumpur,

mbak ira sudah sampai di depan teras, kemudian menaruh payung yang di bawanya dan bergegas menghampiri mbah uti,

"kulo nuwun! "ucap mbak ira,

"enggeh monggo (iya silahkan) " jawab mbah uti,

"mbah sepuh mohon maaf, saya bisa minta tolong mbah sepuh untuk datang ke rumah saya? "tanya mbak ira dengan sedikit memohon.

"ada apa nduk? apa ada yang sakit? "

tanya mbah uti ingin tahu

lebih jelas, mbah uti mempersilahkan mbak ira masuk kedalam rumah, namun mbak ira menolak dengan alasan terburu-buru karna hari sudah semakin sore,

"kang ilham jatuh dari pohon mbah, tapi mau metik kelapa"

ucap mbak ira dengan nafas yang ngos-ngosan karena tadi mungkin mbak ira berjalan tergesa-gesa dan lagi rumah mbak ira berada di ujung kampung, mbah uti merupakan dukun pijat sepuh di kampungnya, itulah kenapa orang-orang memanggilnya dengan sebutan mbah sepuh, sebagai seorang dukun pijat pantang untuk mbah uti menolak jika ada orang yang membutuhkan bantuanya, bahkan tidak perduli tengah malam sekalipun, mbah uti akan tetap berangkat.

"ya sudah sebentar, mbah mau siap siap dulu"ucapnya kepada mbak ira,

mbah uti segera masuk dan menyiapkan barang-barang yang akan di bawa termasuk minyak andalanya yang tidak bisa di beli orang di manapun karena minyak urut itu di racik sendiri oleh mbah uti dari tanaman yang di carinya di hutan, sebelum berangkat mbah uti menghampiri imas dan juga arumi,

"nduk simbah pergi dulu dan ingat pesan uti kemarin, kalian berdua jaga rumah"ucap mbah uti sambil melihat sekeliling, dia nampak mengamati waktu saat ini.

" surup masih beberapa saat lagi, kalian berdua lebih baik cepat masuk! "mbah uti sekali lagi memperingatkan imas dan arumi,

"iya mbok, kami akan segera masuk, simbok jangan khawatir lagi"ucap imas menyakinkan ibunya, mbah uti hanya manggut-manggut,

"ayo mbah mumpung belum mendekati surup, biar kita tidak ada di jalan saat surup tiba" kini mbak ira yang memperingatkan mbah uti untuk segera berangkat karena mengingat waktu yang semakin sore dan dan sebentar lagi surup atau menjelang maghrib akan tiba.

mbah uti mengangguk dan mereka berdua berjalan dengan sedikit tergesa-gesa melangkah pergi,

hujan yang sudah reda membuat ira tidak menggunakan payungnya lagi,

ira dan mbah uti berjalan di jalan setapak yang becek, langkah kaki mereka semakin cepat tatkala hari semakin sore sedang rumah ira masih lumayan jauh, jalan yang becek membuat

mereka kesulitan

untuk bisa lebih cepat berjalan karena licin dan takut terpeleset.

"mbah sepertinya ini sudah masuk wayah maghrib atau surup"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status