"memangnya zikir seperti apa yang arumi dengar?"tanya mbah uti.
"laa ilahaillallah"ucap arumi deg!... mbah uti terkejut dan melotot, kemudian dia menarik nafas dalam-dalam di pandanginya sang cucu dengan lembut, kemudian mbah uti tersenyum yang membuat arumi kembali bingung dengan sikap mbah utinya itu,. "tidak apa-apa nduk, ya sudah segera mandi sebab matahari akan segera muncul, mbah uti akan bantu ibumu untuk memasak di dapur"ucap mbah uti, arumi mengangguk, dia lantas melepaskan mukena yang tadi ia kenakan untuk sholat dan melipatnya kembali, arumi bergegas untuk mandi, sedangkan ibu dan utinya sedang menyelesaikan makanan untuk sarapan mereka bertiga, sebab setiap pagi mbah uti akan segera pergi ke pasar untuk menjual sayur mayur yang dia tanam sendiri di kebunnya. ****** mereka bertiga kini duduk di ruang tengah sembari menikmati sarapan pagi, "arumi, kamu mau ikut uti kepasar tidak? "tanya mbah uti, arumi lantas mengangguk, "ya sudah cepat siap-siap, uti tunggu di luar" ucap mbah uti dan dia pun melangkah menuju ke depan, sedangkan arumi bergegas menuju ke kamarnya untuk bersiap. tak butuh waktu lama, arumi dan mbah uti segera berangkat ke pasar, untuk menjual beberapa hasil tanaman seperti cabai, terong dan lain lain, dari situlah mata pencaharian mbah uti dan keluarga nya. matahari sudah mulai tinggi ketika mbah uti dan arumi pulang dari pasar, arumi dan mbah uti berjalan di jalan setapak, terlihat sebuah sepeda motor butut dengan satu orang bertubuh gempal mengendarainya dan membonceng seorang pemuda berhenti tepat di samping mereka, di rasa ada sepeda motor yang lewat mbah uti dan arumi pun menepi. "mbah uti! " ucap pemuda tadi yang langsung di kenali oleh mbah uti dan arumi. arryo, kamu pulang cah bagus? " ucap mbah uti girang, aryo pun segera turun dari atas motor dan menyalami mbah uti, dan ketika menyalami arumi aryo mengernyitkan keningnya seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. "ini arumi ya? " ucap aryo dan arumi pun tersenyum,mbah uti mengangguk dan menepuk-nepuk pundak cucu lelakinya, "iya le, ini arumi sepupumu!"ucap mbah uti menjelaskan. "apa kabar arumi? "sapa aryo" "alhamdulillah baik kang! "jawab arumi. begitulah arumi memanggil aryo yang memang dari urutan keluarga harusnya begitu, dari silsilah keluarga aryo adalah keluarga tua karena ibunya aryo adalah kakak kandung ibu arumi. aryo pergi bekerja ke kota lain untuk mengadu nasib, dan aryo pun akan pulang kembali ke kampung setiap setahun sekali, "saya duluan ya mbah uti! arumi! " ucap aryo berpamitan kepada sang nenek dan arumi, kemudian aryo kembali naik ke atas boncengan motor dan segera pergi, sesampainya di rumah terlihat ibu dan bude asih sedang asyik mengobrol di teras rumah, mbah uti pun segera menghampiri kedua anaknya itu, terlihat bude asih membawa bungkusan plastik di tanganya. "mbok, aryo sudah pulang ini tadi dia bawa oleh-oleh dari kota! " ucap bude asih sembari memberikan bungkusan itu kepada mbah uti, begitulah bude asih memanggil mbah uti dengan sebutan mbok(ibu). mbah uti mengambil bungkusan itu dan membawanya masuk ke dalam rumah, yang di ikuti bude asih, ibu dan arumi, "tadi aku sudah ketemu aryo di jalan" mbah uti meletakkan kue itu di atas meja, arumi dengan cekatan mengambil piring dan mengeluarkan kue itu dari bungkusnya,dan segera menaruhnya di atas piring. "iya tadi aryo juga bilang" jawab bude asih. "yowes mbok, imas, aku pulang dulu, mau masak keburu siang!" sambung bude asih lagi. mbah uti dan ibu mengangguk, bude asih bergegas pulang, sore pun tiba di iringi hujan rintik-rintik, arumi, mbah uti dan bu imas duduk di teras sembari menikmati kue yang di bawakan bude asih, tampak dari kejauhan terlihat tetangga mereka yang rumahnya di ujung kampung datang dengan membawa payung di tanganya, mbak ira namanya, meski hujan tidak begitu deras namun mampu membuat jalanan basah dan terlihat sandal mbak ira belepotan dan kotor oleh lumpur, mbak ira sudah sampai di depan teras, kemudian menaruh payung yang di bawanya dan bergegas menghampiri mbah uti, "kulo nuwun! "ucap mbak ira, "enggeh monggo (iya silahkan) " jawab mbah uti, "mbah sepuh mohon maaf, saya bisa minta tolong mbah sepuh untuk datang ke rumah saya? "tanya mbak ira dengan sedikit memohon. "ada apa nduk? apa ada yang sakit? " tanya mbah uti ingin tahu lebih jelas, mbah uti mempersilahkan mbak ira masuk kedalam rumah, namun mbak ira menolak dengan alasan terburu-buru karna hari sudah semakin sore, "kang ilham jatuh dari pohon mbah, tapi mau metik kelapa" ucap mbak ira dengan nafas yang ngos-ngosan karena tadi mungkin mbak ira berjalan tergesa-gesa dan lagi rumah mbak ira berada di ujung kampung, mbah uti merupakan dukun pijat sepuh di kampungnya, itulah kenapa orang-orang memanggilnya dengan sebutan mbah sepuh, sebagai seorang dukun pijat pantang untuk mbah uti menolak jika ada orang yang membutuhkan bantuanya, bahkan tidak perduli tengah malam sekalipun, mbah uti akan tetap berangkat. "ya sudah sebentar, mbah mau siap siap dulu"ucapnya kepada mbak ira, mbah uti segera masuk dan menyiapkan barang-barang yang akan di bawa termasuk minyak andalanya yang tidak bisa di beli orang di manapun karena minyak urut itu di racik sendiri oleh mbah uti dari tanaman yang di carinya di hutan, sebelum berangkat mbah uti menghampiri imas dan juga arumi, "nduk simbah pergi dulu dan ingat pesan uti kemarin, kalian berdua jaga rumah"ucap mbah uti sambil melihat sekeliling, dia nampak mengamati waktu saat ini. " surup masih beberapa saat lagi, kalian berdua lebih baik cepat masuk! "mbah uti sekali lagi memperingatkan imas dan arumi, "iya mbok, kami akan segera masuk, simbok jangan khawatir lagi"ucap imas menyakinkan ibunya, mbah uti hanya manggut-manggut, "ayo mbah mumpung belum mendekati surup, biar kita tidak ada di jalan saat surup tiba" kini mbak ira yang memperingatkan mbah uti untuk segera berangkat karena mengingat waktu yang semakin sore dan dan sebentar lagi surup atau menjelang maghrib akan tiba. mbah uti mengangguk dan mereka berdua berjalan dengan sedikit tergesa-gesa melangkah pergi, hujan yang sudah reda membuat ira tidak menggunakan payungnya lagi, ira dan mbah uti berjalan di jalan setapak yang becek, langkah kaki mereka semakin cepat tatkala hari semakin sore sedang rumah ira masih lumayan jauh, jalan yang becek membuat mereka kesulitan untuk bisa lebih cepat berjalan karena licin dan takut terpeleset. "mbah sepertinya ini sudah masuk wayah maghrib atau surup"ira berkata dengan suara gugup dan cemas, mbah uti mengamati sekeliling dan benar saja hari sudah mulai gelap cakrawala kekuningan muncul dari sebelah barat, mbah uti seketika menghentikan langkahnya dilihat nya sekeliling hanya ada dua rumah warga yang ada di belakang mereka yang sudah dilewati tadi dan satu rumah yang masih berada di depan sana, "bagaimana ini mbah sepuh?"tanya ira mulai panik . mbah uti tanpa berkata-kata langsung saja menarik tangan ira dan berbalik arah melangkah menuju rumah yang tadi sudah mereka lewati, mbah uti memilih ke rumah itu karena jaraknya lebih dekat daripada rumah yang di depan sana, sesampainya di depan rumah tersebut terlihat pintu rumah tertutup dengan rapat, "tok! tok! tok! "permisi ini mbah sepuh mau ijin menumpang" sesaat kemudian pintu di buka sedikit terlihat seseorang mengintip dari pintu yang terbuka itu setelah melihat mbah sepuh yang datang merekapun mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah. pintu rumah di tutup dengan
"iya kang"jawab arumi. rasa sungkan dan tidak enak semakin menguasai nya, ingin rasanya dia segera bangkit dari duduknya dan pulang, namun rasa sungkan kepada budenya Membuatnya bertahan di tempat itu. malam semakin larut, arini sudah masuk ke dalam kamarnya, bude asih dan aryo duduk menemani nya, "bude, arumi pulang ya ini sudah malam, bude tentu capek ingin istirahat " arumi berpamitan karena dia tidak enak kepadanya budenya itu dan juga aryo, "loh kenapa buru2 rum, uti juga belum pulang kan? "tanya bude asih. arumi mengangguk, "tidak apa apa bude, kasian ibu di rumah sendirian, lagian mbah uty sebentar lagi akan pulang, " jawab arumi sedikit memaksa, perasaan sungkan menyelimuti dirinya, dan akhirnya bude asih membiarkan arumi pulang ke rumah, arumi kemudian melangkah pergi meninggalkan rumah bude asih, sesampainya di rumah, nampak suasana begitu sepi, arumi melangkah menuju bilik ibunya, di lihatnya bu imas nampak sudah terlelap, setelah itu ia kembali me
"kalau gitu afandi pamit pulang dulu bude imas sama bude asih, tadi ibu sendirian di rumah, bapak masih belum pulang dari berdagang" pamit afandi dengan sopan. selesai berucap afandi berpamitan pulang, bu imas dan bude asih mengangguk, lantas afandi segera bangkit dari duduknya dan berjalan melangkah meninggalkan rumah mbah uti, arini yang sedari tadi berada di depan teras rumahnya melihat itu, "afandi! " suara arini menghentikan langkah kaki afandi, dia menoleh dan tersenyum kala yang di lihatnya ternyata adalah arini, dulu waktu masih kecil afandi, arumi dan arini adalah teman dekat satu lagi hadi, mereka berempat adalah teman waktu kecil, "iya mari rini" sapa afandi berpamitan kemudian melanjutkan langkah kakinya, "tunggu sebentar! " cegah arini, yang segera berlari menghampiri afandi. "kenapa buru buru sekali, kita gak pernah ketemu, gak pingin main bareng sebentar?" ucap arini ia berharap afandi mau menerima tawaran nya, afandi adalah anak dari juragan sugeng, dia
jawab bude asih sambil terus berjalan menyusuri jalan kampung, sesekali mereka berpapasan dengan warga yang lain yang sudah selesai takziah dan hendak pulang ke rumah. "mbak arumi ya? cantik sekali mirip bamget sama bu imas" sapa seorang warga yang di sambut ramah oleh arumi, dia nampak malu malu karena di puji, "iya bu ini arumi anaknya imas, sekarang mereka tinggal di sini sama simbok" sahut bude asih, bude asih wajahnya mirip dengan bu imas termasuk postur tubuhnya, hanya beda di kulit saja yang dimana bu imas berkulit kuning langsat dan bersih sedangkan bude asih berkulit sawo matang. sesampainya di tempat duka terlihat jenazah kinan hendak di mandikan beberapa keluarga menyiapkan segala sesuatunya dan bapaknya kinan tampak menggendong jenazahnya untuk di mandikan, arumi melihat jenazah kinan membiru, di area matanya nampak menghitam, namun semua orang yang ada di situ seakan tak menyadari nya. "jenazah meninggal dengan wajah canti ya bu? " terdengar oleh arumi
"eeh iya.... eeeehhh tidak kok rum! " Aryo berbicara tidak jelas membuat Arumi melongo Melihat tingkahnya, " Ya sudah Kang Saya mau beres-beres dulu biar nanti Mbah Uti pulang semua sudah bersih " Arumi beranjak dari tempat duduknya dan tanpa Disangka oleh Arumi tiba-tiba Aryo memegang kedua tangannya, Arumi terkejut matanya nampak melotot " "Arumi Maukah kamu menjadi kekasihku? aku menyukaimu Arumi Sejak pertama aku melihatmu Di jalan Aku jatuh cinta sama kamu" "ucapan Aryo bagai petir di siang bolong di telinga Arumi " "tidak Kang!, Akang mabuk atau kesambet?" ucap Arumi sedikit membentak dan menepis kedua tangannya yang dipegang oleh Aryo, "tidak Arumi, aku ngomong jujur ke kamu, aku tidak berbohong" Aryo berkata dengan tegas dan berharap Arumi menerima pernyataan cintanya. " Sampeyan sudah gila Kang, aku ini adik sepupumu Bagaimana mungkin bisa ada pikiran itu di hati sampeyan? "
matahari mulai bersiap untuk bersembunyi di ufuk barar, langit mulai terlihat gekas, suara toa masjid sudah memberi peringatannya. "sudah waktu maghrib, ayo cepat masuk! " ucap seorang ibu kepada putrinya yang sedang di luar rumah. "iya buk" jawab arumi, namun ia masih saja meneruskan pekerjaanya mengangkat jemuran yang tinggal sedikit lagi akan selesai. "lebih cepat lagi arumi, sebentar lagi, waktu maghrib akan tiba, ayo! " terlihat ibu imas sedikit memaksa putrinya itu untuk segera masuk. arumi melihat sekeliling, memang nampak suasana terlihat begitu sepi, dimana tadi masih banyak warga desa yang berlalu lalang, namun kini suasana desa berubah drastis seperti desa mati, para warga serempak masuk ke dalam rumah, tak lupa mereka semua mengunci pintu dan jendela masing2, bagi warga yang sudah memasang listrik di rumahnya, mereka bisa tenang lantaran rumah mereka tidak akan gelap seperti rumah arumi, namun ada juga beberapa warga yang masih menggunakan lampu minyak , seb
tanpa menunggu lama, mbah uty mengikuti ajakan mbok tarsih, "imas, arumi, kalian berdua tunggu di rumah, tutup pintu rapat rapat,jangan di Buka sebelum uty pulang, dan ingat uty akan mengetuk pintuk sebanyak dua kali saja, dan kamu arumi, cepat sholat ya nduk! " ucap mbah uty sebelum dia akhirnya berjalan mengikuti langkah mbok tarsih dengan tergesa ke rumah mbok tarsih yang berada tidak jauh dari rumah mbah uty. arumi bergegas mengambil wudhu di samping rumah mereka, di pancuran sederhana yang terbuat dari gentong besar dan di beri lubang kecil sebagai pancuran. wuussss!... angin berhembus menyapu tengkuknya,dan aneh arumi melihat ke sekeliling tak ada angin yang bertiup, "Ahh, mungkin hanya perasaan ku saja," fikir arumi, "ada apa nduk?" tanya imas yang melihat tingkah aneh putrinya. "gak papa kok bu! " jawab arumi. "ya sudah ayo cepat! " ucap bu imas lagi. selesai berwudhu arumi dan bu imas masuk ke dalam rumah, dan seperti kata mbah uty, mereka pun segera m
imas menyentuh pundak putrinya dengan lembut, "turuti kata uti, cepat istirahat nduk" ucap imas kepada arumi, arumi mengangguk, dia memilih menuruti ucapan mbah uti dan ibunya. dia lantas berjalan menuju ke kamarnya, begitu juga dengan imas, **************** malam berlalu begitu cepat, terdengar suara kokok ayam jantan dari kandang belakang yang membuat arumi terbangun. "criiirkk,,criiirrkk" terdengar suara percikan air dari pancuran tempat wudhu. arumi pun melangkah keluar untuk mencari asal usul suara tersebut.dia berjalan menuju jendela dan mengintip dari celah jendela, dia ingin melihat siapa kiranya yang sedang ber wudhu di samping rumah, arumi menempelkan satu mata ke celah jendela yang tidak rapat, di luar sangat sepi dan tidak ada siapa-siapa, arumi kembali ke dalam kamar, karena rupanya hari masih gelap dia tidak berani keluar rumah untuk berwudhu, dan akan menunggu sebentar lagi sampai mbah uti atau pun ibunya bangun, udara pagi itu sangat dingin,
"eeh iya.... eeeehhh tidak kok rum! " Aryo berbicara tidak jelas membuat Arumi melongo Melihat tingkahnya, " Ya sudah Kang Saya mau beres-beres dulu biar nanti Mbah Uti pulang semua sudah bersih " Arumi beranjak dari tempat duduknya dan tanpa Disangka oleh Arumi tiba-tiba Aryo memegang kedua tangannya, Arumi terkejut matanya nampak melotot " "Arumi Maukah kamu menjadi kekasihku? aku menyukaimu Arumi Sejak pertama aku melihatmu Di jalan Aku jatuh cinta sama kamu" "ucapan Aryo bagai petir di siang bolong di telinga Arumi " "tidak Kang!, Akang mabuk atau kesambet?" ucap Arumi sedikit membentak dan menepis kedua tangannya yang dipegang oleh Aryo, "tidak Arumi, aku ngomong jujur ke kamu, aku tidak berbohong" Aryo berkata dengan tegas dan berharap Arumi menerima pernyataan cintanya. " Sampeyan sudah gila Kang, aku ini adik sepupumu Bagaimana mungkin bisa ada pikiran itu di hati sampeyan? "
jawab bude asih sambil terus berjalan menyusuri jalan kampung, sesekali mereka berpapasan dengan warga yang lain yang sudah selesai takziah dan hendak pulang ke rumah. "mbak arumi ya? cantik sekali mirip bamget sama bu imas" sapa seorang warga yang di sambut ramah oleh arumi, dia nampak malu malu karena di puji, "iya bu ini arumi anaknya imas, sekarang mereka tinggal di sini sama simbok" sahut bude asih, bude asih wajahnya mirip dengan bu imas termasuk postur tubuhnya, hanya beda di kulit saja yang dimana bu imas berkulit kuning langsat dan bersih sedangkan bude asih berkulit sawo matang. sesampainya di tempat duka terlihat jenazah kinan hendak di mandikan beberapa keluarga menyiapkan segala sesuatunya dan bapaknya kinan tampak menggendong jenazahnya untuk di mandikan, arumi melihat jenazah kinan membiru, di area matanya nampak menghitam, namun semua orang yang ada di situ seakan tak menyadari nya. "jenazah meninggal dengan wajah canti ya bu? " terdengar oleh arumi
"kalau gitu afandi pamit pulang dulu bude imas sama bude asih, tadi ibu sendirian di rumah, bapak masih belum pulang dari berdagang" pamit afandi dengan sopan. selesai berucap afandi berpamitan pulang, bu imas dan bude asih mengangguk, lantas afandi segera bangkit dari duduknya dan berjalan melangkah meninggalkan rumah mbah uti, arini yang sedari tadi berada di depan teras rumahnya melihat itu, "afandi! " suara arini menghentikan langkah kaki afandi, dia menoleh dan tersenyum kala yang di lihatnya ternyata adalah arini, dulu waktu masih kecil afandi, arumi dan arini adalah teman dekat satu lagi hadi, mereka berempat adalah teman waktu kecil, "iya mari rini" sapa afandi berpamitan kemudian melanjutkan langkah kakinya, "tunggu sebentar! " cegah arini, yang segera berlari menghampiri afandi. "kenapa buru buru sekali, kita gak pernah ketemu, gak pingin main bareng sebentar?" ucap arini ia berharap afandi mau menerima tawaran nya, afandi adalah anak dari juragan sugeng, dia
"iya kang"jawab arumi. rasa sungkan dan tidak enak semakin menguasai nya, ingin rasanya dia segera bangkit dari duduknya dan pulang, namun rasa sungkan kepada budenya Membuatnya bertahan di tempat itu. malam semakin larut, arini sudah masuk ke dalam kamarnya, bude asih dan aryo duduk menemani nya, "bude, arumi pulang ya ini sudah malam, bude tentu capek ingin istirahat " arumi berpamitan karena dia tidak enak kepadanya budenya itu dan juga aryo, "loh kenapa buru2 rum, uti juga belum pulang kan? "tanya bude asih. arumi mengangguk, "tidak apa apa bude, kasian ibu di rumah sendirian, lagian mbah uty sebentar lagi akan pulang, " jawab arumi sedikit memaksa, perasaan sungkan menyelimuti dirinya, dan akhirnya bude asih membiarkan arumi pulang ke rumah, arumi kemudian melangkah pergi meninggalkan rumah bude asih, sesampainya di rumah, nampak suasana begitu sepi, arumi melangkah menuju bilik ibunya, di lihatnya bu imas nampak sudah terlelap, setelah itu ia kembali me
ira berkata dengan suara gugup dan cemas, mbah uti mengamati sekeliling dan benar saja hari sudah mulai gelap cakrawala kekuningan muncul dari sebelah barat, mbah uti seketika menghentikan langkahnya dilihat nya sekeliling hanya ada dua rumah warga yang ada di belakang mereka yang sudah dilewati tadi dan satu rumah yang masih berada di depan sana, "bagaimana ini mbah sepuh?"tanya ira mulai panik . mbah uti tanpa berkata-kata langsung saja menarik tangan ira dan berbalik arah melangkah menuju rumah yang tadi sudah mereka lewati, mbah uti memilih ke rumah itu karena jaraknya lebih dekat daripada rumah yang di depan sana, sesampainya di depan rumah tersebut terlihat pintu rumah tertutup dengan rapat, "tok! tok! tok! "permisi ini mbah sepuh mau ijin menumpang" sesaat kemudian pintu di buka sedikit terlihat seseorang mengintip dari pintu yang terbuka itu setelah melihat mbah sepuh yang datang merekapun mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah. pintu rumah di tutup dengan
"memangnya zikir seperti apa yang arumi dengar?"tanya mbah uti. "laa ilahaillallah"ucap arumi deg!... mbah uti terkejut dan melotot, kemudian dia menarik nafas dalam-dalam di pandanginya sang cucu dengan lembut, kemudian mbah uti tersenyum yang membuat arumi kembali bingung dengan sikap mbah utinya itu,. "tidak apa-apa nduk, ya sudah segera mandi sebab matahari akan segera muncul, mbah uti akan bantu ibumu untuk memasak di dapur"ucap mbah uti, arumi mengangguk, dia lantas melepaskan mukena yang tadi ia kenakan untuk sholat dan melipatnya kembali, arumi bergegas untuk mandi, sedangkan ibu dan utinya sedang menyelesaikan makanan untuk sarapan mereka bertiga, sebab setiap pagi mbah uti akan segera pergi ke pasar untuk menjual sayur mayur yang dia tanam sendiri di kebunnya. ****** mereka bertiga kini duduk di ruang tengah sembari menikmati sarapan pagi, "arumi, kamu mau ikut uti kepasar tidak? "tanya mbah uti, arumi lantas mengangguk, "ya sudah cepat siap-siap
imas menyentuh pundak putrinya dengan lembut, "turuti kata uti, cepat istirahat nduk" ucap imas kepada arumi, arumi mengangguk, dia memilih menuruti ucapan mbah uti dan ibunya. dia lantas berjalan menuju ke kamarnya, begitu juga dengan imas, **************** malam berlalu begitu cepat, terdengar suara kokok ayam jantan dari kandang belakang yang membuat arumi terbangun. "criiirkk,,criiirrkk" terdengar suara percikan air dari pancuran tempat wudhu. arumi pun melangkah keluar untuk mencari asal usul suara tersebut.dia berjalan menuju jendela dan mengintip dari celah jendela, dia ingin melihat siapa kiranya yang sedang ber wudhu di samping rumah, arumi menempelkan satu mata ke celah jendela yang tidak rapat, di luar sangat sepi dan tidak ada siapa-siapa, arumi kembali ke dalam kamar, karena rupanya hari masih gelap dia tidak berani keluar rumah untuk berwudhu, dan akan menunggu sebentar lagi sampai mbah uti atau pun ibunya bangun, udara pagi itu sangat dingin,
tanpa menunggu lama, mbah uty mengikuti ajakan mbok tarsih, "imas, arumi, kalian berdua tunggu di rumah, tutup pintu rapat rapat,jangan di Buka sebelum uty pulang, dan ingat uty akan mengetuk pintuk sebanyak dua kali saja, dan kamu arumi, cepat sholat ya nduk! " ucap mbah uty sebelum dia akhirnya berjalan mengikuti langkah mbok tarsih dengan tergesa ke rumah mbok tarsih yang berada tidak jauh dari rumah mbah uty. arumi bergegas mengambil wudhu di samping rumah mereka, di pancuran sederhana yang terbuat dari gentong besar dan di beri lubang kecil sebagai pancuran. wuussss!... angin berhembus menyapu tengkuknya,dan aneh arumi melihat ke sekeliling tak ada angin yang bertiup, "Ahh, mungkin hanya perasaan ku saja," fikir arumi, "ada apa nduk?" tanya imas yang melihat tingkah aneh putrinya. "gak papa kok bu! " jawab arumi. "ya sudah ayo cepat! " ucap bu imas lagi. selesai berwudhu arumi dan bu imas masuk ke dalam rumah, dan seperti kata mbah uty, mereka pun segera m
matahari mulai bersiap untuk bersembunyi di ufuk barar, langit mulai terlihat gekas, suara toa masjid sudah memberi peringatannya. "sudah waktu maghrib, ayo cepat masuk! " ucap seorang ibu kepada putrinya yang sedang di luar rumah. "iya buk" jawab arumi, namun ia masih saja meneruskan pekerjaanya mengangkat jemuran yang tinggal sedikit lagi akan selesai. "lebih cepat lagi arumi, sebentar lagi, waktu maghrib akan tiba, ayo! " terlihat ibu imas sedikit memaksa putrinya itu untuk segera masuk. arumi melihat sekeliling, memang nampak suasana terlihat begitu sepi, dimana tadi masih banyak warga desa yang berlalu lalang, namun kini suasana desa berubah drastis seperti desa mati, para warga serempak masuk ke dalam rumah, tak lupa mereka semua mengunci pintu dan jendela masing2, bagi warga yang sudah memasang listrik di rumahnya, mereka bisa tenang lantaran rumah mereka tidak akan gelap seperti rumah arumi, namun ada juga beberapa warga yang masih menggunakan lampu minyak , seb