Kenapa harus bertemu jika hanya menebarkan garam di atas luka? Takdir sungguh kejam.~"Uda sah? Ha ha ha, halu banget tuh orang"Wajah Bian sontak berubah menjadi cemas. Pikirannya melambung, berusaha mengingat wajah Naira yang terlampau serius saat mengatakan hal itu.Tidak mungkin kan kalau dia sudah menikah. Buktinya status di CV gadis itu masih lajang. Iya benar, gara-gara penasaran, Bian sampai meminta data tersebut pada salah satu karyawan HRD.Yang pasti bukan Hilmi. Bisa gawat kalau pria itu mengadu pada Naira jika dirinya ini kepo dengan asistennya. Iya kalau dia hanya mengadu, kalau sampai menghajarnya bagaimana?Masalahnya, Bian belum tau status diantara mereka, jadi ia tidak boleh gegabah. Naira juga tidak mengatakan dengan siapa dia menjalin hubungan. Bisa jadi dengan Ganendra, Hilmi, atau bahkan dengan pria yang mengantarkan gadis itu ke kantor.Atau jangan-jangan dia madih berhubungan dengan pria sewaktu SMA itu?Ah entahlah, ia jadi pusing."Woy ngelamun aja. Mikirin
"Nai, kamu mau kan jadi pacarku?"Sorak ramai langsung terdengar begitu sosok pria gagah berkacamata bertekuk lutut di hadapan seorang gadis. Dia membawa setangkai bunga mawar yang entah di dapat darimana.Karena malu, gadis bernama Naira itu hanya mengangguk kemudian menerima bunga indah itu. Hatinya sungguh berdebar saat pria itu memeluknya secara tiba-tiba.Tanggal 10 Oktober adalah hari paling membahagiakan bagi Naira. Bagaimana tidak, setelah penantian beberapa bulan, akhirnya sang pujaan hati menembak dirinya.Ditambah lagi acara penembakan ini sangatlah romantis. Pria yang kini tengah tersenyum manis ke arahnya itu terlihat semakin tampan setelah berhasil mencuri kecupan di keningnya."Cieeee, uda sold out nih prince charming kita satu ini. Pj dong, iya ngga guys?""Pj pj pj pj""Ok, istirahat nanti gue traktir makan baksonya mbak Mia"Sorakan pun semakin ramai karena ucapan pria itu yang mengatakan akan memberikan pajak
Ketika hati berperan sebagai otak untuk melupakan sumber luka.~"Gue denger sih pak Demi mau digantiin sama adiknya""Serius lo? Duh, belum juga pdkt uda mau pergi aja"Desas desus yang beredar luas di perusahaan itu adalah fakta. Berita tersebut memang sudah dibenarkan oleh Demi, sang bos, saat ia bertanya mengenai hal tersebut.Karena perusahaan cabang yang sudah berkembang dengan baik, Demi memutuskan untuk kembali ke perusahaan pusat yang ada di London. Dia memberikan tugas pada sang adik untuk melanjutkan perjuangannya membawa perusahaan cabang agar semakin maju.Ah pernyataan itu hanya hipotesanya saja.Tentu saja, Naira Ghina Winata turut sedih akan kepindahan bosnya itu. Menurutnya, Demi adalah sosok bos baik hati yang sangat ramah. Dia juga selalu menampilkan senyuman jika di sapa oleh para karyawan."Mbak, pak Demi ada di dalam?" Tanya gadis bermake up tebal dengan pakaian yang begitu ketat. Dia adalah Wilona, fans n
Tanda kepemilikan memang tak nampak, tapi orang yang punya kepentingan paham akan itu.~Fabian Vero DirgantaraChief Executive OfficerSosok pria sedang tersenyum menatap layar yang menampil foto, nama, dan jabatannya. Tadi ia diberitahu oleh sang kakak bahwa website perusahaan Nusa cabang Indonesia sudah diperbarui. Sebab itu ia bergegas mengecek website tersebut.Dan benar saja, fotonya dengan wajah datar tanpa senyum langsung terpampang di halaman pertama. Dimana di bawahnya tertera banyaknya prestasi yang sudah ia raih. Ah, akhirnya mimpinya jadi kenyataan.TingMendengar suara notifikasi, membuat pria bernama Bian itu mengalihkan atensinya. Ia membuang nafas keras ketika membaca pesan sang kakak yang menyuruh dirinya menuju meeting room di lantai 6.Tidak ingin peduli, Bian malah beranjak dari duduknya dan merebahkan tubuh di atas kasur. Ia sangat lelah setelah mengudara selama berjam-jam.Mumpung ia tidak sibuk, i
Tell your name if you want make my heart hurt again.~SeninHari yang paling dibenci beberapa orang, termasuk dirinya. Bukan karena hari ini penuh kesialan, bukan. Tapi karena hari liburnya sudah berakhir dan harus kembali bekerja bak orang kesetanan.Bayangan tentang kejadian sabtu pagi membuat Naira meringis pelan. Bahkan rasanya ia tidak punya muka untuk bertemu dengan Bos beserta adiknya itu.[Flashback on]Karena masih terlalu nyaman, Naira pun semakin mengeratkan guling di tangan dan kakinya. Entah kenapa rasanya sangat hangat. Tapi sebentar, kenapa guling ini keras sekali?Naira mengernyitkan dahi begitu membuka matanya. Ia mengucek mata beberapa kali kemudian terdiam sesaat. Apa ini yang ada didepannya. Sepertinya kulit manusia.Hah? Kulit manusia?Tidak, tidak. Pasti ia sedang mimpi. Iya benar. Pasti otaknya masih konslet karena baru bangun tidur. Merasakan sesuatu yang keras dan menusuk bagian bawahnya m
Sesuatu yang dipaksakan tidak akan berakhir baik. Jadi, aku akan menunggu sampai kamu siap.~"Aaarrrggghh"Bian menggaruk kepalanya kasar. Sejak pagi, ia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Percakapannya dengan Naira tadi masih terngiang jelas di otaknya. Dan satu yang membuat hatinya nyeri...Gadis itu menangis.Jujur, ini pertama kalinya. Iya benar, 3 tahun lalu menjalin hubungan dengan gadis itu, tapi Bian tidak pernah sekalipun melihat Naira sedih, apalagi sampai menangis. Apa ia sudah keterlaluan?Tok tok tok"Masuk" perintah Bian sambil mengecek data di tangannya dan yang ada di komputer.Tanpa melihat pun, Bian tau siapa gerangan yang masuk ruangannya. Siapa lagi kalau bukan Naira. Asisten sok sibuk yang mencoba untuk bersikap profesional. Lihat saja, gadis itu bahkan tidak berani menatapnya. Ck ck ck."Pak ini ada kiriman berkas dari asisten GM hotel""Taruh saja di meja. Oh ya, hari ini saya masih ada
Bulan yang datang di waktu yang salah memang memalukan.~Naira bergerak gelisah di tempat duduknya. Di tengah meeting dengan pak Rino tadi, ia merasakan ada sesuatu yang keluar dari bagian bawahnya. Aduh, tidak lucu kan jika bulanannya datang di waktu yang tidak tepat seperti ini.Setelah kepergian pak Rino, ia ingin sekali ke toilet dan mengecek tamu itu. Tapi, bagaimana kalau sampai tembus? Mana sekarang ia pakai celana putih. Hiks."Kenapa?""En-engga apa-apa kok Pak" ucap Naira sambil nyengir. Ya kali ia bilang pada Bos kalo tamu bulannya sedang datang. Bisa malu tujuh turunan."Ngga usah bicara formal. Jam kerja sudah berakhir"Yeee, bilangnya ngga usah bicara formal, tapi dia sendiri sedang bicara formal. Tak tau lah. Naira sudah capek menghadapi Bian."Ayo pulang""Eh eh, bentar Pak, jangan pulang dulu" mati-mati. Bagaimana ini Tuhan? Mana baju yang dipakainya tidak sampai menutupi pantat. Hiks."Kenapa la
Pria penasaran dengan pembalut, bukan tindak kriminal kan?~Naira pun langsung masuk ke minimarket dan menuju deretan rak yang berisi pembalut. Sebenarnya ia ingin membeli banyak karena stok di kostnya juga sudah menipis. Tapi ia sedikit malu pada Bian."35 cm? Sepanjang itu punya kamu? Seriously? Wow, amazing"Heh? Naira langsung menggeplak bahu Bian kencang. Bagaimana tidak, pria itu mengatakan hal memalukan tersebut dengan suara kencang.Bahkan beberapa karyawan minimarket sampai menahan tawa. Duh, mau di taruh dimana mukanya yang tidak seberapa cantik ini? Hiks."Aaaawww. Heh, saya ini Bos kamu. Berani-beraninya...""Uda deh pak diem aja. Itu mulut, mau saya sumpel pake pembalut?"Pria itu hanya meringis kemudian berjalan ke kasir. Duh, ingin sekali Naira mencakar punggung Bian dengan trisula.Tidak ingin peduli dengan keberadaan pria menyebalkan itu, Naira pun mengambil beberapa bungkus benda kramat dan
Kenapa harus bertemu jika hanya menebarkan garam di atas luka? Takdir sungguh kejam.~"Uda sah? Ha ha ha, halu banget tuh orang"Wajah Bian sontak berubah menjadi cemas. Pikirannya melambung, berusaha mengingat wajah Naira yang terlampau serius saat mengatakan hal itu.Tidak mungkin kan kalau dia sudah menikah. Buktinya status di CV gadis itu masih lajang. Iya benar, gara-gara penasaran, Bian sampai meminta data tersebut pada salah satu karyawan HRD.Yang pasti bukan Hilmi. Bisa gawat kalau pria itu mengadu pada Naira jika dirinya ini kepo dengan asistennya. Iya kalau dia hanya mengadu, kalau sampai menghajarnya bagaimana?Masalahnya, Bian belum tau status diantara mereka, jadi ia tidak boleh gegabah. Naira juga tidak mengatakan dengan siapa dia menjalin hubungan. Bisa jadi dengan Ganendra, Hilmi, atau bahkan dengan pria yang mengantarkan gadis itu ke kantor.Atau jangan-jangan dia madih berhubungan dengan pria sewaktu SMA itu?Ah entahlah, ia jadi pusing."Woy ngelamun aja. Mikirin
Jika tukang bangunan menghasilkan rumah dan gedung, maka tukang nyindir menghasilkan... Ada yang bisa jawab?~Bian meringis pelan saat menerima berkas yang diberikan oleh Tiur. Bagaimana bisa berkas penting ini ada padanya?"Kok ada di kamu?""Gimana pak?"Ia menghembuskan nafas pelan kemudian membuka berkas itu. Benar, ini berkas yang sama dengan yang ia lihat kemarin. Jadi, dimana Tiur menemukannya."Kenapa berkas ini ada di kamu?" Tanya Bian lagi dengan dahi mengernyit bingung."Kan bapak sendiri yang ngasih ke saya kemarin"Hah? Kapan? Kenapa Bian tidak ingat hal itu sama sekali? Sebentar-sebentar, sepertinya Bian mengingat sesuatu.Rasyid memberikan berkas itu tepat saat dirinya selesai meeting. Karena sibuk, ia tanpa sadar memberikan berkas itu pada... Tiur? Oh god, harusnya kan ia memberikan berkas itu pada Naira yang merupakan asistennya. Pantas saja gadis itu ngotot bahwa berkas penting ini tidak ada padanya. Duh, dasar Bian bodoh."Kenapa pak? Saya ngga boleh liat berkas i
Lebih enak mana, bos adalah mantanmu, atau mantan adalah bosmu? Serius nanya.~"Kamu gimana sih? Itu berkas penting Nai""Iya pak, saya juga tau. Tapi saya ngga ngerasa nerima berkas itu" ia sampai menekankan semua kata yang diucapkan.Baru 2 jam ia bekerja, Naira sudah mendapat amukan dari Bian. Berkas dari Rasyid mengenai gaji di hotel Nusa yang diterima langsung oleh Bian menghilang.Entah dimana pria itu menyimpan berkasnya, yang pasti Naira sama sekali tidak merasa menerima berkas itu. Boro-boro menerima, ia melihat saja tidak.Yang jadi masalah, kenapa Bian malah menyalahkannya? Ah pria itu memang suka melemparkan kasus yang ia buat sendiri. Menyebalkan."Meskipun kamu ngga nerima, tapi kan kamu yang beresin meja kerja saya. Jadi otomatis kamu harus bertanggung jawab karena berkas itu hilang"Mampus. Kenapa Naira tidak memikirkan kemungkinan itu? Bisa jadi berkas itu keselip dengan berkas lain. Sebaiknya ia segera mencari berkas itu sebelum mendapat amukan yang lebih parah. Bis
Aku memang sudah melatih tanganku untuk mengendalikan stik drum. Tapi hatimu, aku masih tidak paham bagaimana cara menjinakkannya.~ Tangan dan kaki Bian tidak bisa berhenti bergerak saat Bimo mulai menyanyikan sebuah lagu. Ia sendiri sedang memainkan drum dengan senyuman yang merekah di wajahnya.Sudah lama ia tidak memegang alat musik, apalagi ngeband seperti ini. Ya semoga saja bakatnya masih tersimpan. Jika tidak, bisa malu dirinya karena salah nada.Lagu jadilah legenda yang dinyanyikan oleh SID benar-benar membuat suasana menjadi syahdu. Lirik lagunya yang berisi ungkapan kebanggan untuk negara tercinta itu benar-benar membangkitkan semangat semua orang.Bimo yang kini menjadi vokalis, benar-benar bisa membangun suasana yang meriah. Semua orang yang tadinya sibuk dengan kegiatan masing-masing, langsung mendekat ke arah panggung.Suaranya yang memang cukup besar dan dalam, terdengar sangat cocok dengan lagu yang ia bawakan. Semangat pria itu yang begitu membara semakin membuat p
Naira cantik, siapa yang punya? Tentu saja bapak ibunya, hiks.~Bian menaikkan satu alisnya saat melihat Naira yang menatapnya dengan mata penuh kebencian. Ia jadi bingung, apa salahnya sampai mendapat pelototan seperti itu.Ia disini kan hanya untuk menghadiri acara reuni. Karena ini adalah reuni SMP pertama yang ia ikuti, jadi Bian menjadikan taman hotel perusahaannya untuk lokasi pertemuan.Tak hanya penyedia tempat, ia juga sudah menyuruh para koki hotel untuk menyiapkan beberapa hidangan lezat. Bahkan ia juga memerintah beberapa karyawan untuk membuat panggung. Asal kalian tau, apapun akan Bian lakukan demi Naira. Ya meskipun gadis itu sudah menduakannya. Tapi ia ingin Naira melihat bahwa inilah Bian sekarang. Sudah sukses dengan harta kekayaan yang menggunung.Siapa tau kan gadis itu akan memutuskan pacarnya dan kembali pada Bian. Ia memang mengharapkan itu terjadi. Meskipun ia benci, tapi rasa cintanya lebih besar pada Naira."Ehm maaf, mas siapa ya?" T
Dimanakah tempat aman bagi Naira? Masuk kardus dan dipaketin ke gurun sahara, sampe tidak ya?~Naira menghembuskan nafas pasrah melihat Silla yang heboh membawa sesuatu dan meletakkannya di kamar kost. Niatnya yang ingin langsung tidur sepulang kerja ternyata hanya angan-angan.Selama dirinya masih berteman dengan Silla, itu tandanya hidup Naira tidak akan pernah tenang. Seperti sekarang ini, meskipun ia bilang tidak, pasti dia akan tetap menyeretnya untuk datang ke sebuah acara yang menurutnya tidak penting.Ya Reuni, salah satu hal yang paling dibenci Naira. Jika bukan karena temannya yang heboh meminta dirinya untuk ikut, ia tidak akan sudi datang ke acara itu.Bayangkan saja, siapa sih zaman sekarang yang masih mengadakan reuni SMP. Iya SMP, duh, ia saja hampir lupa dengan masa-masa SMPnya dulu.Setiap tahun reuni itu memang diadakan. Dan Naira yang kelewat malas, tidak pernah datang ke acara itu. Lagian tanpa reuni, mereka juga
Salah satu penyakit yang membuat penderitanya marah, kecewa, dan nekat adalah CEMBURU.~Bian menatap tajam sosok yang tengah bercanda gurau. Ia melihat dibalik kaca besar ruangannya yang tepat berada di depan meja kerja Naira.Iya, siapa lagi kalau bukan gadis itu. Hanya dia perempuan yang bisa membuatnya tidak fokus bekerja. Lihat saja sekarang, berkas-berkas yang harus dicek ia biarkan menggunung.Mengintip kegiatan Naira adalah yang terpenting sekarang. Apalagi gadis itu sedang tertawa lebar bersama Ganendra, wakil sekretaris yang sepertinya kekurangan pekerjaan.Setelah dengan Hilmi, gadis itu ternyata juga dekat dengan Ganendra. Banyak sekali gebetannya.Apa ia tambah saja ya tugas pria itu agar tidak menganggu gadis miliknya. Iya kan? Ia disini bos, dan apapun bisa ia lakukan asal itu tidak melewati batas. Lagian jika pekerjaan Ganendra bertambah, gajinya juga otomatis akan bertambah.Melihat Ganendra yang sudah kembali ke habitatnya, membuat
Susah jadi cecunguk. Mau jadi istri bos aja, boleh ngga?~Naira sampai melongo saat suara itu tiba-tiba terdengar dan diikuti sosok pria yang berjalan di samping mejanya. Ia lihat jelas bahwa pria yang notabene bosnya itu tengah melirik dirinya tajam."Iya pak, saya ingat kok. Setelah ini saya langsung ke lokasi" ucap Hilmi dengan senyum yang dipaksakan. Jika bukan bos, pasti sudah ia jitak kepalanya. Bikin emosi saja."Abangnya kayak malaikat eh adeknya titisan setan. Liat tuh Nai mukanya tadi, kayak lagi nahan kentut"Naira hanya tertawa mendengar gerutuan sepupunya itu. Ya mungkin baru kali ini Hilmi bertemu langsung dengan bos yang memang sudah dicap setan oleh para karyawan."Lo ngga inget sama dia?""Siapa? Si bos?" Tanya Hilmi sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya."Iya, dia mantan gue"Uhuk uhukPrangPaduan suara yang terjadi di mejanya membuat Naira meringis pelan. Bahkan sekarang kedua manusi
Waktu paling ditunggu-tunggu saat bekerja adalah isoma, iya kan? Selain bisa istirahat, tentunya bisa bercanda gurau.~Jika ini komik, pasti pintu tertutup berwarna putih itu sudah berlubang karena terlalu lama ditatap oleh Naira. Ia sungguh kesal pada bosnya yang sejak tadi meneriakkan namanya.Ada mungkin 7 kali Naira bolak-balik selama 2 jam lalu. Ia sih tidak masalah jika ada sesuatu yang penting. Tapi yang membuatnya dongkol berkepanjangan, bosnya itu memanggil dirinya hanya untuk hal-hal sepele yang dia sendiri bisa melakukannya.Contohnya seperti mengambil pulpen yang jatuh tepat dikakinya, menutup gorden jendela, bahkan menurunkan suhu AC. Dan barusan, Naira disuruh untuk menyingkirkan anak rambut yang menutupi matanya.Gila kan?Jika dia bukan bos, pasti Naira sudah menendang tulang keringnya. Jika dia bukan bos, pasti kepala pria itu sudah ia tempeleng dengan tumpukan berkas. Dan jika dia bukan bos, ingin rasanya Naira menenggelam