Sesuatu yang dipaksakan tidak akan berakhir baik. Jadi, aku akan menunggu sampai kamu siap.
~
"Aaarrrggghh"
Bian menggaruk kepalanya kasar. Sejak pagi, ia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Percakapannya dengan Naira tadi masih terngiang jelas di otaknya. Dan satu yang membuat hatinya nyeri...
Gadis itu menangis.
Jujur, ini pertama kalinya. Iya benar, 3 tahun lalu menjalin hubungan dengan gadis itu, tapi Bian tidak pernah sekalipun melihat Naira sedih, apalagi sampai menangis. Apa ia sudah keterlaluan?
Tok tok tok
"Masuk" perintah Bian sambil mengecek data di tangannya dan yang ada di komputer.
Tanpa melihat pun, Bian tau siapa gerangan yang masuk ruangannya. Siapa lagi kalau bukan Naira. Asisten sok sibuk yang mencoba untuk bersikap profesional. Lihat saja, gadis itu bahkan tidak berani menatapnya. Ck ck ck.
"Pak ini ada kiriman berkas dari asisten GM hotel"
"Taruh saja di meja. Oh ya, hari ini saya masih ada jadwal?"
"Ada pak. Satu jam lagi ada janji temu dengan pak Rino di Restoran WWW"
Bian mengecek jam dipergelangan tangannya. Ia tidak sadar jika jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Gara-gara mengecek data keuangan hotel Nusa, ia jadi lupa waktu.
"Ya uda sana siap-siap"
"Hah?"
Bian menghembuskan nafas keras kemudian melemparkan kunci mobil ke arah Naira dan langsung ditangkapnya. Ia harus berganti pakaian dulu karena terlalu berkeringat.
"Sa-saya ikut Pak?"
"Iya lah, kamu kan asisten saya. Jadi kemanapun saya pergi kamu harus ikut. Ini masih jam kerja kalo kamu lupa"
"Terus ini maksudnya?" Tanya Naira sambil mengangkat kunci mobil.
Bian mengernyitkan dahi bingung mendengar pertanyaan Naira. Memangnya apa yang salah dengan kunci mobil? Ah ia ingat sekarang. Naira kan memang agak lemot sejak dulu. Duuh.
"Cari mobil saya di basement dan tunggu di depan kantor. Saya mau ganti baju dulu"
"Ooh, baik Pak"
Setelah membereskan meja kerja yang sedikit berantakan, Bian pun langsung berganti pakaian dan turun ke lantai bawah. Ia sudah membawa semua barang-barangnya karena memang ingin pulang setelah janji temu itu.
Melihat mobil orange yang sudah terparkir tepat di samping pintu perusahaan membuat Bian tersenyum. Ia jadi penasaran, bagaimana ekspresi Naira saat tau mobil itu. Senang kah?
Tapi sorot bahagia itu tidak nampak di wajahnya. Bahkan dia tetap saja tidak mau beradu mata dengannya. Sepertinya Bian harus berbicara empat mata.
"Ayo"
"Ini Pak" ucap Naira sambil menyodorkan kunci mobil ke arahnya.
Bian mengangkat satu alisnya bingung. Dia berniat menyuruh bos menyetir? Seriously?
"Kayaknya kamu terlalu di manja sama pak Demi. Sadar, kamu disini asisten CEO. Dan kamu tau kan tugasnya? Atau perlu saya buat daftar pekerjaan kamu agar mudah diingat?"
"Ti-tidak usah Pak"
"Ya uda ayo. Kamu mau ganti rugi kalo kerjasama dengan PT. Rinotech batal?"
Melihat Naira yang langsung berlari dan masuk ke kursi kemudi membuat Bian geleng-geleng kepala. Sepertinya ia memang harus membuat daftar pekerjaan untuk gadis itu.
"Semua berkasnya sudah dibawa?" Tanya Bian begitu Naira menjalankan mobilnya.
"Sudah pak. Kemarin pak Demi juga berpesan untuk membawa berkas yang berisi model mesin untuk pembuatan merchendies"
Bian hanya mengangguk sambil fokus menatap hpnya. Kepalanya terasa nyeri saat mendapat puluhan email penting yang belum sempat ia baca. Mungkin nanti malam ia akan menyelesaikan semua ini.
Hening. Selama perjalanan, Naira sama sekali tidak mengeluarkan suara apapun. Tapi tidak dengan mulutnya yang sejak tadi komat kamit tidak jelas. Bian yakin pasti gadis itu sedang mengumpatinya.
"Saya sudah boleh membahas hal pribadi sekarang?"
Uhuk uhuk
Nah kan. Baiklah, mungkin belum saatnya membicarakan masa lalu dengan Naira. Mungkin weekend nanti ia akan menjelaskan semuanya pada gadis yang masih memegang kunci hatinya itu.
*****
Bulan yang datang di waktu yang salah memang memalukan.~Naira bergerak gelisah di tempat duduknya. Di tengah meeting dengan pak Rino tadi, ia merasakan ada sesuatu yang keluar dari bagian bawahnya. Aduh, tidak lucu kan jika bulanannya datang di waktu yang tidak tepat seperti ini.Setelah kepergian pak Rino, ia ingin sekali ke toilet dan mengecek tamu itu. Tapi, bagaimana kalau sampai tembus? Mana sekarang ia pakai celana putih. Hiks."Kenapa?""En-engga apa-apa kok Pak" ucap Naira sambil nyengir. Ya kali ia bilang pada Bos kalo tamu bulannya sedang datang. Bisa malu tujuh turunan."Ngga usah bicara formal. Jam kerja sudah berakhir"Yeee, bilangnya ngga usah bicara formal, tapi dia sendiri sedang bicara formal. Tak tau lah. Naira sudah capek menghadapi Bian."Ayo pulang""Eh eh, bentar Pak, jangan pulang dulu" mati-mati. Bagaimana ini Tuhan? Mana baju yang dipakainya tidak sampai menutupi pantat. Hiks."Kenapa la
Pria penasaran dengan pembalut, bukan tindak kriminal kan?~Naira pun langsung masuk ke minimarket dan menuju deretan rak yang berisi pembalut. Sebenarnya ia ingin membeli banyak karena stok di kostnya juga sudah menipis. Tapi ia sedikit malu pada Bian."35 cm? Sepanjang itu punya kamu? Seriously? Wow, amazing"Heh? Naira langsung menggeplak bahu Bian kencang. Bagaimana tidak, pria itu mengatakan hal memalukan tersebut dengan suara kencang.Bahkan beberapa karyawan minimarket sampai menahan tawa. Duh, mau di taruh dimana mukanya yang tidak seberapa cantik ini? Hiks."Aaaawww. Heh, saya ini Bos kamu. Berani-beraninya...""Uda deh pak diem aja. Itu mulut, mau saya sumpel pake pembalut?"Pria itu hanya meringis kemudian berjalan ke kasir. Duh, ingin sekali Naira mencakar punggung Bian dengan trisula.Tidak ingin peduli dengan keberadaan pria menyebalkan itu, Naira pun mengambil beberapa bungkus benda kramat dan
Pengangguran di tanya kapan kerja, setelah bekerja dimintain mantu. Susah ya jadi manusia.~Malam ini sudah Bian catat sebagai salah satu malam terindah dalam hidupnya. Sejak tadi, senyumnya tidak bisa luntur dari sang wajah. Bahkan sesekali ia tertawa keras bak orang gila yang kesetanan.Sudah gila, kesetanan pula.Tenang saja, apartemen yang dihuni Bian ini memang kedap suara. Jadi tidak akan ada yang mendengar kegilaannya.Bian merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Pikirannya melambung membayangkan ekspresi Naira yang kesal karena ia yang terus menggodanya.Entah apa yang terjadi pada dirinya sekarang, Bian benar-benar tidak tau. Padahal ia bukan tipe cowok yang suka menggoda perempuan meskipun itu pacar, keluarga, atau teman. Bahkan dulu saat ia pacaran dengan Naira, sekalipun Bian tidak pernah menggoda gadis itu. Aneh kan?Bian adalah sosok pria cool yang lebih suka diam. Tapi itu tidak berlaku untuk keluarga dan sesuatu yang mem
Padahal tidak pernah ada pelajaran kode kemauan manusia, jadi kenapa mereka suka sekali dengan kode? Dan bagaimana cara memahami kode itu?~"MAS ADAM JANGAN NUTUPIN JALANKUUU""EH, EH MBAK JIYA, MINGGIR MBAK MINGGIR""GANENDRA, MINGGIR LO KAMPRET"TitYeah, setelah melewati banyaknya rintangan bak ninja warior, akhirnya Naira bisa menempelkan jari jempolnya di finger print yang terletak di dalam ruang fotokopi. Kalau bukan karena hpnya yang lowbatt ia tidak akan telat ke kantor.Biasanya Naira memesan ojek saat berangkat kerja, tapi karena hpnya yang lupa di charge semalam, ia jadi kelimpungan dan heboh menyetop taksi dan berakhir tidak dapat. Untung saja ada Hilmi yang kebetulan lewat depan kosnya.Jangan senang dulu. Meskipun sudah absen, tapi ia sudah telat karena jam yang sudah menunjukkan pukul 8.30. Gila, baru kali ini ia terlambat sampai 30 menit."Gila lo Nai, sekalian aja berangkat pas isoma. Ck ck ck" ucap Gan
Waktu paling ditunggu-tunggu saat bekerja adalah isoma, iya kan? Selain bisa istirahat, tentunya bisa bercanda gurau.~Jika ini komik, pasti pintu tertutup berwarna putih itu sudah berlubang karena terlalu lama ditatap oleh Naira. Ia sungguh kesal pada bosnya yang sejak tadi meneriakkan namanya.Ada mungkin 7 kali Naira bolak-balik selama 2 jam lalu. Ia sih tidak masalah jika ada sesuatu yang penting. Tapi yang membuatnya dongkol berkepanjangan, bosnya itu memanggil dirinya hanya untuk hal-hal sepele yang dia sendiri bisa melakukannya.Contohnya seperti mengambil pulpen yang jatuh tepat dikakinya, menutup gorden jendela, bahkan menurunkan suhu AC. Dan barusan, Naira disuruh untuk menyingkirkan anak rambut yang menutupi matanya.Gila kan?Jika dia bukan bos, pasti Naira sudah menendang tulang keringnya. Jika dia bukan bos, pasti kepala pria itu sudah ia tempeleng dengan tumpukan berkas. Dan jika dia bukan bos, ingin rasanya Naira menenggelam
Susah jadi cecunguk. Mau jadi istri bos aja, boleh ngga?~Naira sampai melongo saat suara itu tiba-tiba terdengar dan diikuti sosok pria yang berjalan di samping mejanya. Ia lihat jelas bahwa pria yang notabene bosnya itu tengah melirik dirinya tajam."Iya pak, saya ingat kok. Setelah ini saya langsung ke lokasi" ucap Hilmi dengan senyum yang dipaksakan. Jika bukan bos, pasti sudah ia jitak kepalanya. Bikin emosi saja."Abangnya kayak malaikat eh adeknya titisan setan. Liat tuh Nai mukanya tadi, kayak lagi nahan kentut"Naira hanya tertawa mendengar gerutuan sepupunya itu. Ya mungkin baru kali ini Hilmi bertemu langsung dengan bos yang memang sudah dicap setan oleh para karyawan."Lo ngga inget sama dia?""Siapa? Si bos?" Tanya Hilmi sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya."Iya, dia mantan gue"Uhuk uhukPrangPaduan suara yang terjadi di mejanya membuat Naira meringis pelan. Bahkan sekarang kedua manusi
Salah satu penyakit yang membuat penderitanya marah, kecewa, dan nekat adalah CEMBURU.~Bian menatap tajam sosok yang tengah bercanda gurau. Ia melihat dibalik kaca besar ruangannya yang tepat berada di depan meja kerja Naira.Iya, siapa lagi kalau bukan gadis itu. Hanya dia perempuan yang bisa membuatnya tidak fokus bekerja. Lihat saja sekarang, berkas-berkas yang harus dicek ia biarkan menggunung.Mengintip kegiatan Naira adalah yang terpenting sekarang. Apalagi gadis itu sedang tertawa lebar bersama Ganendra, wakil sekretaris yang sepertinya kekurangan pekerjaan.Setelah dengan Hilmi, gadis itu ternyata juga dekat dengan Ganendra. Banyak sekali gebetannya.Apa ia tambah saja ya tugas pria itu agar tidak menganggu gadis miliknya. Iya kan? Ia disini bos, dan apapun bisa ia lakukan asal itu tidak melewati batas. Lagian jika pekerjaan Ganendra bertambah, gajinya juga otomatis akan bertambah.Melihat Ganendra yang sudah kembali ke habitatnya, membuat
Dimanakah tempat aman bagi Naira? Masuk kardus dan dipaketin ke gurun sahara, sampe tidak ya?~Naira menghembuskan nafas pasrah melihat Silla yang heboh membawa sesuatu dan meletakkannya di kamar kost. Niatnya yang ingin langsung tidur sepulang kerja ternyata hanya angan-angan.Selama dirinya masih berteman dengan Silla, itu tandanya hidup Naira tidak akan pernah tenang. Seperti sekarang ini, meskipun ia bilang tidak, pasti dia akan tetap menyeretnya untuk datang ke sebuah acara yang menurutnya tidak penting.Ya Reuni, salah satu hal yang paling dibenci Naira. Jika bukan karena temannya yang heboh meminta dirinya untuk ikut, ia tidak akan sudi datang ke acara itu.Bayangkan saja, siapa sih zaman sekarang yang masih mengadakan reuni SMP. Iya SMP, duh, ia saja hampir lupa dengan masa-masa SMPnya dulu.Setiap tahun reuni itu memang diadakan. Dan Naira yang kelewat malas, tidak pernah datang ke acara itu. Lagian tanpa reuni, mereka juga
Kenapa harus bertemu jika hanya menebarkan garam di atas luka? Takdir sungguh kejam.~"Uda sah? Ha ha ha, halu banget tuh orang"Wajah Bian sontak berubah menjadi cemas. Pikirannya melambung, berusaha mengingat wajah Naira yang terlampau serius saat mengatakan hal itu.Tidak mungkin kan kalau dia sudah menikah. Buktinya status di CV gadis itu masih lajang. Iya benar, gara-gara penasaran, Bian sampai meminta data tersebut pada salah satu karyawan HRD.Yang pasti bukan Hilmi. Bisa gawat kalau pria itu mengadu pada Naira jika dirinya ini kepo dengan asistennya. Iya kalau dia hanya mengadu, kalau sampai menghajarnya bagaimana?Masalahnya, Bian belum tau status diantara mereka, jadi ia tidak boleh gegabah. Naira juga tidak mengatakan dengan siapa dia menjalin hubungan. Bisa jadi dengan Ganendra, Hilmi, atau bahkan dengan pria yang mengantarkan gadis itu ke kantor.Atau jangan-jangan dia madih berhubungan dengan pria sewaktu SMA itu?Ah entahlah, ia jadi pusing."Woy ngelamun aja. Mikirin
Jika tukang bangunan menghasilkan rumah dan gedung, maka tukang nyindir menghasilkan... Ada yang bisa jawab?~Bian meringis pelan saat menerima berkas yang diberikan oleh Tiur. Bagaimana bisa berkas penting ini ada padanya?"Kok ada di kamu?""Gimana pak?"Ia menghembuskan nafas pelan kemudian membuka berkas itu. Benar, ini berkas yang sama dengan yang ia lihat kemarin. Jadi, dimana Tiur menemukannya."Kenapa berkas ini ada di kamu?" Tanya Bian lagi dengan dahi mengernyit bingung."Kan bapak sendiri yang ngasih ke saya kemarin"Hah? Kapan? Kenapa Bian tidak ingat hal itu sama sekali? Sebentar-sebentar, sepertinya Bian mengingat sesuatu.Rasyid memberikan berkas itu tepat saat dirinya selesai meeting. Karena sibuk, ia tanpa sadar memberikan berkas itu pada... Tiur? Oh god, harusnya kan ia memberikan berkas itu pada Naira yang merupakan asistennya. Pantas saja gadis itu ngotot bahwa berkas penting ini tidak ada padanya. Duh, dasar Bian bodoh."Kenapa pak? Saya ngga boleh liat berkas i
Lebih enak mana, bos adalah mantanmu, atau mantan adalah bosmu? Serius nanya.~"Kamu gimana sih? Itu berkas penting Nai""Iya pak, saya juga tau. Tapi saya ngga ngerasa nerima berkas itu" ia sampai menekankan semua kata yang diucapkan.Baru 2 jam ia bekerja, Naira sudah mendapat amukan dari Bian. Berkas dari Rasyid mengenai gaji di hotel Nusa yang diterima langsung oleh Bian menghilang.Entah dimana pria itu menyimpan berkasnya, yang pasti Naira sama sekali tidak merasa menerima berkas itu. Boro-boro menerima, ia melihat saja tidak.Yang jadi masalah, kenapa Bian malah menyalahkannya? Ah pria itu memang suka melemparkan kasus yang ia buat sendiri. Menyebalkan."Meskipun kamu ngga nerima, tapi kan kamu yang beresin meja kerja saya. Jadi otomatis kamu harus bertanggung jawab karena berkas itu hilang"Mampus. Kenapa Naira tidak memikirkan kemungkinan itu? Bisa jadi berkas itu keselip dengan berkas lain. Sebaiknya ia segera mencari berkas itu sebelum mendapat amukan yang lebih parah. Bis
Aku memang sudah melatih tanganku untuk mengendalikan stik drum. Tapi hatimu, aku masih tidak paham bagaimana cara menjinakkannya.~ Tangan dan kaki Bian tidak bisa berhenti bergerak saat Bimo mulai menyanyikan sebuah lagu. Ia sendiri sedang memainkan drum dengan senyuman yang merekah di wajahnya.Sudah lama ia tidak memegang alat musik, apalagi ngeband seperti ini. Ya semoga saja bakatnya masih tersimpan. Jika tidak, bisa malu dirinya karena salah nada.Lagu jadilah legenda yang dinyanyikan oleh SID benar-benar membuat suasana menjadi syahdu. Lirik lagunya yang berisi ungkapan kebanggan untuk negara tercinta itu benar-benar membangkitkan semangat semua orang.Bimo yang kini menjadi vokalis, benar-benar bisa membangun suasana yang meriah. Semua orang yang tadinya sibuk dengan kegiatan masing-masing, langsung mendekat ke arah panggung.Suaranya yang memang cukup besar dan dalam, terdengar sangat cocok dengan lagu yang ia bawakan. Semangat pria itu yang begitu membara semakin membuat p
Naira cantik, siapa yang punya? Tentu saja bapak ibunya, hiks.~Bian menaikkan satu alisnya saat melihat Naira yang menatapnya dengan mata penuh kebencian. Ia jadi bingung, apa salahnya sampai mendapat pelototan seperti itu.Ia disini kan hanya untuk menghadiri acara reuni. Karena ini adalah reuni SMP pertama yang ia ikuti, jadi Bian menjadikan taman hotel perusahaannya untuk lokasi pertemuan.Tak hanya penyedia tempat, ia juga sudah menyuruh para koki hotel untuk menyiapkan beberapa hidangan lezat. Bahkan ia juga memerintah beberapa karyawan untuk membuat panggung. Asal kalian tau, apapun akan Bian lakukan demi Naira. Ya meskipun gadis itu sudah menduakannya. Tapi ia ingin Naira melihat bahwa inilah Bian sekarang. Sudah sukses dengan harta kekayaan yang menggunung.Siapa tau kan gadis itu akan memutuskan pacarnya dan kembali pada Bian. Ia memang mengharapkan itu terjadi. Meskipun ia benci, tapi rasa cintanya lebih besar pada Naira."Ehm maaf, mas siapa ya?" T
Dimanakah tempat aman bagi Naira? Masuk kardus dan dipaketin ke gurun sahara, sampe tidak ya?~Naira menghembuskan nafas pasrah melihat Silla yang heboh membawa sesuatu dan meletakkannya di kamar kost. Niatnya yang ingin langsung tidur sepulang kerja ternyata hanya angan-angan.Selama dirinya masih berteman dengan Silla, itu tandanya hidup Naira tidak akan pernah tenang. Seperti sekarang ini, meskipun ia bilang tidak, pasti dia akan tetap menyeretnya untuk datang ke sebuah acara yang menurutnya tidak penting.Ya Reuni, salah satu hal yang paling dibenci Naira. Jika bukan karena temannya yang heboh meminta dirinya untuk ikut, ia tidak akan sudi datang ke acara itu.Bayangkan saja, siapa sih zaman sekarang yang masih mengadakan reuni SMP. Iya SMP, duh, ia saja hampir lupa dengan masa-masa SMPnya dulu.Setiap tahun reuni itu memang diadakan. Dan Naira yang kelewat malas, tidak pernah datang ke acara itu. Lagian tanpa reuni, mereka juga
Salah satu penyakit yang membuat penderitanya marah, kecewa, dan nekat adalah CEMBURU.~Bian menatap tajam sosok yang tengah bercanda gurau. Ia melihat dibalik kaca besar ruangannya yang tepat berada di depan meja kerja Naira.Iya, siapa lagi kalau bukan gadis itu. Hanya dia perempuan yang bisa membuatnya tidak fokus bekerja. Lihat saja sekarang, berkas-berkas yang harus dicek ia biarkan menggunung.Mengintip kegiatan Naira adalah yang terpenting sekarang. Apalagi gadis itu sedang tertawa lebar bersama Ganendra, wakil sekretaris yang sepertinya kekurangan pekerjaan.Setelah dengan Hilmi, gadis itu ternyata juga dekat dengan Ganendra. Banyak sekali gebetannya.Apa ia tambah saja ya tugas pria itu agar tidak menganggu gadis miliknya. Iya kan? Ia disini bos, dan apapun bisa ia lakukan asal itu tidak melewati batas. Lagian jika pekerjaan Ganendra bertambah, gajinya juga otomatis akan bertambah.Melihat Ganendra yang sudah kembali ke habitatnya, membuat
Susah jadi cecunguk. Mau jadi istri bos aja, boleh ngga?~Naira sampai melongo saat suara itu tiba-tiba terdengar dan diikuti sosok pria yang berjalan di samping mejanya. Ia lihat jelas bahwa pria yang notabene bosnya itu tengah melirik dirinya tajam."Iya pak, saya ingat kok. Setelah ini saya langsung ke lokasi" ucap Hilmi dengan senyum yang dipaksakan. Jika bukan bos, pasti sudah ia jitak kepalanya. Bikin emosi saja."Abangnya kayak malaikat eh adeknya titisan setan. Liat tuh Nai mukanya tadi, kayak lagi nahan kentut"Naira hanya tertawa mendengar gerutuan sepupunya itu. Ya mungkin baru kali ini Hilmi bertemu langsung dengan bos yang memang sudah dicap setan oleh para karyawan."Lo ngga inget sama dia?""Siapa? Si bos?" Tanya Hilmi sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya."Iya, dia mantan gue"Uhuk uhukPrangPaduan suara yang terjadi di mejanya membuat Naira meringis pelan. Bahkan sekarang kedua manusi
Waktu paling ditunggu-tunggu saat bekerja adalah isoma, iya kan? Selain bisa istirahat, tentunya bisa bercanda gurau.~Jika ini komik, pasti pintu tertutup berwarna putih itu sudah berlubang karena terlalu lama ditatap oleh Naira. Ia sungguh kesal pada bosnya yang sejak tadi meneriakkan namanya.Ada mungkin 7 kali Naira bolak-balik selama 2 jam lalu. Ia sih tidak masalah jika ada sesuatu yang penting. Tapi yang membuatnya dongkol berkepanjangan, bosnya itu memanggil dirinya hanya untuk hal-hal sepele yang dia sendiri bisa melakukannya.Contohnya seperti mengambil pulpen yang jatuh tepat dikakinya, menutup gorden jendela, bahkan menurunkan suhu AC. Dan barusan, Naira disuruh untuk menyingkirkan anak rambut yang menutupi matanya.Gila kan?Jika dia bukan bos, pasti Naira sudah menendang tulang keringnya. Jika dia bukan bos, pasti kepala pria itu sudah ia tempeleng dengan tumpukan berkas. Dan jika dia bukan bos, ingin rasanya Naira menenggelam