Bab.20 Saudara Sepersusuan “Saudara sepersusuan kamu, Reyza namanya. Dan ibu susu kamu namanya Lisa,” ujar Adji dari dalam mobil. “Tanya sama Papa kamu, Ra. Kamu wajib tahu tentang mereka.”Mobil Opa melaju meninggalkan halaman rumah. Sementara Zora masih mencerna kata-kata Opanya. Dia berdiri mematung di garasi. Dari mana silsilah saudara sepersusuan yang dimaksud Opa. Kalau Zulaikha sudah jelas, gadis belia itu anak dari kakaknya Mama. Nah, kalau si Reyza....“Reyza...?” Zora menggaruk tengkuk leher. “Lisa...?”Zora berlari menemui Papa dan Oma di ruang makan. Pertanyaan itu harus segera mendapatkan jawaban. Apa yang disembunyikan oleh orang-orang dewasa di rumah ini dari dirinya? Tentang saudara sepersusuan dia sudah paham. Baru minggu lalu guru agama memberikan materi tentang itu. Saudara sepersusuan artinya anak kandung dari ibu susu. Sejauh yang dia tahu, saudara sepersusuan sama saja dengan saudara kandung. Secara hukum agama artinya mereka adalah mahram. Seseorang yang haram
Bab.21 Rindu yang Menyiksa Ryan memindai wajah itu. Lekat dan lama, dia merasa tersihir oleh pesona pemuda itu. Senyuman itu, sorot mata itu, garis rahang itu. Ah, Ryan menggeleng! Jika dia saja dengan mudah terpesona oleh sopan santun pemuda itu bagaimana dengan anak gadisnya?“Oh, kamu yang namanya Rey?” “Iya, Om.”“Zora tiap hari cerita tentang kamu.”“Papa!” Zora melotot pada Papanya.“Apa?” tanya Ryan. “Ya sudah. Turun sana, naik motor bisa nyelip-nyelip. Nunggu selesai macet pasti bakalan lama, Ra.”Tak menyangka hati Papa akan mudah sekali luluh begitu melihat wajah Rey. Zora terheran-heran dengan sikap Papanya. Ini, jangan-jangan Papa berpikir kalau Rey adalah pacarnya.“Tolong jaga Zora ya,” kata Ryan begitu Rey menarik setang gas. Dari dalam mobil dia terus mengawasi hingga kedua muda-mudi itu hilang dari pandangannya. Ah, melihat keduanya Ryan jadi teringat masa yang telah terlewat. Dulu s
Bab.22 Lukisan untuk Nisa“Ryan...Ryan. Kamu tidak peka dengan perasan wanita.” Nisa berdiri lalu berjalan ke dekat sofa, mengambil tas yang dia letakkan di atas meja.“Benar. Jika saya waktu itu peka. Saya tidak akan kehilangan istri saya.”“Lisa mencintai kamu.”“Dan saya mencintai kamu.” Ryan bangkit dan bergerak mendekat kepada Nisa. Nisa menunduk. Untuk pertama kalinya dia mendengar kata cinta terucap dari bibir Ryan. Tidak! Itu pasti hanya omong kosong pria di depannya.“Katakan sekali lagi. Saya ingin mendengarnya.” Nisa memberanikan diri menatap mata Ryan. Ryan menelan ludah. Tidak semudah itu mengatakan perasan kepada Nisa. Tadi dia hanya keceplosan. Ryan menggeleng pelan.“Mari saya antar lihat-lihat ke bawah.” Ryan mengalihkan pembicaraan.Nisa tersenyum sinis. Benar dugaannya, itu hanya omong kosong Ryan. “Saya boleh ambil foto Zora?”“Jangan. Nanti Anda menculik dia.”Nisa menginjak kaki Ryan dengan keras. “Ya sudah. Tapi awas kalau Anda menculik anak gadis saya.”“Di
Bab.23 Lukisan untuk Nisa (b)“Ada. Sudah dikasih susu tapi enggak mau. Sesekali tidurlah di sini temani Zora.”“Enggak enak sama tetangga.”“Ya nginepnya pas di rumah enggak ada aku sama Bapak. Kamis depan kami ke peternakan. Nginep di sana. Jadi, kamu bisa bebas tidur di sini.”“Akan aku pertimbangkan.” Lisa kecewa mendengar jawaban Ryan. Pria itu hatinya bagai tak tersentuh. Atau mungkin sudah mati rasa? Entah, Lisa pusing memikirkan itu.Ryan mengamati perubahan air muka Lisa. Dia tersenyum lalu menggeleng. Lisa memang menarik, bolehlah dikatakan cantik. Namun hati Ryan tidak sedikitpun tergelitik. Dan lagi Lisa masih punya suami, meski wanita itu tidak pernah memperkenalkan suaminya secara langsung.“Mas Ryan, bisa kita bicara berdua?”“Bicara saja.”“Hmm, bukan di sini.”“Sama saja kita sedang berdua, kan?”Lisa menarik kursi di sebelah Ryan lalu mendudukinya. Dia berpangku tangan sembari tersenyum memperhatikan Ryan. Dilihat dari segala sudut pandang, pria itu tetap menarik per
Bab.24 Bagaimana Kalau Aku Memaksa?“Mas Ryan masih cinta sama Mbak Nisa?”“Tentu. Dia cinta pertama. Dan aku pastikan dia pula yang terakhir. The one and only. Satu-satunya di sini.” Ryan menunjuk dadanya dengan kuas yang dia pegang.Lisa menutup mulut dengan telapak tangan kirinya. Sementara sebelah tangganya menopang pada dinding. Pijakan kakinya limbung.“Kamu kenapa Lis?”“Aku cinta sama kamu, Mas.”Kuas di tangan Ryan jatuh. Dia mengubah posisi duduk menghadap kepada Lisa yang kini menatap dengan nyalang. Sungguh, tak pernah menyangka bahwa wanita muda itu akan berani menyatakan cinta, sedangkan dia masih berstatus sebagai istri orang.“Aku cinta sama kamu. Apa kamu buta dengan semua perhatian yang aku berikan selama ini?”“Lisa?”“Aku kira semua perhatian yang Mas Ryan berikan padaku dan Reyza adalah sebentuk cinta. Ternyata aku salah menduganya. Aku yang terlalu percaya diri.”Ryan mengusap wajah. Dia menghela nafas lalu mengembuskan kasar. Tak kuasa Ryan bersihadap dengan L
Bab.25 Kamu Ketahuan, Sa♧♧♧Raya mengakhiri sambungan telepon dari Nisa begitu sampai di depan pintu rumah Ryan. Bekas teman satu kost itu meminta dirinya datang menjenguk Zora. Sekaligus mengirim informasi tentang perkembangan bayi perempuan yang kini berusia tujuh bulan.Merepotkan benar memang temannya yang satu itu. Seminggu sekali Raya harus menyempatkan diri berkunjung ke rumah keluarga Adji Anggoro guna memastikan keadaan Zora. Mencatat setiap pertumbuhan bayi berpipi bakpao itu lalu disampaikan kepada Nisa. Tak habis pikir ulah Nisa, bukannya bertanya langsung pada Ryan. Eh, wanita itu justru menyuruh Raya menjadi antek. Apa namanya kalau bukan antek jika diam-diam mengambil foto bayi itu?“Mbok Narti...,” panggil Raya setelah mengetuk pintu. “Ini aku, Mbok. Aku Raya....”Tak ada sahutan. Raya mencoba membuka pintu. Dan, beruntung sekali hari ini. Pintu tidak dikunci, Raya bebas masuk tanpa menunggu dibukakan dari dalam.“Mbok,” sapa Raya begitu dia melewati ruang tengah dan
Bab.26 Bagaimana Kalau Zora Kangen?“Kamu ketahuan, Sa.” Raya menyeringai sambil mengedipkan sebelah mata. Memberi kode pada Lisa bahwa dia sudah menyimpan kartu As wanita muda itu.Lisa menyorot tajam mata Raya.“Mau lari ke mana?”Ryan hanya melongo melihat kedua wanita di depannya bersitegang. Di sini, dalam situasi begini, Ryan merasa bagaikan anak keledai yang tak menahu persoalan orang lain.“Ada apa Raya?” tanya Ryan setelah Lisa meninggalkan ruang kerjanya. “Kamu merahasiakan sesuatu tentang Lisa?”“Enggak,” sahut Raya tenang. Meskipun dia tahu satu rahasia besar tentang suami Lisa yang ternyata seorang penipu, Raya tidak akan mungkin memberitahu Ryan. Biar saja itu menjadi rahasia Raya.“Terima kasih kamu datang di waktu yang tepat.”“Yakin?” cibir Raya setengah tak percaya pada Ryan. “Kamu menikmati kok.”Ryan mengangkat bahu sambil berlalu. Dia harus menemui Lisa, harus bicara baik-baik pada wanita itu.“Lisa di mana, Mbok?” Ryan bertanya pada Mbok Narti yang tengah menidur
Bab.27 Surat Cinta“Bagaimana kalau Zora kangen?” tanya Ryan parau. Bayi perempuannya begitu dekat dengan Lisa. “Reyza juga pasti akan kangen sama Papanya,” sahut Lisa seiring dengan senyuman terbaiknya.“Nanti Papanya Zora kangen loh sama kamu,” sindir Raya ikut menimpali. Geram sedari tadi diam saja. “Aku juga akan kangen sama Mas Ryan.” Lisa tak mau kalah. Dia hanya menyulut api, koreknya Raya yang menyediakan. Jadi, jangan salahkan bila api itu justru balik membakar hati Raya.Ryan menggaruk tengkuk leher. Kehilangan Nisa membuatnya pusing. Menjadi duda muda nan rupawan ternyata tidaklah mudah. Bukan hanya gadis, bahkan wanita yang masih bersuami sekalipun mengejar cintanya. Huh, Ryan geleng-gelang kepala memikirkan masa depannya nanti.“Aku boleh pamitan dulu sama Zora?” Tentu saja boleh. Siapa yang akan melarang seorang ibu bertemu anaknya? Ryan tersenyum kecut membayangkan saat terakhir kali bertemu Nisa. Malam itu dia dengan lantang melarang wanita itu untuk bertemu dengan