Setelah mendapatkan pesan merah dari Kyrene, aku yang berencana menghabiskan empat hari kedepan di Macau mendadak urung. Situasi di markas kami lebih genting. Jam tiga pagi sepulang dari Venetian Macao -casino 39 lantai di Cotal strip, aku langsung bergegas terbang pulang.
Karena pilot ulung dan bandara pribadi milik salah satu sekutu kami, pukul delapan pagi mobilku sudah mendarat di gerbang markas. Setibanya, aku bergegas memacu langkah menuju bangunan utama. Pintu ruangan terbuka lebar, aku menghentikan langkah dan mencoba membaca situasi. Tak sengaja, mataku bertemu Sora yang berdiri kaku membawa sepiring potongan apel. Tangannya menyenggol Kyrene seolah memberi kabar bahwa aku telah datang. Aku menahan tawa menatap tingkah mereka yang sangat canggung.
Didepan tiga lukisan besar yang kupajang di ruangan ini, seorang perempuan paruh baya mengamati dengan tenang. Mataku jatuh menatap Hakama yang ia kenakan -pakaian luar tradisional jepang yang digunakan ahli bela diri ketika sedang tidak bergulat. Hakama itu hadiah dariku setahun lalu saat perhelatan empat tahun berdirinya organisasi kami.
"Kau benar-benar kurang ajar Kei, berani sekali membuat gurumu menunggu." ujarnya saat aku baru memulai langkah masuk, "Ck, dari mana lagi kau sekarang?"
Aku menjajarinya dan memberi salam penghormatan, "Maafkan aku, Guru. Selepas pertemuan dengan putra Mr.Hong kemarin, aku menghadiri peresmian Hotel milik Mr. Zhangs di Macau. Jika saja aku tau Guru datang kemari, pasti kami akan menjamu mu lebih baik."
Ialah Guru Tami. Seorang Kunoichi keturunan Mochizuki Chiyome -ninja perempuan yang mendirikan markas untuk melatih perempuan-perempuan di desa Nazu. Ah iya, sebenarnya Guru Tami tidak begitu senang ketika seseorang melabelinya kunoichi. Baginya itu adalah penyimpangan arti. Kunoichi sebenarnya bukan sebutan untuk asosiasi ninja perempuan, melainkan salah satu jutsu yang bisa dipelajari baik pria maupun wanita. Namun, seiring perkembangan zaman, pada abad 16, kunoichi lebih banyak dipelajari wanita sebagai upaya perlindungan diri. Maka sejak saat itulah Ninja perempuan sering disebut Kunoichi.
"Ah, aku tau hotel itu. Beritanya ada dimana-mana." Guru Tami menatapku, "Apa sebagus itu, Kei?"
Aku mengangguk, "Memang sebagus beritanya, Guru. Hotel itu punya 200 kamar suit room dengan nuansa Yunani yang sangat mewah. Fasilitasnya juga tidak main-main. Para tamu mendapatkan layanan antar dua puluh empat jam penuh dengan mobil Rolls Royce Phanton. Benar-benar bisnis yang bukan main, Guru. Mr. Zhangs selalu seluar biasa itu."
"Apa kalian bertemu?"
"Iya Guru, kami sempat bertemu di casino untuk membicarakan pekerjaan."
"Pekerjaan apa?"
Dari balik badan kami, Sora mencoba memberikan pesan dengan tangannya untuk segera mengakhiri pembicaraan karena kakinya sudah mulai payah berdiri. Aku hanya tersenyum sekilas, memintanya untuk bertahan sebentar lagi.
"Kami mendapatkan klien yang bermasalah dengan pemerintah China. Mengingat ketegangan antara pemerintah China dan Hong Kong akhir-akhir ini, aku harus banyak membangun relasi. Kau tau sendiri, Guru. Dunia gelap Hong Kong mendukung penuh pemerintah. Itu artinya, memberikan banyak keuntungan kepada China bisa membuat hubungan kami dengan mafia Hong Kong memburuk. Jadi, aku mencoba berdiri ditengah dalam menyelesaikan pekerjaan ini. Dan Mr.Zhangs-lah yang membantuku."
Guru Tami tersenyum bangga menatapku, "Melihatmu sehebat ini, tidak salah bila kau keturunan Anne San, Kei." Sanjungnya.
Aku menunduk sopan, "Kehormatan bagiku untuk mendapat pujianmu, Guru."
Mata Guru Tami mendadak nanar menatap lukisan Haha yang kupajang besar-besaran dibangunan utama, ia meraba ujung pigura dengan penuh kasih sayang. "Aku mengenal Anne San sejak masih menjadi bagian dari markas Chiyome. Ia putri juru masak kami. Ia adalah teman pertamaku. Teman yang tidak pernah takut dengan luka mengangga diwajah dan tubuhku."
"Kami tumbuh bersama menghadapi kerasnya hidup; aku dengan misi-misi mematikan dan ibumu dengan ekonomi keluarga yang hancur berantakan. Hari itu, sehari setelah ulang tahunnya yang ke 17. Seekor lintah darat Tokyo datang kerumahnya untuk menagih hutang. Namun nihil, tak satupun keluarga Anne San yang mampu membayar. Akhirnya, mereka membuat kesepakatan. Hutang akan lunas bila mereka diizinkan memperkerjakan Anne sebagai penuang minuman pada bar mereka."
"Tuhan. Sampai detik ini, aku tak pernah sanggup membayangkan Anne melayani laki-laki bobrok diluar sana." Guru Tami menghela nafas berat, "Hari itu, dengan emosi yang tak terbendung, aku berlari mengacungkan Katana di rumahnya. Aku bersumpah atas nenek moyangku untuk membunuh siapapun yang berani menyentuh sahabatku. Namun bodohnya, ibumu malah menangis menahan pedangku. Melihat telapaknya basah darah, akhirnya dengan terpaksa aku merelakannya."
"Tapi tanpa ibumu tau. Hari itu juga, aku keluar markas. Aku bertekad mengumpulkan banyak uang dan menebus Anne San. Aku banting tulang mengerjakan apa saja. Tapi naas, kehidupan ternyata sangat buruk. Uang sangat sukar dicari. Akhirnya aku menyerah. Aku berhenti menjadi buruh cuci dan memilih menjadi pembunuh bayaran. Sebenarnya sebagai ninja aku dilarang melakukannya, tapi mau bagaimana lagi, Jigoku no sata mo kane shidai (Asal ada uang semua bisa diatur). Aku ingin menebus hidup Anne."
Mata Guru Tami berpindah menatap lukisan Chichi, "Sedang Kazuo, aku mengenalnya saat Chikusou masih sebatas perkumpulan preman pasar yang suka merampas hasil dagang, menyelundupkan narkoba dan mengedarkan senjata ilegal di Tokyo. Kalau diingat-ingat, ayahmu itu benar-benar menakutkan, Kei. Matanya selalu merah, bibirnya jarang berbicara selain umpatan dan seringaiannya selalu kasar. Siapapun yang mendengar langkah kakinya akan lari tunggang langgang."
"Bisnis Tuanku bergerak dibidang yang sama dengan Kazuo, Kei. Ia selalu menganggap Kazuo sebagai batu sandungan." Guru Tami menatapku sejenak, "Akhirnya suatu hari, ia memerintahku untuk membawak kepala Kazuo ke hadapannya."
Aku yang sebenarnya terkejut, cepat-cepat mengerjap dan mengatur ekspresi sedatar mungkin. Guru Tami menghela nafas, "Mendapat perintah itu aku bergegas pergi ke Tokyo. Dengan misi yang kubawa, aku berhasil bertemu Anne San dibar tempatnya bekerja. Ia sama sekali tidak pernah berubah, selalu cantik dan layak di agungkan."
"Hingga suatu malam, setelah berhari-hari mencari Kazuo, aku menemukannya tak sengaja di bar tempat Anne bekerja. Aku segera bersembunyi menyiapkan serangan. Namun naas. Ibumu menemukanku dan menggamit lenganku ke meja Kazuo. Dengan senyum lebar, ia memperkenalkan Kazuo sebagai kekasihnya. Aku benar-benar terkejut. Aku segera menariknya, ku ajak ibumu bicara empat mata. Aku bertanya padanya, apakah ia tau bahwa lelakinya adalah seorang bos mafia. Dan dengan senyuman tenang, ia menjawabku dengan anggukan pelan. Anggukan yang menjadi alasan keputusanku."
"Malam selanjutnya aku menemui Kazuo dan meletakkan katana di lehernya. Kujelaskan misiku, kujelaskan persahabatanku. Aku memojokkannya, bertanya apakah ia mencintai Anne San seluar biasa Anne San mencintainya atau tidak. Kazuo hanya mengangguk, namun dengan seishin teki kyoyo (jiwa murni) yang kupelajari dimarkas, aku bisa membaca ketulusan dimatanya."
"Akhirnya aku kembali ke Nazu untuk membunuh Tuanku."
Aku menatap guru, "Apa Haha tau mengenai ini?"
Ia menggeleng, "Jelas tidak." Guru Tami menjeda, "Tiga bulan semenjak hari itu, ibumu menggundangku dalam pagelaran pernikahannya. Aku datang. Hari itu wajah ibumu sangat bahagia, lebih bahagia dari hari-hari yang telah lalu."
"Kau tau, Kei, ibumu itu benar-benar pekerja keras. Semenjak menikah dengan Kazuo, ialah dalang dibalik dirombaknya sistem Chikusou. Ia meletakkan hierarki, peraturan, sistem kerja, klan dan berbagai hal dasar lain. Ia menjadi dalang dibalik penggelontoran modal kehidupan gelap chikusou menjadi perusahaan-perusahaan saham, jasa detektif swasta, dan penyedia layanan keamanan pejabat. Ialah perempuan pertama dalam organisasi mafia. Perempuan yang memastikan Chikusou sempurna menjadi organisasi mafia raksasa terbesar ke empat didunia –setelah El Chino, the boy, dan Los Antrax ."
"Namun, begitulah patriarki. Anne San tidak mendapatkan banyak sorotan. Chikusou selalu diangap besar dengan nama 'Kobayashi Kazuo'. Padahal dibalik lelaki keras itu, ada bunga sakura yang mekar cantik dan menjelma sebagai perempuan dengan keahlian mumpuni dalam organisasi. Anne selalu dipandang sebelah mata. Semua orang tertawa karena hanya untuk mengangkat wakizashi saja ibumu butuh dua tangan. Di dunia serba laki-laki, menjadi perempuan yang memiliki sedikit saja kelemahan akan terasa begitu sulit."
Aku tersenyum bangga. Ibuku memang seluar biasa itu. Benar kata orang, Anne San adalah bunga sakura yang mekar diam-diam. Namun dalam bisunya, ia mampu mencentuskan Sokaiya, taktik pemerasan yang kini menjadi strategi utama organisasi mafia.
"Kau tau yubitsume, Kei?"
"Ah, potong jari bila seorang anggota chikusou melakukan kesalahan? Tentu Guru, haha selalu menyuruhku agar menghormati orang-orang yang melakukan yubitsume. Katanya, hanya orang-orang hebat yang berani menerima hukuman atas kesalahan. Dan hanya orang-orang itulah yang memberikan bukti nyata kesetiaan pada Chikusou. Sekarang, banyak organisasi mafia yang menerapkan itu. Padahal menurutku itu sangat berbahaya, Guru. Rawan menguak identitas. Kami lama menanggalkannya."
"Benar, di keadaan dunia yang sekarang, yubitsume seharusnya ditinggalkan. Tapi, asal kau tau, yubitsume adalah salah satu kebijakan yang dibuat ibumu. Ditahun kedua Chikusou berjaya, ibumu mendapatkan posisi pengatur strategi. Tapi, banyak sekali yang menentang. Anne San selalu dianggap hanyalah seorang perempuan istri bos Chikusou. Dalam organisasi mafia, kedudukan istri dianggap lebih rendah daripada pengeksekusi jalan."
"Tapi beruntung, Kazuo bukan mafia pada umumnya yang menganggap perempuan sebagai makluk lemah tempat menabung penerus takhta. Kazuo selalu memuliakan Anne San dan menghukum orang yang memandangnya remeh. Anne tidak salah memilih laki-laki."
"Dua bulan kemudian, kau lahir sebagai Kei. Bayi yang dikenalkan kepada seluruh anggota Chikusou dalam gelanggang. Ketika para anggota menyadari kau adalah bayi perempuan, mereka bersorak kecewa. Lantas ibumu, Anne San, berdiri mengambil alih keadaan. Wajahnya merah menahan amarah. Seumur persahabatan kami, hari itu adalah hari pertama aku menyaksikan seorang Anne San murka. Ia meneriakiku agar membelah dada orang yang kecewa atas kelahiran putrinya. Kazuo diam saja, menurutnya ini ajang agar tak ada lagi yang meremehkan seorang Anne San. Ia ingin Chikusou dikenal tidak hanya dari namanya, ia ingin menunjukkan apa jadinya bila perempuan sudah menyingsingkan lengan."
"Anne sebenarnya kesetanan, namun setelah otaknya kembali berfungsi, ia sadar akan kehilangan banyak anggota hanya dengan sekali perintah. Akhirnya, Ia memerintahkan bagi seluruh orang yang kecewa dengan kelahiranmu namun masih ingin setia pada Chikusou untuk memotong satu jari mereka. aku tidak tau dasar pemikirannya. Tapi, hampir separuh gelanggang memilih menumpahkan darah mematuhi perintah mewujudkan kekecewaan. Aku tidak tau apa yang ia pikirkan. Bukannya menyesal, ia malah kembali memutuskan, barang sesiapa yang melakukan kesalahan saat melakoni tugas dan merugikan organisasi, maka akan digelarkan upacara potong jari tangan digelanggang. Yubitsume."
Mulutku menganga, tidak pernah tau kejadian itu. Aku tidak tau ada sejarah kelam dibalik kelahiranku.
Dari cerita Guru Tami, aku tersadar sesuatu.
Saat umurku masih belum sempurna lima tahun, Guru Tami diminta untuk mengajariku teknik ninjutsu. Haha selalu menemaniku berlatih dan aku selalu mengeluh. Ketika anak usiaku seharusnya belajar membaca atau bermain boneka selayaknya gadis kecil pada umumnya, bersama Guru Tami aku hanya dijejali justu dan pedang.
Saat umur sepuluh tahun, Guru Tami mengakui kemampuan ninjutsuku. Hari itu, pagelaran besar di rayakan dalam gelanggang. Anggota ahli ninjutsu diminta melawanku satu persatu. Preman-preman itu melawanku tanpa ampun, membiarkanku babak belur seolah lupa aku putri pemimpin Chikusou. Haha dan Chichi hanya duduk menonton dengan tenang dibalik Guru Tami.
Hari itu aku marah besar, merasa dijadikan umpan dan dibiarkan mati dijalanan. Haha datang merawat lukaku, ia bilang tidak akan meminta maaf dan tidak akan menjelaskan alasannya. Katanya, kelak aku akan mengerti dengan sendirinya.
Semenjak saat itu, namaku selalu di elu-elukan anggota Chikusou sebagai gadis kecil yang ketika namanya disebut mampu membuat sesiapapun tunduk.
Haha, sekarang aku mulai paham mengapa kau selalu mendidik sekeras itu. Kau tidak ingin sesiapapun meremehkanku. Jangan khawatir, Haha, sekarang sudah tidak ada lagi yang mampu berkata tidak atas ucapanku.
Perbincangan tentang masalalu berlangsung buas. Kami tertawa pada hal-hal kecil yang terjadi selama pelatihan. Guru Tami tak habis-habis menggejekku yang selalu menangis saat disuruh berlari diatas bara api. Ah, masalalu itu.
Tiba-tiba, Jack mohon izin masuk ruangan. Tangannya membawa berkas dan ponsel dengan layar menyala. "Nona, mohon maaf menganggu waktunya." ujarnya takut-takut, "Berkas saham dari putra Mr.Hong sudah datang dan ini-" ia mengulurkan ponsel.
Mr. Zhangs menelponku. Konfirmasi pertemuan nanti malam.
Guru Tami menatapku, "Selesaikan urusanmu, Kei. Sora dan Kyrene ada disini untuk menemaniku. Lagi pula, aku datang untuk mengenang Kematian Anne San bukan untuk bertemu denganmu." ujarnya.
Aku pamit undur, meninggalkan mereka di bangunan utama markas kami, tempat lukisan yang selalu kupandangi tiap pagi berada. Lukisan yang membawa hidupku ketempat yang seluar biasa sekarang. Lukisan bergambar Potret Anne San yang sedang tersenyum cantik dibalut Kimono biru laut, Potret Kazuo yang berdiri gagah ditengah gelanggang sambil mengepalkan tangan dan Naga merah, Lambang Chikusou yang dimiliki tiap anggota dibelakang daun telinga.
See U.
Kepaku pening. Semalam suntuk aku dan Mr.Zhangs mengadakan pertemuan di Borneo untuk membahas rencana lobbying pemerintah China terkait izin Anti Trust Filing. Aku merebahkan tubuh dihadapan sofa yang menyorot langsung pada dinding tempat lukisan Chichi dan Haha bertengger gagah. Dari arah gelanggang, Sora bersama wakizashinya melakukan rutinitas; mengupas apel untuk sarapan sembari berjalan mendekatiku. "Kau minum berapa banyak, Zoe?" tanyanya sembari merapikan anak rambutku. Aku mengacungkan dua jari. Sora menggeleng tak habis pikir, "Lalu bagaimana hasilnya?" "Tidak ada yang spesial. Hanya, keluarga Hong Kong meminta sekompi pasukan kita untuk dibawa menggempur Taiwan besok. Dengan begitu, ia berjanji tidak akan menganggap die Waffe mengkhianati persekutuan. Bahkan, jika Taiwan berhasil diduduki, ia berjanji akan menggerakkan rakyat Hong Kong untuk mengikuti permain
Setelah pesawat cruising, Kendali pesawat digantikan oleh anggota kepercayaan Tytan. Kyrene dan Sora menyusul kami di meja pertemuan. Banyak hal yang harus kami dibahas di meja bundar ini. "Yang paling menguntungkan dikeadaan seperti ini adalah penyerangan tertutup." Aku memulai pembicaraan, "Setidaknya, kita dapat titik point sebelum kekuatan mereka terkumpul. Tapi bagaimanapun kita harus memastikan Shereen ada di markas. Karena menikam jantung musuh tanpa senjata yang bisa membuatnya mati sekali tekan hanya akan membuat kita menggalami sekali duakali serangan kecil." "Tapi, Zoe, jika kita melakukan penyerangan tertutup tentu tidak akan ada negosiasi antara kau dan israel. Itu lebih membahayakan Shereen, ia jelas akan menjadi umpan untuk membuat kita bertekuk lutut. Pula, mengingat pertempuran ini ada di kandang lawan, keadaan Non negosiasi juga membahayakan kita. Tapi tentu, jika kita melakukan negosia
Langit merebah. Paduan gelap membiru terang diantara horizon orange mentari pagi menyambutku hangat. Aku berdiri menumpukan badan pada dinding pesawat melemparkan mataku pada bentangan gugusan awan. Setelah berbaur dengan kesunyian yang cukup panjang, Jack mengetuk pintu. Ia masuk bersama dengan segelas susu dan beberapa lapis roti selai cokelat. Matanya menunduk saat menatapku yang hanya dibalut jubah tidur. "Bagaimana malam mu, Jack?" tanyaku sembari mengambil susu diatas nampan, "Tidurmu nyenyak?" "Sangat, Nona." Ia meletakkan sarapan diatas tempat tidur, "Terimakasih." Aku menoleh menatapnya heran, terimakasih? Ia mengulum senyum. Tangannya bergerak membenarkan posisi Rolex Antimagnetique Ref. 4113 from 1942 dipergelangan. Jam yang dibuat dari silver matter dan pink gold Arab itu adalah oleh-oleh dariku sepulang menemani M
Suasana mendadak benar-benar tegang. Suara tapak kakiku yang sengaja kubuat kasar, lirih berjinjit tapak kaki anggota, dan pistol-pistol yang pelatuknya ditarik kasar mewarnai perjalanan. "Apa yang kau inginkan, Sam?" tanyaku. Sam sedikit mengendurkan todongannya ke kepala Shereen, ia tersenyum puas, "Kau harusnya bertanya lebih awal, Kei, supaya kita tidak perlu repot-repot melakukan ini."Aku mengangguk, "Kau juga tak perlu repot-repot memanggilku Kei, seolah ingin menghormatiku sebagai Putri Chikusou, Sam. Panggil aku Zoe, nama yang lebih layak untuk diucapkan mulut kotormu." Ujarku sambil terus melangkah mendekat, "Jadi, katakan apa maumu.""Sederhana." ucapnya santai, "Sewakan kembali tanah Al Baqoura dan Al Gamr pada Israel, kami ingin membuat ladang ganja disana. Lalu, jadikan Taiwan pemimpin Asia Timur. Dan yang terakhir, bergabunglah bersama kami. Begitu kau setuju, kau boleh pergi dari sin
Aku menatap Shereen yang masih tertidur dalam buai obat bius. Tanganku membelai rambut cokelatnya. Ialah Shereen, Seorang pilot militer wanita pertama yang menyelesaikan pelatihan fixed wing aircraft di usia 19 tahun. Seorang bangsawan yang diam-diam bekerja paruh waktu menjadi pilot organisasi kami. Menurutnya, kehidupan menjadi seorang Putri bungsu Raja Yordania membuat karier dalam dunia militer tidak menantang. Ia tidak diizinkan melakoni misi sulit bahkan sekadar mengendarai jet-jet tempur dengan alasan keamanan Putri Raja. Padahal kemampuannya tidak bisa diragukan. Kuakui, ia dua tingkat diatas Kyrene. Bersama kami, ia dapat dengan bebas menggendarai jet-jet tempur, memutar kemudi pesawatnya diudara, melakukan G Force (anti gravity), dan berbagai pengalaman menegangkan lainnya. Walaupun seluar biasa itu, dimata kami ia tetap hanyalah adik kecil yang menggemaskan dan terkadang –lebih banyak menyebalkan. Melihatnya setakberdaya ini memb
Dua tahun berlalu membawa begitu banyak perubahan pada tiap-tiap sudut pondasi Die waffe. Mulai dari Shereen yang tidak lagi berkeja sebagai pilot kami karena ia diperintahkan untuk tidak meninggalkan istana, Bonus 5% tambahan saham atas keberhasilan mendapat izin anti trust filing hingga kabar duka yang menyelimuti markas tiga minggu yang lalu. Guru besar kami, Guru Tami telah berpulang. Senyum pucat yang menghantarkan pada gerbang perpisahan tersirat mengatakan bahwa ia akan pergi untuk melanjutkan persahabatannya di surga. Semoga kedamaian menyertaimu, Guru. Kini Diruang tengah potret Guru Tami mengenakan Shinobi Shozoko dan Acungan ninjato Paman Frank terlukis gagah. Hariku kini lebih sibuk, semakin banyak wajah yang menuntut dengar ceritaku. Tanganku bergerak membenarkan lukisan Paman Frank yang sedikit miring. Masih hangat diingatanku ka
Langkahku beku disambut gelagar megah Foxwoods Casino. Aku tergugu heran. Sejak kapan surga menjelma menjadi Hamparan mesin slot; ruang poker; meja permainan BlackJack, Roullete dan Craps; kerumunan pertaruhan anjing, balap kuda dan jai lai; serta Balai Bingo sebesar ini? Tempat yang menyajikan pengalaman gemerlap dunia perjudian diantara restaurant mewah, Shopping center, spa center, top golf swing suite dan Stony Creek Bewery ini benar-benar layak menyandang gelar "The Most".Crazy!"Nona." panggil Jack lirih, "Kau mau menggunakan jasku?"Aku menoleh heran menatap dua kancing teratas jasnya yang sudah tanggal. Matanya merajuk tak nyaman pada leather guipure Lace Gown yang kukenakan. Aku menggeleng kecil ketika mengerti arah pembicaraannya, "Tidak perlu." tanganku bergerak mengaitkan kancing jasnya.Jack menahannya, "Banyak laki-laki yang terus memperhatikanmu sejak kita datang, Nona
“Tuan Thomas.” seorang lelaki diujung meja membuka suara. Kepalanya condong miring menyempurnakan pandang, “Karena keterlambatku, aku baru menyadari ada wajah baru yang duduk diantara kita hari ini. Aku rasa, tak elok bila makan semeja tanpa saling mengenal. Bukan begitu, Tuan?”Yang berbicara itu adalah pemimpin The Marrakesh. Seorang rubah berkepala manusia yang sangat lihai dalam permainan judi, Mr. Pierre. Kami pertama kali bertemu di Tusk Rio Casino, Afrika Selatan, saat Mr.Thomas menjeb
Setelah kuhabiskan enam purnama duduk berairmata diberanda klinik Bian Que, akhirnya hari yang kutunggu datang jua.Malam ini, dengan mata nyalang memindai markas besar El Chino, aku duduk sedikit bersandar. Semua sudah sangat siap; tubuhku telah sempurna dibalut Shinobi Shozoko, jemariku telah dihiasi Shoboki, pula punggungku pula telah menegak menenggerkan kusarigama dan kyoketsu shoge. Setelah purnama kutujuhku sedikit menyingsing, semua dendam, duka, lara dan nestapaku akan segera sirna.Bicara tentang purnama ketujuh membuatku jadi sadar, enam purnama yang telah kulalui tak pernah seberbinar hari ini. Purnama pertamaku penuh duka, air mata dan tangis derita. Setiap pagi, Bian Que dengan sabar menjemur selimut bludruku yang basah air mata. Setiap siang, Chen akan datang membawakan cerita-cerita. D
Dari balik pasukan bersenjata, dua pasang mata yang amat sangat kukenal berkedip tak berdosa. Tangan mereka saling berkaitan seolah mautpun tak mampu memisahkan. Salah satu dari mereka melambai penuh senyum kearahku. Aku terdiam, menatap pengkhianatan maha luar biasa dihadapanku. Diantara carut marut itu, satu senyum ramah menyapa, Mr. Thomas. Wajahnya memar penuh darah. Dibalik kepalanya, satu riffle menodongnya kasar.Air mataku menetes dalam bisu, "Jack? Shereen?" lirihku."Perkenalkan, Kei. Ini Jack, pewaris ketiga bermata biru yang disebutkan Matteo sebelum ditembak oleh salah satu anggota kami. Lalu ini calon menantuku, Putri Yordania yang cantik jelita, Shereen. Aku kira kalian saling mengenal dengan baik bukan? Seorang tangan kanan sekaligus otak bisnis dan seorang pilot sekaligus sahabat terbaik die waffe."
Disebuah bangunan tua, yang halaman depannya dipenuhi ilalang, sebuah api unggun menyala pelan. Dibalik deru hangat apinya, dua pasang telapak diam-diam mencoba mencuri kehangatan. Kami terdiam menatap api yang terus menari-nari diterbangkan angin. Tapi diantara keheningan mega memerah, baik aku atau On Ji sama-sama sepakat bahwa sebentar lagi Sora berangkat menuju pagi."Kau tidak ingin bertanya padaku, Kei?" tanya On Ji memecah bisu.Aku menggeleng kecil kearahnya, "Apa yang harus kutanyakan, On Ji? Walaupun wajahmu penuh lebam, aku masih bisa mengenalimu."Ia terkekeh, "Sorry, aku hanya sedikit terkejut karena kau masih mempercayaiku.""Aku juga terkejut." balasku, "Kupikir aku tak lagi bisa mempercayai orang terdekatku, t
Kakiku segera menendang tubuhnya keras-keras. Jack terpelanting jatuh. Kala Katanaku siap menebas, ia bergulung menghindar. Mata pisau pedangku terayun sia-sia. Aku segera berbalik, dengan segenap dendam membara, kulayangkan katana tepat pada dadanya. Jack mundur menghindar. Katananya terayun menghalau seranganku.Kakiku terpeleset mundur selangkah. "ARGHH!!!" Pekikku kuat-kuat sembari kembali menebaskan pedang. Jack menahan serangan, kakinya maju cepat melumpuhkanku.Aku beringsut mundur, entah sejak kapan ia semahir ini. Katanaku terus menebas maju, Jack terus menangkis melupuhkankan serangan. Aku mundur selangkah, merapatkan kuda-kuda dan memutar tubuhku untuk menggelabuhi pergerakan. Nihil, ia masih mampu menangkisnya. Jack terlihat sangat mudah menebak pergerakanku.Aku terus meng
Ah, jadi begini rupa surga. Bulan purnama terang benderang dibalik jendela kayu, lentera-lentera lugu, ranjang bambu berlapis selimut bludru, dan tubuhku yang masih lemah layu. Mataku mengerjap, mencoba menalaah ruang surga lebih dalam. ternyata, surga begitu Gelap dan kelam. Bayangan tentang kehidupan yang pernah kulaluipun masih menusuk diruang kesedirian. Air mata deritaku kembali menetes. Ngilu. Mana bisa surga semenyedihkan ini?Sesosok malaikat yang wajahnya sangat akrab diingatanku datang menghampiri. Air mata tergantung disudut matanya. Aku tersenyum, mencoba berkata bahwa aku sudah merelakan segalanya. Tapi keningnya berkerut tak mengerti, "Zoe." panggilnya lirih. Ia mendekatkan lentera ke wajahnya, "Kau sudah sadar?"Aku menyipitkan mata. Chen? Aku yang belum mati atau memang ada malaikat yang berwajah seperti gadis T
Sekali lagi, Mykonos gagal menyembunyikan keindahannya. Ano Mera, distrik terdekat dari pantai teluk parmonos ini seolah dengan sengaja menenggelamkanku dalam budaya tradisional Yunani yang megah mewah. Mobil kami melewati gereja beratap merah milik biara Pananiya turgliani, tempat koleksi ikon kereta dan font marmer dari abad XVIII bertengger. Jika tidak pekerjaan mendadak, sebelum kembali ke Asia aku akan mengajak Jack kemari. Aku ingin mengambil beberapa gambar didalamnya, lalu berjalan kaki ke utara, ke arah biara Palebkastro dan menikmati pemandangan Yunani dari lereng gunung.Mobil berhenti di ujung jalanan utama, didepan papan nama restauran yang sudah dipesan Jack semenjak aku menyetujui ajakannya. Cuzenuz garden. Restauran ini terletak di halaman tersembunyi, di belakang pabrik roti. Meski letaknya terpencil, restauran ini sempurna menyajikan landscape pantai t
Sepuluh tahun berlalu, tapi Mykonos masih semegah dulu. Kota yang disebut-sebut dengan Second Ibiza ini menyambutku dengan pelukan hangat. Diantara hingar bingarnya, aku menepi ke sudut paling romantis di Mykonos; Little Venice. Distrik ini akan memanjakan mata dengan lengkungan garis pantai, pelabuhan tua yang hening, gereja-gereja putih, warna-warna ceria galeri seni, rumah-rumah dengan balkon kayu serta cafe dan bar yang ramai dengan tawa muda-mudi."Nona." genggaman tangan Jack sedikit menahan pergerakanku, "Jangan jalan terlalu cepat. Jahitanmu masih belum kering betul."Sudut bibirku terangkat mendengar kekhawatirannya. Sudah lima menit semenjak turun di pemberhentian bus, Jack tak sedikitpun mampu mengawani langkahku yang tergesa. Aku enggan melambat. Walau setengah pincang, aku benar-benar tidak sabar untuk membuka kenangan lama
Tiba-tiba, pasukan penembak dengan komposisi penuh berlarian naik. Seluruh moncong senjata bergerak mengelilingiku. Aku hanya tersenyum, mengangkat kedua tangan dan bersimpuh. Seluruh suara di earphone berteriak mempertanyakan rencanaku. Aku hanya diam dan terus diam. Mereka seharusnya tidak lupa bahwa aku bukan orang yang bisa menerima kekalahan. Aku tidak akan kalah. Diantara hingar bingar itu, seorang lelaki dengan tuxedo hitamnya bertepuk tangan mendekat. Ia menarik penutup wajahku kasar lalu tersenyum penuh kemenangan. Batinku tertawa, tidak sekarang, Matteo, tidak sekarang. "Look!" dengan gaya elegan ia menunjukku, "Pemimpin die Waffe yang terhormat bersimpuh dihadapanku! Why, Zoe? Ini tidak seru! Kau harus bangkit dan melawanku. Bukankah kau kemari dalam misi persekutuan dengan The Victory untuk menghancurkanku? Hah! Sampai kapan kau tidak meny
Diketinggian sekian meter diatas permukaan laut, aku duduk diantara bising mesin helikopter. Tubuhku sedikit menggigil ketika semburat angin dini hari berdesir. Mataku terpejam, terlalu lelah mengutuki langit. Kepalaku bersandar dibahu Jack, tangannya lembut mengenggamku menyalurkan kekuatan. Lima menit lagi, kami akan segera tiba di markas La dislav.Hari ini, Sora akan memberikanku tugas sedikit lebih berat. Ketika seluruh anggota mengepung akses keluar masuk markas dan menghimpit Matteo agar melarikan diri lewat jalur udara, bersama Jack, Dario dan balutan Shinobi Shozoko ditubuh, aku akan menjelma menjadi burung-burung malam yang bersembunyi diatara bayangan gelap sinar rembulan.Guru, malam ini aku kembali menjadi seorang Kunoichi yang kau banggakan. Bersoraklah atas namaku dari surga.