Langit merebah. Paduan gelap membiru terang diantara horizon orange mentari pagi menyambutku hangat. Aku berdiri menumpukan badan pada dinding pesawat melemparkan mataku pada bentangan gugusan awan. Setelah berbaur dengan kesunyian yang cukup panjang, Jack mengetuk pintu. Ia masuk bersama dengan segelas susu dan beberapa lapis roti selai cokelat. Matanya menunduk saat menatapku yang hanya dibalut jubah tidur.
"Bagaimana malam mu, Jack?" tanyaku sembari mengambil susu diatas nampan, "Tidurmu nyenyak?"
"Sangat, Nona." Ia meletakkan sarapan diatas tempat tidur, "Terimakasih."
Aku menoleh menatapnya heran, terimakasih?
Ia mengulum senyum. Tangannya bergerak membenarkan posisi Rolex Antimagnetique Ref. 4113 from 1942 dipergelangan. Jam yang dibuat dari silver matter dan pink gold Arab itu adalah oleh-oleh dariku sepulang menemani Mr.Zhangs menghadiri acara pelelangan barang edisi terbatas di Kasino Macau kemarin. Kalau dilihat-lihat, cocok juga ditangannya, seolah dengan sombong menyiratkan bahwa inilah Jack penguasa bisnis legal Die Waffe.
Aku tersenyum, "Ada laporan?"
"Dua pesawat anggota yang dua jam lagi melakukan pembersihan runaway tengah bersiap-siap, Nona. Kami butuh waktu tiga puluh menit lagi untuk menyelesaikan pembajakan APP (Approach Controll) dan ADC (Arodrome Controll)." jelasnya.
Aku mengangguk, "Pastikan anggota pasukan di pesawat ini juga bersiap-siap. Tiga puluh menit lagi bangunkan Sora dan Kyrene. Jangan lupa siapkan sarapan mereka. Buatkan susu cokelat low fat untuk Kyrene dan Bawakan apel yang belum terkupas untuk Sora. Ah iya. Nanti, sebelum dua pesawat anggota mendarat biarkan aku memberi penghormatan lebih dulu. Pastikan kau sudah menulis siapa-siapa yang berada di medan laga tanpa kecuali. Dan-" aku menjeda, "Kau juga jangan lupa sarapan."
Jack menunduk mengulum senyumnya, "Baik, No-" ia tidak menyelesaikan kata-katanya. Matanya jatuh tak sengaja menatap botol alprazoramku yang bercecer dilantai.
Setelah hening menjeda bisu diantara kami, pandangannya kembali menegak dan menatapku dalam. Mata yang selalu berbinar itu mendadak redup penuh cemas. Tatapannya sendu runtuh seolah bertanya bagaimana kabar duniaku belakangan.
"Semalam tidurmu tidak tenang, tapi mengapa bertanya tentang bagaimana tidurku?" matanya terus menatapku lekat. "Nona selalu bilang, aku tidak berhak mengkhawatirkanmu dan kau juga tidak punya waktu untuk dikhawatirkan. Tapi kenapa Nona sendiri yang selalu memberikanku celah untuk khawatir?"
Aku menghela nafas, melemparkan mataku ke tumpukan awan "Jack-"
"Nona." Selanya, "Bahuku cukup kuat untuk kau bebani cemas. Istirahatlah. Permisi." Ia berbalik dan menghilang dibalik pintu sebelum sempat aku menjawab.
***
Sora menggulung rambutku dengan kanzashi. Tangannya begitu terampil hingga lewat pantulan samar jendela pesawat, dandananku terkesan sangat rapi untuk seseorang dengan tekko-kagi ditangan dan nagasaki dibalik punggung.
Kabin benar-benar ramai. Semua orang tengah bersiap dengan persenjataan lengkap. Lima belas menit lagi kami akan mendaratkan pesawat di bandara pribadi mafia Israel. Menurut laporan yang kuterima dua menit yang lalu, 500 sekian meter runaway mulai bersih, sedang sisa ruang masih sesak penuh –lawan enggan dipukul mundur. Tapi itu cukup, pesawat ini hanya perlu 400 meter untuk mendarat sebelum benar mengurangi kecepatan dan singgah di apron.
Sejauh ini, masih terlihat menyenangkan.
Usai dengan pekerjaannya dirambutku, Sora menyusul Tytan yang sedari tadi sudah siap menghadang didepan pintu pesawat.
Dari arah ruang pertemuan, Jack datang membawakan kalung dari Guru Tami milikku. Ia membuka tutup kotak bludru hitam itu dan melingkarkan kalung dileherku. "Nona." ujarnya lirih dibalik punggungku, "Jangan terluka."
Aku berbalik dan mengangguk, "Tidak akan."
Ia menatap leherku. Kalung yang kukenakan sedikit miring. Tangannya hendak menjulur untuk memperbaiki posisi.
Aku mundur sedikit, "Pergi ambilkan senjataku, Jack." cegahku.
Ia terdiam. Aku mengangkat alis penuh tanya, "Baik, Nona." Jawabnya setelah sekian lama.
Beberapa saat kemudian Jack kembali dengan senjata FAMAS (Fusil d'Assaut de la Manufacture d'Armes de Saint-Étienne) andalanku. Senjata ganas bersistem blowback yang benar-benar akan memeriahkan pagelaran pesta. Aku menimang senjata yang hanya mempunyai berat sekitar 3,6 kg itu dibahuku. Ah, bau-bau darah kematian musuh mendadak semerbak bersama dendam yang kutanamkan lewat tiap butir peluru.
Dari ujung lorong Kabin, Kyrene menodongku dengan laser senjata laras panjangnya. Pesta benar akan segera dimulai. Aku segera bergabung ketengah hiru pikuk. Sekian menit berlalu, pesawat dengan kecepatan utuh mulai menyapa landasan. Kami berpegang erat pada dinding-dinding meminimalisir resiko getaran. Mataku mengintip lewat kaca jendela cockpit, 500 sekian meter kedepan benar-benar bersih. Pasukan kami dengan cerdik memukul mundur lawan kearah hanggar. Belum menyelesaikan 400 meter pacuan landas, hujan peluru mulai terdengar meriah menyambut kedatangan.
"Letakkan pesawat di apron dan jangan meninggalkannya dalam keadaan apapun. semua harus terus siap sampai aku beri perintah pembersihan." ujarku lantas berlari menuju pintu masuk.
Ini benar-benar akan sangat menyenangkan.
Begitu laju dilambatkan, kami membuka pintu pesawat dan berhambur keluar. Peluru berterbangan mewarnai pasukan yang terbelah menghindari moncong pesawat.
Aku turun paling terakhir. Melompat dan berguling.
Sekian pasukan berlarian mendekatiku. Bertumpu pada FAMAS, aku berdiri menyusul Sora dan mengikuti pertarungan. Hampir setengah kompi mengepung kami. Aku tersenyum melihat pandangan remeh yang ditatapkan lelaki-lelaki ini. Ah, sayangnya mereka tidak berada dilevel yang sama dengan kami.
Aku melempar senjataku kearah Sora. Kutelanjangi Nagamaki di punggungku dan siap merobek jantung mereka. Hentakan kakiku kuat-kuat menumpu pergerakan. Dada dan kepala ku tebas tanpa ampun sebelum mereka sempat mengacungkan senjata api. Sora masih diam ditempatnya, menembak musuh yang mencoba mendekatiku dari jauh.
Seseorang lelaki bertato kepala serigala dilehernya itu memegang ujung nagamakiku yang bersimbah darah, ia menatapku lewat ujung akhir nafasnya, "Segala kehormatanku pada Chikusou, Nona." ujarnya singkat sebelum terkapar jatuh. Ck, rupanya dia salah satu anggota Klan yang berkhianat. Tapi sayang, aku tidak akan mengingatnya. Penghormatan yang ia ucapkan hanyalah bualan omong kosong busuk ditelingaku.
"Kyrene!" teriak Sora. Aku menoleh melihat Kyrene dikepung. Tangan Sora melemparkan pistol HS2000 Miliknya kepadaku dan maju bersama FAMAS.
Keadaanku makin sengit ketika Sora mulai beranjak mendekati Kyrene. Kami kalah jumlah, namun itu tidak seburuk yang ku bayangkan. Kekuatan anggota kami sedikit demi sedikit mampu mendorong lawan mundur. Aku menatap sisa pasukan yang menghadangku. Tanganku sigap melemparkan shuriken dan membuat lima orang terkapar. Sisanya, kulancarkan ninjutsu yang dibumbui senjata Sora.
Instingku mendadak berbicara, aku menoleh serong kanan. Seorang penembak jitu menyorot jantungku dengan lasernya. Cepat kutarik kerah lawan untuk menjadi rompi anti peluruku. Sedetik kemudian, peluru melayang. Jantungnya tertembus mati dipelukanku. Dalam pertarungan terbuka, memang hanya badan lawan yang mampu menjadi rompi baja. Aku menatap penembak jitu yang tengah mengaduh. Butuh waktu 8 detik agar senjata itu kembali terisi peluru. Aku menggulung menghindar.
Tidak ada waktu!
"SORA! KYRENE!" Teriakku.
Kyrene yang sudah kembali bangkit dengan pelipis tergores kecil itu menatapku paham. Kami berlari menghindari serangan. Sesuai rencana, tujuan utama kami adalah hanggar, jalur penghubung markas besar.
"Tukar posisi." ujarku, "Sora kau berada didepan teruslah berlari kearah hanggar. Kyrene kau jaga tengah, dan aku penghabisan dibelakang."
Sekali perintah, kami menyesuaikan diri sembari terus berlari di runaway yang mulai memerah ini. Didepan mataku, keadaan serba rumit. Aku segera mengacungkan pistol HS2000, membantu serangan. Tembakan-tembakanku meleset satu dua. Aku terus mengisi peluru. Sementara disisi tengah, Kyrene sedikit kewalahan.
Aku menoleh ke pasukan pengaman hanggar yang terus berdatangan tumpah ruah. "Kyrene, tukar posisi." ia mengangguk dan berlari sedikit lambat. Sambil terus menembak, aku mengeluarkan shuriken ku dan menggorok leher anggota pasukan bedebah itu.
Keadaan berubah semakin payah ketika Sora mengabariku hendak mengisi peluru. Aku harus melindungi dua sektor.
DAR! DAR!
Dari belakang, Jack berlari menyusul kami dan menembak dua penembak jitu diatas hanggar yang mengarahkan lasernya ke pelipis Sora. Aku tersenyum kearahnya. Ia berhasil menjajariku. Matanya menangkap lenganku yang basah darah, "Nona." Lirihnya khawatir.
"Luka kecil."
Ia menggeleng tidak habis pikir, "Aku akan membuka hanggar, Nona." Ujarnya. Ia segera memacu langkah didepanku.
Aku mengiringi langkahnya yang terus berlari diantara hujan peluru. Tanganku terus sigap menembak sesiapa yang menghalangi jalan kami.
100 meter sebelum hanggar, Jack dengan senjata SA80A2 Riflenya menembak pintu berulang agar kami mampu menerobos. Namun, bukannya mengendurkan lawan, tembakan Jack malah menjadi babak baru.
Pintu besi hanggar terangkat perlahan, namun bukan karena tembakan Jack. Decitan kerasnya membuat seluruh pasukan lawan berhenti bertempur dan membalikkan badan untuk salam penghormatan. Aku sedikit berlari menjajari Jack yang berdiri terhenyak.
Dari balik pintu besi yang terus naik itu, seorang lelaki yang amat sangat baik ku kenal tersenyum penuh bangga. Dibelakangnya, empat orang dengan persenjataan lengkap berdiri membentuk benteng khusus. "Kei." ia merentangkan tangan dan melemparkan senyum hangat, "Apa kabarmu?"
Sam.
Aku berdecih, "Aku tidak tertarik berbagi kabar dengan pengkhianat, Sam."
Ia terbahak dan bertepuk tangan, "Kau benar-benar secantik Anne San, Kei, Harga diri Chikusou masih terbenam diwajahmu."
Aku menutup hidungku, "Berhentilah berbicara, Sam. Mulutmu berbau busuk. Lebih sampah dari sampah."
Dibelakangku, Sora tertawa terbahak-bahak.
Sam menggertakkan giginya. Badannya serong kanan dan mendorong Shereen yang semula disembunyikan dibalik punggung. Aku terkejut melihat badan Shereen yang terikat penuh luka. Sambil terus menatapku nyalang, Sam menodongkan moncong senjata laras panjangnya dibelakang kepala Shereen. Mata nanar Shereen menatapku seolah berbicara bahwa ia baik-baik saja.
"Kami butuh waktu, Nona." Tytan berbisik lewat earphone, "Ada 12 titik, 5 diantaranya sudah selesai kami ringkus. Sisanya persis dibelakang kepala Nona."
Aku menghela nafas, menatap Jack yang juga mendengarkan pembicaraan Tytan.
"Kau benar-benar tidak tau malu, Sam." Teriak Sora. Seluruh senjata mengacung kearahnya. Namun gadis itu malah melenggang molek menjajariku, "Setelah mengkhianati Chikusou, kau sekarang disini menjilat kaki Israel?"
Kepala Shereen di sundul dengan moncong senjata kasar. Gadis itu memejamkan mata menahan sakit, "Diam kalian semua atau Shereen mati!"
Sora tertawa, "Putri Shereen, Sam. Kau rupanya benar-benar lupa cara menghormati orang sekarang." Sora mengacungkan telapak tangan dan perlahan menekuknya, "Padahal dulu, ketika aku dan Zoe berlarian dihadapanmu kau membungkuk seperti ini."
"Nona, tidak ada celah." ujar Tytan lagi-lagi.
Rupanya Sora sedang berusaha mengulur waktu.
Aku memutar otak, membaca keadaan dan tak sengaja menatap Kyrene yang mengisyaratkan sesuatu lewat mata. Aku mencoba menerka, tapi nihil, otakku tak seluar biasa itu.
Aku kembali diam menjadi saksi percakapan sengit Sora dan Sam didepan mata. Gadis itu terus mencerca Sam, membuatnya benar-benar malu dihadapan prajurit bawahannya. Sora selalu pantang takut, ia maju diantara kepungan senjata yang mampu menghabisinya dalam sekali tembak. Tapi ia tidak perduli dan terus berdiri penuh senyum memainkan rambut dengan jemarinya.
Ah, aku tau maksud Kyrene. Aku menoleh dan mengerling kearahnya. Kyrene segera memimpin pasukan untuk ikut bergerak dibelakangku yang melangkah maju. Permainan baru saja dimulai.
Suasana mendadak benar-benar tegang. Suara tapak kakiku yang sengaja kubuat kasar, lirih berjinjit tapak kaki anggota, dan pistol-pistol yang pelatuknya ditarik kasar mewarnai perjalanan. "Apa yang kau inginkan, Sam?" tanyaku. Sam sedikit mengendurkan todongannya ke kepala Shereen, ia tersenyum puas, "Kau harusnya bertanya lebih awal, Kei, supaya kita tidak perlu repot-repot melakukan ini."Aku mengangguk, "Kau juga tak perlu repot-repot memanggilku Kei, seolah ingin menghormatiku sebagai Putri Chikusou, Sam. Panggil aku Zoe, nama yang lebih layak untuk diucapkan mulut kotormu." Ujarku sambil terus melangkah mendekat, "Jadi, katakan apa maumu.""Sederhana." ucapnya santai, "Sewakan kembali tanah Al Baqoura dan Al Gamr pada Israel, kami ingin membuat ladang ganja disana. Lalu, jadikan Taiwan pemimpin Asia Timur. Dan yang terakhir, bergabunglah bersama kami. Begitu kau setuju, kau boleh pergi dari sin
Aku menatap Shereen yang masih tertidur dalam buai obat bius. Tanganku membelai rambut cokelatnya. Ialah Shereen, Seorang pilot militer wanita pertama yang menyelesaikan pelatihan fixed wing aircraft di usia 19 tahun. Seorang bangsawan yang diam-diam bekerja paruh waktu menjadi pilot organisasi kami. Menurutnya, kehidupan menjadi seorang Putri bungsu Raja Yordania membuat karier dalam dunia militer tidak menantang. Ia tidak diizinkan melakoni misi sulit bahkan sekadar mengendarai jet-jet tempur dengan alasan keamanan Putri Raja. Padahal kemampuannya tidak bisa diragukan. Kuakui, ia dua tingkat diatas Kyrene. Bersama kami, ia dapat dengan bebas menggendarai jet-jet tempur, memutar kemudi pesawatnya diudara, melakukan G Force (anti gravity), dan berbagai pengalaman menegangkan lainnya. Walaupun seluar biasa itu, dimata kami ia tetap hanyalah adik kecil yang menggemaskan dan terkadang –lebih banyak menyebalkan. Melihatnya setakberdaya ini memb
Dua tahun berlalu membawa begitu banyak perubahan pada tiap-tiap sudut pondasi Die waffe. Mulai dari Shereen yang tidak lagi berkeja sebagai pilot kami karena ia diperintahkan untuk tidak meninggalkan istana, Bonus 5% tambahan saham atas keberhasilan mendapat izin anti trust filing hingga kabar duka yang menyelimuti markas tiga minggu yang lalu. Guru besar kami, Guru Tami telah berpulang. Senyum pucat yang menghantarkan pada gerbang perpisahan tersirat mengatakan bahwa ia akan pergi untuk melanjutkan persahabatannya di surga. Semoga kedamaian menyertaimu, Guru. Kini Diruang tengah potret Guru Tami mengenakan Shinobi Shozoko dan Acungan ninjato Paman Frank terlukis gagah. Hariku kini lebih sibuk, semakin banyak wajah yang menuntut dengar ceritaku. Tanganku bergerak membenarkan lukisan Paman Frank yang sedikit miring. Masih hangat diingatanku ka
Langkahku beku disambut gelagar megah Foxwoods Casino. Aku tergugu heran. Sejak kapan surga menjelma menjadi Hamparan mesin slot; ruang poker; meja permainan BlackJack, Roullete dan Craps; kerumunan pertaruhan anjing, balap kuda dan jai lai; serta Balai Bingo sebesar ini? Tempat yang menyajikan pengalaman gemerlap dunia perjudian diantara restaurant mewah, Shopping center, spa center, top golf swing suite dan Stony Creek Bewery ini benar-benar layak menyandang gelar "The Most".Crazy!"Nona." panggil Jack lirih, "Kau mau menggunakan jasku?"Aku menoleh heran menatap dua kancing teratas jasnya yang sudah tanggal. Matanya merajuk tak nyaman pada leather guipure Lace Gown yang kukenakan. Aku menggeleng kecil ketika mengerti arah pembicaraannya, "Tidak perlu." tanganku bergerak mengaitkan kancing jasnya.Jack menahannya, "Banyak laki-laki yang terus memperhatikanmu sejak kita datang, Nona
“Tuan Thomas.” seorang lelaki diujung meja membuka suara. Kepalanya condong miring menyempurnakan pandang, “Karena keterlambatku, aku baru menyadari ada wajah baru yang duduk diantara kita hari ini. Aku rasa, tak elok bila makan semeja tanpa saling mengenal. Bukan begitu, Tuan?”Yang berbicara itu adalah pemimpin The Marrakesh. Seorang rubah berkepala manusia yang sangat lihai dalam permainan judi, Mr. Pierre. Kami pertama kali bertemu di Tusk Rio Casino, Afrika Selatan, saat Mr.Thomas menjeb
Mobil membelah jalanan meninggalkan pertemuan membosankan semalam. Aku melepas kanzashi dan membiarkan rambutku jatuh terurai. Kubuka sedikit kaca mobil, membiarkan rambutku diterbangkan angin. Mataku terpejam menikmati suasana. Ini adalah hal yang paling kusuka; Berkendara dengan kecepatan penuh, kaca mobil yang terbuka, angin dingin yang membelai kepala dan musik kencang sepanjang perjalanan. Cara berlibur paling sederhana.Jack menepikan mobil. Tangannya bergerak melepas jas dan menyelimutkan ke tubuhku. Aku ters
Malam jatuh di langit markas. Hitamnya pekat menggemakan gemerlap bintang dan rembulan. Lampu kota berkedip dari kejauhan, beberapa diantaranya nampak redup seolah mengingatkan hari mulai larut. Aku bersandar ditepian, membiarkan angin terus membelai puncak kepala. Tanganku masih keukeuh membolak-balikkan lembaran berkas laporan bulanan yang baru saja dihaturkan Jack. Menjelang awal bulan aku selalu sesibuk ini, banyak berkas yang harus ditanda tangani dan banyak masalah kecil yang harus segera dikuliti.“Semua laporan yang kau minta ada didalam sana, Non
Malam makin menyingsing sedang kepalaku makin bising. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Shereen berlarian menganggu jam tidurku. Alpazoram yang biasanya berhasil membantu mataku terpejam kini mengaku kalah dan memilih mendengarkan debat panas antara hati dan logika. Hingga Domba dalam pikiranku usai dihitung, aku tak kunjung terlelap dan terus bergelut dengan malam.Tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Mataku menangkap jam di dinding, hampir pukul tiga pagi. Itu jelas bukan Sora atau Kyrene. Karena jika itu mereka, pasti pintu sudah terbuka kasar. Lalu, siapa yang datang sedini ini?"Nona, ini aku. Apa kau sudah tidur?"Jack."Masuklah." ujarku sembari memiringkan tubuh menyambut terbukanya pintu, "Ada apa Jack?" tanyaku.
Setelah kuhabiskan enam purnama duduk berairmata diberanda klinik Bian Que, akhirnya hari yang kutunggu datang jua.Malam ini, dengan mata nyalang memindai markas besar El Chino, aku duduk sedikit bersandar. Semua sudah sangat siap; tubuhku telah sempurna dibalut Shinobi Shozoko, jemariku telah dihiasi Shoboki, pula punggungku pula telah menegak menenggerkan kusarigama dan kyoketsu shoge. Setelah purnama kutujuhku sedikit menyingsing, semua dendam, duka, lara dan nestapaku akan segera sirna.Bicara tentang purnama ketujuh membuatku jadi sadar, enam purnama yang telah kulalui tak pernah seberbinar hari ini. Purnama pertamaku penuh duka, air mata dan tangis derita. Setiap pagi, Bian Que dengan sabar menjemur selimut bludruku yang basah air mata. Setiap siang, Chen akan datang membawakan cerita-cerita. D
Dari balik pasukan bersenjata, dua pasang mata yang amat sangat kukenal berkedip tak berdosa. Tangan mereka saling berkaitan seolah mautpun tak mampu memisahkan. Salah satu dari mereka melambai penuh senyum kearahku. Aku terdiam, menatap pengkhianatan maha luar biasa dihadapanku. Diantara carut marut itu, satu senyum ramah menyapa, Mr. Thomas. Wajahnya memar penuh darah. Dibalik kepalanya, satu riffle menodongnya kasar.Air mataku menetes dalam bisu, "Jack? Shereen?" lirihku."Perkenalkan, Kei. Ini Jack, pewaris ketiga bermata biru yang disebutkan Matteo sebelum ditembak oleh salah satu anggota kami. Lalu ini calon menantuku, Putri Yordania yang cantik jelita, Shereen. Aku kira kalian saling mengenal dengan baik bukan? Seorang tangan kanan sekaligus otak bisnis dan seorang pilot sekaligus sahabat terbaik die waffe."
Disebuah bangunan tua, yang halaman depannya dipenuhi ilalang, sebuah api unggun menyala pelan. Dibalik deru hangat apinya, dua pasang telapak diam-diam mencoba mencuri kehangatan. Kami terdiam menatap api yang terus menari-nari diterbangkan angin. Tapi diantara keheningan mega memerah, baik aku atau On Ji sama-sama sepakat bahwa sebentar lagi Sora berangkat menuju pagi."Kau tidak ingin bertanya padaku, Kei?" tanya On Ji memecah bisu.Aku menggeleng kecil kearahnya, "Apa yang harus kutanyakan, On Ji? Walaupun wajahmu penuh lebam, aku masih bisa mengenalimu."Ia terkekeh, "Sorry, aku hanya sedikit terkejut karena kau masih mempercayaiku.""Aku juga terkejut." balasku, "Kupikir aku tak lagi bisa mempercayai orang terdekatku, t
Kakiku segera menendang tubuhnya keras-keras. Jack terpelanting jatuh. Kala Katanaku siap menebas, ia bergulung menghindar. Mata pisau pedangku terayun sia-sia. Aku segera berbalik, dengan segenap dendam membara, kulayangkan katana tepat pada dadanya. Jack mundur menghindar. Katananya terayun menghalau seranganku.Kakiku terpeleset mundur selangkah. "ARGHH!!!" Pekikku kuat-kuat sembari kembali menebaskan pedang. Jack menahan serangan, kakinya maju cepat melumpuhkanku.Aku beringsut mundur, entah sejak kapan ia semahir ini. Katanaku terus menebas maju, Jack terus menangkis melupuhkankan serangan. Aku mundur selangkah, merapatkan kuda-kuda dan memutar tubuhku untuk menggelabuhi pergerakan. Nihil, ia masih mampu menangkisnya. Jack terlihat sangat mudah menebak pergerakanku.Aku terus meng
Ah, jadi begini rupa surga. Bulan purnama terang benderang dibalik jendela kayu, lentera-lentera lugu, ranjang bambu berlapis selimut bludru, dan tubuhku yang masih lemah layu. Mataku mengerjap, mencoba menalaah ruang surga lebih dalam. ternyata, surga begitu Gelap dan kelam. Bayangan tentang kehidupan yang pernah kulaluipun masih menusuk diruang kesedirian. Air mata deritaku kembali menetes. Ngilu. Mana bisa surga semenyedihkan ini?Sesosok malaikat yang wajahnya sangat akrab diingatanku datang menghampiri. Air mata tergantung disudut matanya. Aku tersenyum, mencoba berkata bahwa aku sudah merelakan segalanya. Tapi keningnya berkerut tak mengerti, "Zoe." panggilnya lirih. Ia mendekatkan lentera ke wajahnya, "Kau sudah sadar?"Aku menyipitkan mata. Chen? Aku yang belum mati atau memang ada malaikat yang berwajah seperti gadis T
Sekali lagi, Mykonos gagal menyembunyikan keindahannya. Ano Mera, distrik terdekat dari pantai teluk parmonos ini seolah dengan sengaja menenggelamkanku dalam budaya tradisional Yunani yang megah mewah. Mobil kami melewati gereja beratap merah milik biara Pananiya turgliani, tempat koleksi ikon kereta dan font marmer dari abad XVIII bertengger. Jika tidak pekerjaan mendadak, sebelum kembali ke Asia aku akan mengajak Jack kemari. Aku ingin mengambil beberapa gambar didalamnya, lalu berjalan kaki ke utara, ke arah biara Palebkastro dan menikmati pemandangan Yunani dari lereng gunung.Mobil berhenti di ujung jalanan utama, didepan papan nama restauran yang sudah dipesan Jack semenjak aku menyetujui ajakannya. Cuzenuz garden. Restauran ini terletak di halaman tersembunyi, di belakang pabrik roti. Meski letaknya terpencil, restauran ini sempurna menyajikan landscape pantai t
Sepuluh tahun berlalu, tapi Mykonos masih semegah dulu. Kota yang disebut-sebut dengan Second Ibiza ini menyambutku dengan pelukan hangat. Diantara hingar bingarnya, aku menepi ke sudut paling romantis di Mykonos; Little Venice. Distrik ini akan memanjakan mata dengan lengkungan garis pantai, pelabuhan tua yang hening, gereja-gereja putih, warna-warna ceria galeri seni, rumah-rumah dengan balkon kayu serta cafe dan bar yang ramai dengan tawa muda-mudi."Nona." genggaman tangan Jack sedikit menahan pergerakanku, "Jangan jalan terlalu cepat. Jahitanmu masih belum kering betul."Sudut bibirku terangkat mendengar kekhawatirannya. Sudah lima menit semenjak turun di pemberhentian bus, Jack tak sedikitpun mampu mengawani langkahku yang tergesa. Aku enggan melambat. Walau setengah pincang, aku benar-benar tidak sabar untuk membuka kenangan lama
Tiba-tiba, pasukan penembak dengan komposisi penuh berlarian naik. Seluruh moncong senjata bergerak mengelilingiku. Aku hanya tersenyum, mengangkat kedua tangan dan bersimpuh. Seluruh suara di earphone berteriak mempertanyakan rencanaku. Aku hanya diam dan terus diam. Mereka seharusnya tidak lupa bahwa aku bukan orang yang bisa menerima kekalahan. Aku tidak akan kalah. Diantara hingar bingar itu, seorang lelaki dengan tuxedo hitamnya bertepuk tangan mendekat. Ia menarik penutup wajahku kasar lalu tersenyum penuh kemenangan. Batinku tertawa, tidak sekarang, Matteo, tidak sekarang. "Look!" dengan gaya elegan ia menunjukku, "Pemimpin die Waffe yang terhormat bersimpuh dihadapanku! Why, Zoe? Ini tidak seru! Kau harus bangkit dan melawanku. Bukankah kau kemari dalam misi persekutuan dengan The Victory untuk menghancurkanku? Hah! Sampai kapan kau tidak meny
Diketinggian sekian meter diatas permukaan laut, aku duduk diantara bising mesin helikopter. Tubuhku sedikit menggigil ketika semburat angin dini hari berdesir. Mataku terpejam, terlalu lelah mengutuki langit. Kepalaku bersandar dibahu Jack, tangannya lembut mengenggamku menyalurkan kekuatan. Lima menit lagi, kami akan segera tiba di markas La dislav.Hari ini, Sora akan memberikanku tugas sedikit lebih berat. Ketika seluruh anggota mengepung akses keluar masuk markas dan menghimpit Matteo agar melarikan diri lewat jalur udara, bersama Jack, Dario dan balutan Shinobi Shozoko ditubuh, aku akan menjelma menjadi burung-burung malam yang bersembunyi diatara bayangan gelap sinar rembulan.Guru, malam ini aku kembali menjadi seorang Kunoichi yang kau banggakan. Bersoraklah atas namaku dari surga.