Malam jatuh di langit markas. Hitamnya pekat menggemakan gemerlap bintang dan rembulan. Lampu kota berkedip dari kejauhan, beberapa diantaranya nampak redup seolah mengingatkan hari mulai larut. Aku bersandar ditepian, membiarkan angin terus membelai puncak kepala. Tanganku masih keukeuh membolak-balikkan lembaran berkas laporan bulanan yang baru saja dihaturkan Jack. Menjelang awal bulan aku selalu sesibuk ini, banyak berkas yang harus ditanda tangani dan banyak masalah kecil yang harus segera dikuliti.
“Semua laporan yang kau minta ada didalam sana, Non
Malam makin menyingsing sedang kepalaku makin bising. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Shereen berlarian menganggu jam tidurku. Alpazoram yang biasanya berhasil membantu mataku terpejam kini mengaku kalah dan memilih mendengarkan debat panas antara hati dan logika. Hingga Domba dalam pikiranku usai dihitung, aku tak kunjung terlelap dan terus bergelut dengan malam.Tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Mataku menangkap jam di dinding, hampir pukul tiga pagi. Itu jelas bukan Sora atau Kyrene. Karena jika itu mereka, pasti pintu sudah terbuka kasar. Lalu, siapa yang datang sedini ini?"Nona, ini aku. Apa kau sudah tidur?"Jack."Masuklah." ujarku sembari memiringkan tubuh menyambut terbukanya pintu, "Ada apa Jack?" tanyaku.
Pagi ini entah kenapa mataku masih terlalu malu menatap lukisan Haha yang bertengger anggun di dinding bangunan utama. Senyumnya menyungging angkuh seolah mengejekku karena tak mampu berdiri tegak dihadapannya tiga hari belakangan. Aku menunduk menatap layar ponsel yang menyala di telapakku. Sebenarnya, ada yang ingin kubicarakan.Dalam bisu, Paman Frank berdehem. Seolah menyuruhku segera berbicara setelah sekian lama berdiri canggung dihadapannya."Semalam, Shereen membagikan data-data tentang kasus perdagangan sel telur di Tuvallu padaku. Seperti biasa, gadis itu pantang menyerah." tanganku mengacungkan ponsel menunjukkan beberapa gambar, "Ini adalah foto kondisi terkini dari korban diruang bawah tanah rumah sakit. Seperti yang bisa kalian lihat, kondisi mereka buruk. Rahim membusuk, celana penuh darah, kotoran di sudut ruang dan pena
Dua hari kemudian, mobil-mobil kami berhenti diseberang rumah sakit bersalin Tuvallu. Beberapa saat kemudian, beberapa mobil berkaca hitam beriringan memasuki ruang parkir basement. Rumah sakit ini benar kumuh dan terlalu kecil untuk lalu lalang penumpang sebanyak itu didalamnya. Aku memberi kode kepada Kyrene untuk segera memasang radar pengintai. Kami harus paham situasi sebelum masuk kedalam."Wah, gila." komentar Sora. Aku menoleh, turut memperhatikan layar monitor Kyrene.Mobil-mobil itu berhenti didepan pintu kaca yang telah terbuka lebar. Seorang lelaki dengan badan kekar meloncat turun membuka pintu penumpang. Perempuan-perempuan yang langkahnya tertatih bergandengan keluar. Kamera radar bergerak menyusuri ruangan putih yang menuntun mereka pada suatu tempat."96 perempuan." Ky
Dua hari setelah Tongatapu mengumumkan kematian Mr. Tonga dan melantik kepala keluarga baru, The Boss menggelar pertemuan mendadak di Foxwoods. Seolah menyongsong hadirnya maut, balairung senyap tak semewah dulu. Tidak ada barisan sambutan pelayan. Tidak ada minuman selamat datang. Tidak ada Dario yang berdiri di ambang pintu masuk. Tidak ada apapun, kecuali berpasang mata yang menyelorot marah menatap kami. Rupanya, hari ini die Waffe menjadi tamu utama.Mr. Thomas berdehem menatap Sora yang menguliti apel dengan wakizashi. Setelah sadar berpasang mata menghardik diam-diam, ia menghentikan pergerakan dan membalas satu persatu tatapan mereka. "Ada yang salah?" tanyanya.Seluruh ruangan diam dan menghindari kontak mata saat seorang putri Jenderal besar sedang berbicara. Aku tersenyum kecut mengejek dalam bisu. Tidak sal
Semenjak Tongatapu diam-diam berada dikekuasaan kami, pertemuan rutin organisasi makin sering diadakan. Banyak hal yang harus didiskusikan terkait kepemimpinan baru; kerjasama, keuntungan, hubungan persahabatan dan hal-hal yang bisa membawa die Waffe ke puncak kejayaan lainnya. Seperti sore ini, seluruh pucuk kepemimpinan Die Waffe melingkar di balik meja pertemuan. Sudah lima jam kami berbaur dengan laporan-laporan, panggilan telepon dan beberapa makan ringan."So, anything else?" tanyaku.Sora memutar kursinya, ia kembali dari memeriksa beberapa persediaan senjata Tongatapu dilayar monitor, "Me! Me!" ujarnya mengacungkan tangan."God!" keluh Kyrene, "Pertemuan ini tidak memiliki ujung.""Ssstt!" S
God! Kepalaku pening mendengar hirupikuk gelegar tawa dan decitan lantai dansa. Aku tidak menyangka akan seramai ini. Seharusnya, aku mendengar saran Kyrene untuk tetap tinggal.Semua ini bermula dari empat minggu lalu ketika pertemuan rutin The Boss digelar. Kami datang dengan beribu satu alibi untuk menutupi upacara pengeboman mobil pemimpin The Marrakesh. Tapi, ternyata hari itu dewi Fortuna menjelma menjadi jamuan makan malam di Foxwoods. Tak ada lagi mata yang menghardik kami diam-diam. Usut punya usut, bersamaan dengan datangnya Mr. Pierre ke markas kami, sekelompok organisasi mafia yang berada dibawah kekuasaannya membelot. Mereka merusak markas dan menghancurkan aset bisnis The Marrakesh. Akhir kata pertemuan itu berjalan mulus, seluruh kecurigaan diletakkan di bawah kaki pemimpin pemberontakan. The Marrakesh bulat dikeluarkan dari asosiasi.
Libur telah usai. Tak ada lagi ombak berkejaran yang menyambut di beranda, tak ada lagi keramaian pasar tradisional yang menjajahkan berbagai pernak-pernik kayu dengan harga murah, bahkan tak ada lagi malam-malam dingin penuh bintang yang selalu kami sambut meriah bersama sebotol wine dan ikan bakar. Semua telah usai, kami harus bergegas kembali pada kenyataan.Setibanya di markas, beribu macam kabar dari berbagai situasi menyapa. Salah satunya, kabar dari Dario tentang Mr. Thomas yang menjalani operasi pergantian jantung palsu tiga minggu lalu. Ia sengaja mengirim kabar tersebut ke markas karena tidak ingin menganggu liburan kami. Hari ini, kami bergegas pergi berkunjung demi menebus keterlambatan."Aku rasa laporan ini tidak beres." ujarku sembari terus meneliti angka per angka di layar tablet, "Mana laporan dari tim audit?"
Dari lorong bangsal, kini seluruh anggota The Victory membanjiri pelataran taman rumah sakit. Mata mereka nyalang menatap satu persatu pasien yang seketika bangkit tak nyaman. Dihadapanku, Mr. Thomas terus berusaha menelan makanan sembari diam-diam berusaha mengendalikan keadaan sekitar. Ia berulang memanggil satu dua anggotanya agar berhenti bersikap keterlaluan."Kau harusnya ikut mereka ke markas, Zoe. Perjalananmu jauh, kau belum beristirahat dan kini harus menyuapiku makan."Aku tersenyum sembari menyendokkan suapan lain, "Hidup pula adalah perjalanan jauh. Tak sewaktupun aku sempat beristirahat. Ini bukan masalah besar, Mister. Aku hanya ingin membiarkan Dario istirahat sejenak, karena kudengar ia tak sekalipun meninggalkan rumah sakit sejak kau dirawat. Lagipula, tak pantas seorang putri lelah merawat orang tuanya."
Setelah kuhabiskan enam purnama duduk berairmata diberanda klinik Bian Que, akhirnya hari yang kutunggu datang jua.Malam ini, dengan mata nyalang memindai markas besar El Chino, aku duduk sedikit bersandar. Semua sudah sangat siap; tubuhku telah sempurna dibalut Shinobi Shozoko, jemariku telah dihiasi Shoboki, pula punggungku pula telah menegak menenggerkan kusarigama dan kyoketsu shoge. Setelah purnama kutujuhku sedikit menyingsing, semua dendam, duka, lara dan nestapaku akan segera sirna.Bicara tentang purnama ketujuh membuatku jadi sadar, enam purnama yang telah kulalui tak pernah seberbinar hari ini. Purnama pertamaku penuh duka, air mata dan tangis derita. Setiap pagi, Bian Que dengan sabar menjemur selimut bludruku yang basah air mata. Setiap siang, Chen akan datang membawakan cerita-cerita. D
Dari balik pasukan bersenjata, dua pasang mata yang amat sangat kukenal berkedip tak berdosa. Tangan mereka saling berkaitan seolah mautpun tak mampu memisahkan. Salah satu dari mereka melambai penuh senyum kearahku. Aku terdiam, menatap pengkhianatan maha luar biasa dihadapanku. Diantara carut marut itu, satu senyum ramah menyapa, Mr. Thomas. Wajahnya memar penuh darah. Dibalik kepalanya, satu riffle menodongnya kasar.Air mataku menetes dalam bisu, "Jack? Shereen?" lirihku."Perkenalkan, Kei. Ini Jack, pewaris ketiga bermata biru yang disebutkan Matteo sebelum ditembak oleh salah satu anggota kami. Lalu ini calon menantuku, Putri Yordania yang cantik jelita, Shereen. Aku kira kalian saling mengenal dengan baik bukan? Seorang tangan kanan sekaligus otak bisnis dan seorang pilot sekaligus sahabat terbaik die waffe."
Disebuah bangunan tua, yang halaman depannya dipenuhi ilalang, sebuah api unggun menyala pelan. Dibalik deru hangat apinya, dua pasang telapak diam-diam mencoba mencuri kehangatan. Kami terdiam menatap api yang terus menari-nari diterbangkan angin. Tapi diantara keheningan mega memerah, baik aku atau On Ji sama-sama sepakat bahwa sebentar lagi Sora berangkat menuju pagi."Kau tidak ingin bertanya padaku, Kei?" tanya On Ji memecah bisu.Aku menggeleng kecil kearahnya, "Apa yang harus kutanyakan, On Ji? Walaupun wajahmu penuh lebam, aku masih bisa mengenalimu."Ia terkekeh, "Sorry, aku hanya sedikit terkejut karena kau masih mempercayaiku.""Aku juga terkejut." balasku, "Kupikir aku tak lagi bisa mempercayai orang terdekatku, t
Kakiku segera menendang tubuhnya keras-keras. Jack terpelanting jatuh. Kala Katanaku siap menebas, ia bergulung menghindar. Mata pisau pedangku terayun sia-sia. Aku segera berbalik, dengan segenap dendam membara, kulayangkan katana tepat pada dadanya. Jack mundur menghindar. Katananya terayun menghalau seranganku.Kakiku terpeleset mundur selangkah. "ARGHH!!!" Pekikku kuat-kuat sembari kembali menebaskan pedang. Jack menahan serangan, kakinya maju cepat melumpuhkanku.Aku beringsut mundur, entah sejak kapan ia semahir ini. Katanaku terus menebas maju, Jack terus menangkis melupuhkankan serangan. Aku mundur selangkah, merapatkan kuda-kuda dan memutar tubuhku untuk menggelabuhi pergerakan. Nihil, ia masih mampu menangkisnya. Jack terlihat sangat mudah menebak pergerakanku.Aku terus meng
Ah, jadi begini rupa surga. Bulan purnama terang benderang dibalik jendela kayu, lentera-lentera lugu, ranjang bambu berlapis selimut bludru, dan tubuhku yang masih lemah layu. Mataku mengerjap, mencoba menalaah ruang surga lebih dalam. ternyata, surga begitu Gelap dan kelam. Bayangan tentang kehidupan yang pernah kulaluipun masih menusuk diruang kesedirian. Air mata deritaku kembali menetes. Ngilu. Mana bisa surga semenyedihkan ini?Sesosok malaikat yang wajahnya sangat akrab diingatanku datang menghampiri. Air mata tergantung disudut matanya. Aku tersenyum, mencoba berkata bahwa aku sudah merelakan segalanya. Tapi keningnya berkerut tak mengerti, "Zoe." panggilnya lirih. Ia mendekatkan lentera ke wajahnya, "Kau sudah sadar?"Aku menyipitkan mata. Chen? Aku yang belum mati atau memang ada malaikat yang berwajah seperti gadis T
Sekali lagi, Mykonos gagal menyembunyikan keindahannya. Ano Mera, distrik terdekat dari pantai teluk parmonos ini seolah dengan sengaja menenggelamkanku dalam budaya tradisional Yunani yang megah mewah. Mobil kami melewati gereja beratap merah milik biara Pananiya turgliani, tempat koleksi ikon kereta dan font marmer dari abad XVIII bertengger. Jika tidak pekerjaan mendadak, sebelum kembali ke Asia aku akan mengajak Jack kemari. Aku ingin mengambil beberapa gambar didalamnya, lalu berjalan kaki ke utara, ke arah biara Palebkastro dan menikmati pemandangan Yunani dari lereng gunung.Mobil berhenti di ujung jalanan utama, didepan papan nama restauran yang sudah dipesan Jack semenjak aku menyetujui ajakannya. Cuzenuz garden. Restauran ini terletak di halaman tersembunyi, di belakang pabrik roti. Meski letaknya terpencil, restauran ini sempurna menyajikan landscape pantai t
Sepuluh tahun berlalu, tapi Mykonos masih semegah dulu. Kota yang disebut-sebut dengan Second Ibiza ini menyambutku dengan pelukan hangat. Diantara hingar bingarnya, aku menepi ke sudut paling romantis di Mykonos; Little Venice. Distrik ini akan memanjakan mata dengan lengkungan garis pantai, pelabuhan tua yang hening, gereja-gereja putih, warna-warna ceria galeri seni, rumah-rumah dengan balkon kayu serta cafe dan bar yang ramai dengan tawa muda-mudi."Nona." genggaman tangan Jack sedikit menahan pergerakanku, "Jangan jalan terlalu cepat. Jahitanmu masih belum kering betul."Sudut bibirku terangkat mendengar kekhawatirannya. Sudah lima menit semenjak turun di pemberhentian bus, Jack tak sedikitpun mampu mengawani langkahku yang tergesa. Aku enggan melambat. Walau setengah pincang, aku benar-benar tidak sabar untuk membuka kenangan lama
Tiba-tiba, pasukan penembak dengan komposisi penuh berlarian naik. Seluruh moncong senjata bergerak mengelilingiku. Aku hanya tersenyum, mengangkat kedua tangan dan bersimpuh. Seluruh suara di earphone berteriak mempertanyakan rencanaku. Aku hanya diam dan terus diam. Mereka seharusnya tidak lupa bahwa aku bukan orang yang bisa menerima kekalahan. Aku tidak akan kalah. Diantara hingar bingar itu, seorang lelaki dengan tuxedo hitamnya bertepuk tangan mendekat. Ia menarik penutup wajahku kasar lalu tersenyum penuh kemenangan. Batinku tertawa, tidak sekarang, Matteo, tidak sekarang. "Look!" dengan gaya elegan ia menunjukku, "Pemimpin die Waffe yang terhormat bersimpuh dihadapanku! Why, Zoe? Ini tidak seru! Kau harus bangkit dan melawanku. Bukankah kau kemari dalam misi persekutuan dengan The Victory untuk menghancurkanku? Hah! Sampai kapan kau tidak meny
Diketinggian sekian meter diatas permukaan laut, aku duduk diantara bising mesin helikopter. Tubuhku sedikit menggigil ketika semburat angin dini hari berdesir. Mataku terpejam, terlalu lelah mengutuki langit. Kepalaku bersandar dibahu Jack, tangannya lembut mengenggamku menyalurkan kekuatan. Lima menit lagi, kami akan segera tiba di markas La dislav.Hari ini, Sora akan memberikanku tugas sedikit lebih berat. Ketika seluruh anggota mengepung akses keluar masuk markas dan menghimpit Matteo agar melarikan diri lewat jalur udara, bersama Jack, Dario dan balutan Shinobi Shozoko ditubuh, aku akan menjelma menjadi burung-burung malam yang bersembunyi diatara bayangan gelap sinar rembulan.Guru, malam ini aku kembali menjadi seorang Kunoichi yang kau banggakan. Bersoraklah atas namaku dari surga.