Pertarungan sengitpun tidak bisa terelakkan. Gerakan wanita tersebut sangat lincah, ringan namun sangat mematikan.Berulang kali serangan Rio berhasil dimentahkannya dan bahkan ia sampai membuat Rio terdorong mundur.Beberapa jurus telah dikeluarkan keduanya, namun posisinya masih terlihat seimbang.Bam! Bam!Benturan terakhir, membuat keduanya sama-sama mundur beberapa langkah.Setelah berhasil mengatur napas beberapa saat. Rio bertertiak kesal, "Bangsat, kenapa lu mencampuri urusan orang, hah?""Hehehe, kenapa kesal begitu? Bukankah kamu juga mencampuri pertarungan orang lain? Mengambil kesempatan ketika lawanmu sedang lemah, apa kamu masih pantas disebut sebagai seorang lelaki?" Ujar wanita bertopeng dengan santainya."Cuih, jangan mengada-ngada? Bahkan kalau bocah itu dalam keadaan fit sekalipun dan bergabung dengan seluruh anak buah terbaiknya, dia tetap tidak akan bisa mengalahkanku." Jawab Rio dengan sombongnya."Yakin?"Pertanyaannya singkat namun sudah cukup untuk membuat Rio
Wanita bertopeng tersebut mengendarai sedan Civic-nya dengan kecepatan tinggi, seolah sedang berpacu dengan waktu. Di sebelahnya terbaring Zaha dalam keadaan tidfak sadarakan diri dengan tubuh berlumuran darah."Bos, ada dua mobil mengikuti dari belakang." Suara seorang wanita tiba-tiba terdengar dari HT yang terpasang di dashboard mobil wanita bertopeng tersebut."Yellow, Orange.. Lakukan tugas kalian berdua." Perintah wanita bertopeng tersebut dengan tenang memberikan instruksinya pada anak buahnya."Siap, Bos!" Balas dua orang wanita secara bersamaan.Tidak lama, dua mobil yang sama dengan milik wanita bertipeng tersebut, muncul dari arah pertigaan, langsung menyusul di samping mobil yang mengikuti kendaraan sang penyelamat Zaha. Dengan Skill tingkat tinggi, keduanya berhasil menyalip mobil sang penguntit.Entah bagaimana caranya, kedua mobil Civic tersebut berhasil mengalihkan dua penguntit tersebut.Sampai si wanita misterius tersebut benar-benar memastikan tidak ada lagi kendara
Dokter Anna duduk termenung dalam sebuah ruangan dengan tatapan menerawang jauh. Sejenak, ia sampai terlupa kalau statusnya saat ini adalah korban penculikan. Ada sebuah beban yang seakan menggantung dan membuatnya larut dalam alam pikirannya sendiri.Bukan lelah karena ia telah melakukan operasi darurat selama empat jam lebih sebelumnya, karena Ia sudah terbiasa dengan hal yang menjadi rutinitasnya tersebut.Lalu, apakah yang menganggu pikiran dokter Anna sehingga dalam lelahpun tidak bisa membuatnya beristirahat dan justru larut kecamuk pikirannya sendiri?Zaha! Ya, semua itu karena Zaha.Entah apa yang membuat remaja yang bernama Zaha itu begitu dalam menganggu pikiran dokter Anna. Ini kali kedua, dokter Anna harus mengoperasinya dalam keadaan terluka parah. Pertama, ketika remaja itu kecelakaan enam bulan yang lalu. Dan sekarang, remaja kurus berkulit gelap itu kembali harus dioperasinya kembali dan itupun melalui penculikan dirinya.Melihat dari luka-luka yang sedang diderita ole
Apa yang tampak di depannya tersebut, membuat dokter Anna sampai terhenti beberapa saat. Bagaimana tidak, di depannya tampak bayangan Zaha, kekasihnya yang seakan sedang tersenyum padanya. Bayangan tersebut lalu memudar dan seakan-sakan menyatu dengan sosok remaja yang tengah dioperasinya.Fenomena tersebut seakan begitu sulit dipercaya, dokter Anna menggelengkan kepala beberapa kali, seakan ia pun tidak bisa mempercayai apa yang barusan dilihatnya dan menganggap bayangan tersebut hanya halusinasinya semata."Dok.. Dokter Anna?" Sapa perawat di sebelahnya menyadarkan diri dokter Anna dari keterpukauannya, karena cukup lama dokter Anna terdiam.Begitupun dengan perawat lain, menatap dokter Anna dengan heran."Hmn, ya?" Ujar Dokter Anna tergagap."Anda tidak apa-apa, dok?" Tanya si Perawat penasaran, karena melihat tatapan dokter Anna seperti kosong sesaat. Sebagai perawat pembantu, ia khawatir ada sesuatu yang sedang menganggu pikiran dokter Anna dan itu bisa saja berpengaruh pada oper
Tidak banyak dari Kelompok Selatan yang bisa kembali ke markas mereka di Pasar Tanah Kuda, pasar terbesar di daerah Selatan ibu kota. Sebagian besar terpaksa harus dirawat di rumah sakit.Di antara yang berhasil kembali saat itu, dari elit senior hanya Cak Timbul, sementara Jarwo, Mang Lipay dan Cak Nawi terpaksa di larikan ke IGD karena terluka parah akibat bertarung dengan Rio sebelumnya. Dari Elit Junior, hanya ada Indra yang masih bisa bertarung, sementara yang lainnya tidak bisa melanjutkan pertarungan. Lalu, ada segelintir anak buah mereka, itupun dengan dengan kondisi terluka. Beruntung ada Komar dari kelompok Timur ikut serta saat itu dengan ditemani lima orang anak buah kepercayaan mereka.Hiukali dan Kobang yang menunggu mereka dekat gerbang dibuat terkejut melihat keadaan Cak Timbul dan pasukannya. Keduanya pun sengaja tidak membahas bagaimana pertarungan di markasnya Kelompok Timur, karena ada hal lebih genting yang harus mereka hadapi saat itu. Karena alasan yang sama jug
"Untuk King! Untuk rumah kita! Untuk keluarga kita! Walau kalian sekarat, walau darah kalian tumpah di sini, walau tubuh kalian sampai terpisah sekalipun, selagi nyawa kalian masih ada, teruslah bangkit dan kita usir mereka.." "UNTUK KING!" "UNTUK RUMAH KITA!" Ucap seluruh anak buah Kelompok Selatan dengan semangat membara menjawab seruan Cak timbul. "Kita bantai semua Kelompok Utara yang berani masuk ke markas kita." Timpal Kobang mengebu-gebu. "HUU YYYAAAAA.." Teriak Cak Timbul lantang dengan penuh semangat yang seakan menggetarkan setiap dada orang yang mendengarnya. Seruan perang khas Kelompok Selatan yang telah siap mempertaruhkan segalanya dan teriakan itu disambut lantang oleh para pengikutnya. "HUUU YAAAAAAA.." Teriak semua orang termasuk Komar dan lima orang anak buahnya yang ikut terbakar semangatnya. *** Drrtt drtttt Brigjen Endris sedikit terganggu dengan getaran hanphonenya ketika sedang memberi arahan pada bawahannya tentang sebuah kasus yang sedang ditanganinya d
Kobra, seperti julukannya 'The Snake', sangat licik. Begitu tau jika Kelompok Selatan dan Kelompok Timur bertarung sedang habis-habisan di markasnya Kelompok Timur, langsung bergerak memanfaatkan situasi dengan menyerang markas Kelompok Selatan yang pastinya dengan penjagaan yang jauh lebih lemah.Kobra tidak peduli, meski Kelompok Selatan menang atau kalah di sana. Satu hal yang pasti, pertempuran itu akan mengurangi kekuatan utama mereka. Itulah yang diincar oleh Kobra saat ini.Bukan tanpa alasan, kenapa Kelompok Utara yang menjadi kekuasaannya sampai menyerang markas Kelompok Selatan dan bukannya Kelompok Timur yang pasti sudah luluh lantak akibat serangan dari Kelompok Selatan.Itu semua, semata-mata karena apa yang ada dalam markas Kelompok Selatan. Sebuah warisan dari pendiri klan 'Naga'. Kelompok mafia pertama, sebelum mereka terbagi menjadi empat bagian seperti saat ini.Konon kabarnya, siapapun yang memiliki 'warisan' tersebut, akan dapat menguasai empat kelompok bawah tanah
Di luar gedung, beberapa kompi pasukan kepolisian yang dibantu oleh pasukan TNI, tampak sudah bersiaga penuh. Bahkan beberapa sniper sudah bersiap di beberapa titik. "Semua sudah berada di posisi, siap menunggu perintah anda, Pak!" Lapor salah seorang anggota melalui alat komunikasi kecil ditelinganya. AKBP Erik saat itu sedang mengumpulkan beberapa anak buahnya dan juga salah seorang komandan TNI untuk memberi arahan sambil mengembangkan peta bangunan yang barusan diberikan oleh anak buahnya. "Pasukan elit masuk terlebih dahulu melalui titik ini, untuk mengamati situasi. Usahakan jangan sampai terlihat. Amati situasi di dalam dan terus laporkan perkembangannya." Mulai AKBP Erik memberi arahan. AKBP Erik yang sudah kenyang pengalaman sewaktu masih aktif di lapangan dulu, membuatnya dengan cepat bisa membaca situasi. Sehingga langkah seefektif mungkin bisa dengan cepat diambilnya, tanpa harus menimbulkan konfrontasi terbuka. "Sebisa mungkin hindari kontak dengan kelompok mafia yan
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me