Di luar gedung, beberapa kompi pasukan kepolisian yang dibantu oleh pasukan TNI, tampak sudah bersiaga penuh. Bahkan beberapa sniper sudah bersiap di beberapa titik. "Semua sudah berada di posisi, siap menunggu perintah anda, Pak!" Lapor salah seorang anggota melalui alat komunikasi kecil ditelinganya. AKBP Erik saat itu sedang mengumpulkan beberapa anak buahnya dan juga salah seorang komandan TNI untuk memberi arahan sambil mengembangkan peta bangunan yang barusan diberikan oleh anak buahnya. "Pasukan elit masuk terlebih dahulu melalui titik ini, untuk mengamati situasi. Usahakan jangan sampai terlihat. Amati situasi di dalam dan terus laporkan perkembangannya." Mulai AKBP Erik memberi arahan. AKBP Erik yang sudah kenyang pengalaman sewaktu masih aktif di lapangan dulu, membuatnya dengan cepat bisa membaca situasi. Sehingga langkah seefektif mungkin bisa dengan cepat diambilnya, tanpa harus menimbulkan konfrontasi terbuka. "Sebisa mungkin hindari kontak dengan kelompok mafia yan
Sementara itu, dalam kamar salah satu villa yang terdapat di pinggiran Ibu Kota, Anna yang masih penasaran dan ingin memastikan tentang kebenaran siapa Zaha yang sesungguhnya, kembali memberanikan dirinya untuk menemui Zaha secara langsung. Begitu melihat Hera pergi keluar Villa, Dokter Anna berjalan mengendap menuju kamar Zaha. Hera a.k.a Angel tidak memberi penjagaan khusus pada Anna. Mungkin karena ia berpikir bahwa Anna tidak mungkin berbuat macam-macam saat itu. Sehingga hanya menempatkan satu orang kepercayaannya untuk berjaga di luar Vila. Langkah Anna terlihat pelan dan ragu, jantungnya seakan berdegup kencang ketika langkah kakinya semakin dekat menuju pintu kamar tempat Zaha istirahat. Klik! Bahkan tangannya sedikit bergetar ketika membuka gagang pintu kamar. Begitu melihat Zaha yang terbaring dengan tenang di atas ranjang, jantungnya semakin berdegup kencang. Berulang kali, logikanya coba menyangkal jika remaja yang dilihatnya sedang terbaring tenang ini adalah 'Zah
"Semuanya berjalan sesuai dengan apa yang telah kamu prediksi sebelumnya." Ucap Hera a.k.a Angel pada Zaha ketika mereka sedang duduk berdua di gazebo belakang Villa.Zaha sendiri masih dalam tahap pemulihan dan kesempatan itu digunakannya untuk mempelajari situasi yang sedang berkembang saat ini, selama dia tidak sadarkan diri."Setelah sisa anggotamu kembali ke markas kalian, di Pasar Tanah Kuda. Kobra dengan kelompok utaranya coba memanfaatkan kondisi Kelompok Selatan yang sedang lemah, untuk menyerang. Semua anggotamu dari Kelompok Selatan terluka parah, tidak terkecuali Cak Timbul. Beruntung Padri dan Kelompok Baratnya memenuhi panggilan kalian sebelumnya.""Pertarungan menjadi semakin liar, kekuatan kalian yang hanya tersisa sepuluh persen, dibantu Kelompok Timur dan Barat, bertarung seimbang dengan kelompok utaranya Kobra. Menurut mata-mataku, kemungkinan besar ketiga kelompok ini akan sama-sama binasa waktu itu. Mengingat Kobra datang dengan kekuatan penuhnya. Tapi, satu kejut
"Dia bisa datang padaku kapan saja, kalau begitu!" Kata Zaha dengan santainya, seolah-olah itu bukan masalah besar baginya."Yang perlu kita perhatikan saat ini bukan ayahnya Anna, melainkan cara untuk memusnahkan Rio dan seluruh keluarganya. Kalau tidak, ia akan tetap menjadi ancaman di masa depan. Lebih baik mengambil tindakan pertama sebelum musuh bergerak." Lanjut Zaha lagi sambil memikirkan sesuatu.Zaha tidak memungkiri, potensi bahaya Rio untuk semua orang di dekatnya. Lelaki ini sangat kejam dan memiliki kecenderungan sebagai seorang psikopat. Mengingat ia mempunyai dendam pada Zaha. Ia bisa melakukan apa saja, terutama dapat membahayakan orang-orang terdekatnya.Selain keluarganya, Anna dan adiknya, Zaha juga mencemaskan Dokter Anna. Tidak ada yang tahu, jika nanti Rio menyelidiki siapa-siapa saja orang yang berhubungan dengannya.Bisa jadi, itu akan menghubungkannya dengan Dokter Anna dan itu bisa membahayakan kekasih masa lalunya itu.Terakhir, saat Zaha tersadar sebelumnya
"Vira, apa sudah ada kabar tentang keberadaan King?" Tanya Cak Timbul begitu melihat keponakannya datang dan masuk ke ruang bawah tanah di markas utama mereka. Ruang bawah itu sendiri merupakan ruang rahasia yang tidak semua orang tahu dan bisa mengaksesnya. Selain para petinggi di Kelompok Selatan, hanya orang-orang yang mereka undang saja yang bisa masuk ke dalamnya. Saat ini, kondisi Kelompok Selatan relatif stabil setelah pertempuran besar tiga minggu lalu. Namun, ketiadaan informasi keberadaan King, membuat semua orang merasa gelisah. Cak Timbul sendiri tentu saja merasa sebagai orang yang paling tertekan, karena dia lah yang telah mengizinkan King dibawa oleh wanita misterius itu. Walau wanita tersebut sudah menjanjikan akan memberinya penjelasan, namun ia belum juga menampakkan diri hingga saat ini. Hampir semua anggota Kelompok Selatan dan dua kelompok lainnya yang menjadi aliansi mereka telah dikerahkan untuk mencari King. Tapi, masih belum ada kabar hingga detik ini. J
"Tolong ceritakan bagaimana mereka menyelesaikan pertarungan terakhir itu, Cak?" Tanya Samson penasaran. Mereka semua adalah petarung jalanan, mendengar ada petarung yang lebih kuat, tentu saja membuat mereka sangat tertarik."Itu pertama kalinya, aku melihat King bertarung langsung dengan kedua mata tuaku ini. Gaya bertarung Rio dan juga wanita misterius itu, sama-sama tajam dan terlatih. Itu bukan gaya bertarung jalanan yang biasa kita lihat. Saya rasa, pondasi beladiri mereka berasal dari militer. Tapi, gerakan si wanita bertopeng terlihat ada kesamaan dengan gerakannya King." Komar yang juga melihat pertarungan terakhir waktu itu, ikut berkomentar."Benar, saya juga berpikiran seperti itu! Bedanya, mungkin pada ketahanan fisik mereka saja. Wanita bertopeng itu terlihat seperti telah terlatih belasan tahun, mengingat dari kekuatan dan juga serangannya yang jauh lebih tajam dibanding King kita." Imbuh Cak Timbul membenarkan."Atau jangan-jangan wanita itu gurunya King, paman?" Tanya
Di saat yang sama, dua orang pria dewasa tampak duduk dalam satu ruangan. Keduanya memiliki kharisma kuat dan sama-sama memiliki posisi yang kuat dalam divisinya masing-masing. Meski begitu, keduanya tampak bicara begitu akrab satu sama lainnya. Mereka adalah dua orang saudara dan juga senior di instituasi kepolisian, Brigjen Endris dan juga AKBP Erik. Mereka sedang membahas tentang operasi terakhir mereka yang melibatkdan dua putri kakak sepupunya itu, "Aku merasakan keanehan dalam operasi sebelumnya, bang." "Coba jelaskan!" Ujar Brigjen Endris dengan ekspresi serius. "Semula, saya mengira ini hanya kebetulan semata, ketika Anna dan Silvi berada di Pasar Tanah Kuda. Mereka berada ditempat dan waktu yang salah! Setelah kselidiki lebih jauh, ternyata keberadaan mereka di sana, ada sangkut pautnya dengan seorang pemuda yang bernama Zaha." "Zaha?" Gumam Brigjen Endris sambil mengernyitkan kening. Nama itu pernah disinggung oleh Anna, putri sulung
Brigjen Endris sendiri tidak buru-buru menjawab, tapi coba merangkai kembali semua peristiwa terkait yang disampaikan oleh adik sepupunya tersebut, "Apa kamu sudah menyelidiki secara menyeluruh tentang pemuda bernama Zaha ini?" AKBP Erik mengeluarkan sebuah file dan meletakkannya di atas meja. Di sana ada foto-foto Zaha ketika kecelakaan setengah tahun yang lalu, lalu foto ketika ia di sekolah. Tidak banyak, karena pemuda ini adalah sosok penyendiri. Sehingga tidak banyak informasi yang dapat dikumpulkan oleh intel mereka di lapangan. "Tidak banyak yang kami temukan, karena anak ini sepertinya cukup tertutup dan tidak menggunakan media sosial apapun. Sebelumnya, Zaha dikenal sebagai anak yang pendiam dan bahkan sering dibully. Latar belakang keluarganya juga biasa-biasa saja." Terang AKBP Erik sambil menunjukkan data Ibu dan juga kakak perempuan Zaha. "Perubahan besar terjadi setelah dia selamat dari kecelakaan enam bulan yang lalu." "Enam bulan yang
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me