"Untuk King! Untuk rumah kita! Untuk keluarga kita! Walau kalian sekarat, walau darah kalian tumpah di sini, walau tubuh kalian sampai terpisah sekalipun, selagi nyawa kalian masih ada, teruslah bangkit dan kita usir mereka.." "UNTUK KING!" "UNTUK RUMAH KITA!" Ucap seluruh anak buah Kelompok Selatan dengan semangat membara menjawab seruan Cak timbul. "Kita bantai semua Kelompok Utara yang berani masuk ke markas kita." Timpal Kobang mengebu-gebu. "HUU YYYAAAAA.." Teriak Cak Timbul lantang dengan penuh semangat yang seakan menggetarkan setiap dada orang yang mendengarnya. Seruan perang khas Kelompok Selatan yang telah siap mempertaruhkan segalanya dan teriakan itu disambut lantang oleh para pengikutnya. "HUUU YAAAAAAA.." Teriak semua orang termasuk Komar dan lima orang anak buahnya yang ikut terbakar semangatnya. *** Drrtt drtttt Brigjen Endris sedikit terganggu dengan getaran hanphonenya ketika sedang memberi arahan pada bawahannya tentang sebuah kasus yang sedang ditanganinya d
Kobra, seperti julukannya 'The Snake', sangat licik. Begitu tau jika Kelompok Selatan dan Kelompok Timur bertarung sedang habis-habisan di markasnya Kelompok Timur, langsung bergerak memanfaatkan situasi dengan menyerang markas Kelompok Selatan yang pastinya dengan penjagaan yang jauh lebih lemah.Kobra tidak peduli, meski Kelompok Selatan menang atau kalah di sana. Satu hal yang pasti, pertempuran itu akan mengurangi kekuatan utama mereka. Itulah yang diincar oleh Kobra saat ini.Bukan tanpa alasan, kenapa Kelompok Utara yang menjadi kekuasaannya sampai menyerang markas Kelompok Selatan dan bukannya Kelompok Timur yang pasti sudah luluh lantak akibat serangan dari Kelompok Selatan.Itu semua, semata-mata karena apa yang ada dalam markas Kelompok Selatan. Sebuah warisan dari pendiri klan 'Naga'. Kelompok mafia pertama, sebelum mereka terbagi menjadi empat bagian seperti saat ini.Konon kabarnya, siapapun yang memiliki 'warisan' tersebut, akan dapat menguasai empat kelompok bawah tanah
Di luar gedung, beberapa kompi pasukan kepolisian yang dibantu oleh pasukan TNI, tampak sudah bersiaga penuh. Bahkan beberapa sniper sudah bersiap di beberapa titik. "Semua sudah berada di posisi, siap menunggu perintah anda, Pak!" Lapor salah seorang anggota melalui alat komunikasi kecil ditelinganya. AKBP Erik saat itu sedang mengumpulkan beberapa anak buahnya dan juga salah seorang komandan TNI untuk memberi arahan sambil mengembangkan peta bangunan yang barusan diberikan oleh anak buahnya. "Pasukan elit masuk terlebih dahulu melalui titik ini, untuk mengamati situasi. Usahakan jangan sampai terlihat. Amati situasi di dalam dan terus laporkan perkembangannya." Mulai AKBP Erik memberi arahan. AKBP Erik yang sudah kenyang pengalaman sewaktu masih aktif di lapangan dulu, membuatnya dengan cepat bisa membaca situasi. Sehingga langkah seefektif mungkin bisa dengan cepat diambilnya, tanpa harus menimbulkan konfrontasi terbuka. "Sebisa mungkin hindari kontak dengan kelompok mafia yan
Sementara itu, dalam kamar salah satu villa yang terdapat di pinggiran Ibu Kota, Anna yang masih penasaran dan ingin memastikan tentang kebenaran siapa Zaha yang sesungguhnya, kembali memberanikan dirinya untuk menemui Zaha secara langsung. Begitu melihat Hera pergi keluar Villa, Dokter Anna berjalan mengendap menuju kamar Zaha. Hera a.k.a Angel tidak memberi penjagaan khusus pada Anna. Mungkin karena ia berpikir bahwa Anna tidak mungkin berbuat macam-macam saat itu. Sehingga hanya menempatkan satu orang kepercayaannya untuk berjaga di luar Vila. Langkah Anna terlihat pelan dan ragu, jantungnya seakan berdegup kencang ketika langkah kakinya semakin dekat menuju pintu kamar tempat Zaha istirahat. Klik! Bahkan tangannya sedikit bergetar ketika membuka gagang pintu kamar. Begitu melihat Zaha yang terbaring dengan tenang di atas ranjang, jantungnya semakin berdegup kencang. Berulang kali, logikanya coba menyangkal jika remaja yang dilihatnya sedang terbaring tenang ini adalah 'Zah
"Semuanya berjalan sesuai dengan apa yang telah kamu prediksi sebelumnya." Ucap Hera a.k.a Angel pada Zaha ketika mereka sedang duduk berdua di gazebo belakang Villa.Zaha sendiri masih dalam tahap pemulihan dan kesempatan itu digunakannya untuk mempelajari situasi yang sedang berkembang saat ini, selama dia tidak sadarkan diri."Setelah sisa anggotamu kembali ke markas kalian, di Pasar Tanah Kuda. Kobra dengan kelompok utaranya coba memanfaatkan kondisi Kelompok Selatan yang sedang lemah, untuk menyerang. Semua anggotamu dari Kelompok Selatan terluka parah, tidak terkecuali Cak Timbul. Beruntung Padri dan Kelompok Baratnya memenuhi panggilan kalian sebelumnya.""Pertarungan menjadi semakin liar, kekuatan kalian yang hanya tersisa sepuluh persen, dibantu Kelompok Timur dan Barat, bertarung seimbang dengan kelompok utaranya Kobra. Menurut mata-mataku, kemungkinan besar ketiga kelompok ini akan sama-sama binasa waktu itu. Mengingat Kobra datang dengan kekuatan penuhnya. Tapi, satu kejut
"Dia bisa datang padaku kapan saja, kalau begitu!" Kata Zaha dengan santainya, seolah-olah itu bukan masalah besar baginya."Yang perlu kita perhatikan saat ini bukan ayahnya Anna, melainkan cara untuk memusnahkan Rio dan seluruh keluarganya. Kalau tidak, ia akan tetap menjadi ancaman di masa depan. Lebih baik mengambil tindakan pertama sebelum musuh bergerak." Lanjut Zaha lagi sambil memikirkan sesuatu.Zaha tidak memungkiri, potensi bahaya Rio untuk semua orang di dekatnya. Lelaki ini sangat kejam dan memiliki kecenderungan sebagai seorang psikopat. Mengingat ia mempunyai dendam pada Zaha. Ia bisa melakukan apa saja, terutama dapat membahayakan orang-orang terdekatnya.Selain keluarganya, Anna dan adiknya, Zaha juga mencemaskan Dokter Anna. Tidak ada yang tahu, jika nanti Rio menyelidiki siapa-siapa saja orang yang berhubungan dengannya.Bisa jadi, itu akan menghubungkannya dengan Dokter Anna dan itu bisa membahayakan kekasih masa lalunya itu.Terakhir, saat Zaha tersadar sebelumnya
"Vira, apa sudah ada kabar tentang keberadaan King?" Tanya Cak Timbul begitu melihat keponakannya datang dan masuk ke ruang bawah tanah di markas utama mereka. Ruang bawah itu sendiri merupakan ruang rahasia yang tidak semua orang tahu dan bisa mengaksesnya. Selain para petinggi di Kelompok Selatan, hanya orang-orang yang mereka undang saja yang bisa masuk ke dalamnya. Saat ini, kondisi Kelompok Selatan relatif stabil setelah pertempuran besar tiga minggu lalu. Namun, ketiadaan informasi keberadaan King, membuat semua orang merasa gelisah. Cak Timbul sendiri tentu saja merasa sebagai orang yang paling tertekan, karena dia lah yang telah mengizinkan King dibawa oleh wanita misterius itu. Walau wanita tersebut sudah menjanjikan akan memberinya penjelasan, namun ia belum juga menampakkan diri hingga saat ini. Hampir semua anggota Kelompok Selatan dan dua kelompok lainnya yang menjadi aliansi mereka telah dikerahkan untuk mencari King. Tapi, masih belum ada kabar hingga detik ini. J
"Tolong ceritakan bagaimana mereka menyelesaikan pertarungan terakhir itu, Cak?" Tanya Samson penasaran. Mereka semua adalah petarung jalanan, mendengar ada petarung yang lebih kuat, tentu saja membuat mereka sangat tertarik."Itu pertama kalinya, aku melihat King bertarung langsung dengan kedua mata tuaku ini. Gaya bertarung Rio dan juga wanita misterius itu, sama-sama tajam dan terlatih. Itu bukan gaya bertarung jalanan yang biasa kita lihat. Saya rasa, pondasi beladiri mereka berasal dari militer. Tapi, gerakan si wanita bertopeng terlihat ada kesamaan dengan gerakannya King." Komar yang juga melihat pertarungan terakhir waktu itu, ikut berkomentar."Benar, saya juga berpikiran seperti itu! Bedanya, mungkin pada ketahanan fisik mereka saja. Wanita bertopeng itu terlihat seperti telah terlatih belasan tahun, mengingat dari kekuatan dan juga serangannya yang jauh lebih tajam dibanding King kita." Imbuh Cak Timbul membenarkan."Atau jangan-jangan wanita itu gurunya King, paman?" Tanya