"Hmn, tapi jangan bahas itu dulu sekarang! Terus, sekarang kita harus bagaimana dong, dek?" Tanya Anna gelisah. Ia tidak ingin Zaha kembali menjauhi dirinya. Pengalaman beberapa waktu lalu, cukup membuat Anna merasa tersiksa, ia tidak mau lagi berjauhan dengan Zaha. Zaha seakan sudah menjadi candu tersendiri bagi Anna. Berada dekat dengan Zaha, membuat Anna merasa aman dan nyaman. Hal yang tidak pernah ia dapatkan dari cowok manapun yang pernah ia kenal.
"Entahlah, kak. Aku juga belum tahu harus bagaimana! Sepertinya, kita harus cari tahu sendiri, apa yang menyebabkan kak Zaha bersikap seperti ini dan terkesan menjauhi kita. Bisa jadi, kak Zaha bersikap seperti itu agar kita tidak terlibat dalam masalahnya." Ucap Silvi lirih, coba menganalisa semua petunjuk yang ada di kepalanya. Dibanding dengan Anna, mungkin Silvi lebih berbakat untuk meneruskan profesi ayah mereka yang merupakan seorang perwira tinggi dan sekarang dipercaya sebagai salah satu petinggi di Badan Intelelijen
Pasar Tanah Kuda yang biasanya ramai, mendadak berubah menjadi pasar yang mencekam, ketika pasar di tutup paksa siang itu. Setiap gerbang yang menjadi akses masuk ke dalam pasar dijaga ketat oleh preman bertubuh kekar dan berwajah sangar. Bahkan setiap akses jalan menuju kasar juga dijaga ketat oleh sekelompok preman. Mereka tampak berjaga dengan sangat awas dan memeriksa setiap orang yang hendak masuk ataupun keluar dari pasar. Siang itu, saat Anna dan Silvi sampai di pasar tersebut. Mereka melihat seorang gadis sedang ribut-ribut di depan gerbang masuk pasar. Alasannya sederhana, karena gadis remaja cantik yang masih berseragam sekolah tersebut, tidak diijinkan masuk ke dalam pasar oleh para preman yang sedang berjaga. "Cih, cewek itu lagi.." Lirih Anna tampak kesal. "Loh, kakak kenal?" Tanya Silvi heran melihat reaksi Anna. Anna tidak menjawab pertanyaan adiknya dan langsung menghampiri gadis yang sedang terlibat adu mulut dengan para preman tersebut. "Cintya, ada apa?" Tanya
Dua kelompok besar saling berhadapan di depan salah satu gedung tua yang ada di Wilayah Timur ibu kota. Gedung yang terdiri dari dua lantai itu sendiri merupakan peninggalan jaman Belanda yang kini beralih fungsi menjadi markas utama dari Kelompok Timur. Gedung itu sangat besar dan sanggup menampung ratusan orang di setiap lantainya, karena pada jaman dulu memang difungsikan sebagai gedung pertemuan untuk acara-acara besar.Orang-orang yang tinggal di wilayah timur mengenal gedung itu sebagai gedung hitam, karena semua transaksi gelap terjadi di dalam sana dan orang biasa tidak akan pernah berani mendekati gedung itu. Jangankan orang biasa, aparat saja tidak berani mendekatinya. Kecuali mereka yang menjadi antek dan kaki tangan para petinggi dalam gedung tersebut.Gedung itulah yang akan menjadi saksi sebuah pertempuran besar hari ini.Zaha datang dengan diikuti oleh ratusan anggotanya dari Kelompok Selatan. Wajah mereka tampak dingin, karena kedatangan mereka kali ini adalah untuk pe
"Hahaha, anjing masih sombong juga mereka." Tawa lawan mengejek."Hahh haahh.. kita matiin aja cepat." Ujar lainnya dengan napas memburu. Mereka tidak menyangka, akan menghadapi lawan yang alot. Bahkan dengan kondisi jumlah mereka yang unggul, justru malah membuat daya perlawanan lawan semakin sengit. Jika tidak cepat dimatikan, ia justru khawatir lawan akan dapat membalikan keadaan."Matiin kita? hehehe, gimana kalian mau nyentuh ketua Kami? jika mengalahkan kami saja kalian tidak sanggup?" Tawa Kulup terang-terangan mengejek lawan. Mulutnya yang sudah berdarah, membuat tawanya terlihat jadi menyeramkan."Anjing.. Seraanng!" Teriak lawan memberi komando. Ke empatnya pun kompak menyerang secara serentak Indra dan Kulup.WoshBam. Bam.Tidak ada satupun di antara mereka yang saling mengendurkan serangan. Sehingga pertarungan berlangsung semakin alot. Di sisi lain Inggek tampak mulai terbiasa dengan pola serangan lawan.Wosh! Badan yang besar menjadi keunggulan tersendiri bagi pihak
"Biarkan dia bicara, bang!" Ucap Zaha dari belakang, lalu dengan santai dan satu tangannya berada di dalam sau celananya, ia berjalan ke depan."King?" Ucap Kulup ragu. Ia terlihat begitu waspada dan tidak ingin musuh mengambil kesempatan untuk menyerang King, di depannya."Sudah, gak apa-apa, bang! Aku akan mengurusnya." Ujar Zaha memberi kode mata. Ia mengisyaratkan, kalau ia bisa mengatasinya."Bicaralah!" Perintah Zaha pada Dion.Dion terlihat heran dan merasa aneh. Tidak menyangka, jika ketua kelompok Selatan yang hendak diajaknya bicara masih sangat muda dan mungkin masih berusia remaja. Ini adalah pertama kalinya mereka bertemu, sehingga ia tidak mengenali Zaha sebagai sebagai pemimpin kelompok selatan yang baru.Tapi, melihat semua orang dan pemimpin Distrik di Kelompok Selatan sangat menghormati dan tunduk padanya, sehingga Dion pun tidak berani meremehkan remaja yang berdiri di depannya itu."Saya kontak yang dihubungi oleh anggota anda." Kata Dion masih tampak ragu dan sung
"Kapanpun kalian siap. Sesuai aturan lama." Ujar pria yang berdiri di tengah dengan nada sinis. Empat orang rekannya mengambil posisi siaga, begitupun dengan para Pemimpin Distrik beserta anak buah mereka. Dari segi jumlah, Kelompok Timur masih lebih unggul, dua kali lipatnya pasukan Kelompok Selatan yang tidak datang dengan seluruh pasukannya dan itupun sudah ditambah pasukan Kelompok Timur yang membelot mendukung mereka. Karena pembalasan hari itu terkesan mendadak dan tanpa direncanakan sama sekali. Meski begitu, hal itu tidak menyurutkan langkah mereka sama sekali. Yang terjadi, semangat mereka justru semakin terlecut dan membara, karena pertempuran hari itu mempertaruhkan harga diri dan juga pembalasan atas keluarga mereka yang tersakiti. "King, jangan maju dulu! Biar yang lainnya mengurus mereka terlebih dahulu." Kata Cak Timbul berbisik dan berdiri di sebelah kanan Zaha. Mendengar ucapan salah satu pemimpin Pasukan Kiri barusan, membuat Cak Timbul terpaksa harus mengatur re
Lain Hiukali, lain lagi dengan Kobang.Pertarungan senjata berlangsung sengit antara pihaknya melawan kelompok penyerang ini.Kobang, sesuai namanya. Dia adalah jawara terkenal yang mahir dengan senjata goloknya yang mematikan. Selama menjadi preman dan memiliki pasukannya sendiri dalam Kelompok Selatan, tidak sedikit nyawa yang meregang karena senjata andalannya ini. Slash, Slash!Beberapa orang dari kelompok penyerang dibuatnya tak lagi memiliki anggota tubuh yang lengkap. Sampai pada sebuah momen, di mana Kobang bertemu langsung dengan pemimpin pasukan lawan yang saat itu sedang menggorok anak buahnya.Kobang yang pada dasarnya memang tipikal orang yang temperamental, langsung berteriak lantang dan menyerang pemimpin pasukan lawan."Hiat!"Wosh,Sret.Lawan yang sadar bahaya mendekat, apalagi serangan Kobang diiringi dengan teriakan lantangnya.Serangan itu berhasil dihindarinya. Tidak hanya itu, ujung celuritnya berhasil melukai tipis pinggang Kobang.Kobang sendiri, begitu sadar
Kembali ke gedung tua daerah timur yang saat itu sedang terjadi pertempuran antara Kelompok Selatan dan Kelompok Timur.Keadaan menjadi semakin kacau, di sana-sini banyak tubuh manusia bergelimpangan. Entah mereka pingsan ataupun sudah mati. Mereka adalah tumbal dari pertempuran besar dari kedua pihak.Yang masih kuat berdiri, tinggal beberapa orang saja. Pasukan Kiri dari Kelompok Timur hanya tinggal 4 orang saja. Satu sudah berhasil ditumbangkan oleh Cak Nawi, pemimpin senior Kelompok Selatan. Sementara dua orang dari mereka yang memutuskan bergabung dengan Kelompok Selatan sudah tumbang duluan oleh Pasukan Kiri lainnya.Pemimpin Junior dari Kelompok Selatan berhasil mengalahkan semua pemimpin Distrik Kelompok Timur, tapi mereka sudah sangat kelelahan. Sehingga memutuskan beristirahat ke pinggir ruangan untuk mengembalikan stamina mereka yang nyaris habis.Praktis, di tengah ruangan hanya tersisa Cak Nawi, Lipay dan Jarwo melawan empat orang pemimpin pasukan Kiri Kelompok Timur.Tig
Langkahnya ringan bagai kapas, gerakannya senyap tanpa suara dengan mata yang awas dan tajam mengamati setiap situasi yang terjadi dalam gedung tua tersebut.Dia tidak peduli dengan semua pertempuran brutal antara dua kelompok yang sedang bertarung di dalam gedung tersebut. Walau darah sudah berceceran di mana-mana, tubuh sudah bergelimpangan di sana-sini. Entah mereka sudah mati ataupun pingsan, karena yang membuatnya peduli hanyalah seorang pemuda yang ikut terlibat dalam pertarungan maut tersebut. Dia harus memastikan pemuda itu baik-baik saja, memastikan keselamatannya.Sosok itu adalah Hera a.k.a Angel.Dia bahkan sudah ada di lantai dua gedung tersebut sebelum Zaha dan pasukannya sampai di sana. Sejenak timbul kecemasan dalam diri Angel begitu melihat siapa yang telah menunggu Zaha dan pasukannya di lantai atas tersebut.Tidak berselang lama, Zaha dan pasukanya tampak masuk ke lantai atas, tempat di mana Cakra dan anak buahnya sudah menunggu kedatangan mereka.Dalam rombongan Za