Lain Hiukali, lain lagi dengan Kobang.Pertarungan senjata berlangsung sengit antara pihaknya melawan kelompok penyerang ini.Kobang, sesuai namanya. Dia adalah jawara terkenal yang mahir dengan senjata goloknya yang mematikan. Selama menjadi preman dan memiliki pasukannya sendiri dalam Kelompok Selatan, tidak sedikit nyawa yang meregang karena senjata andalannya ini. Slash, Slash!Beberapa orang dari kelompok penyerang dibuatnya tak lagi memiliki anggota tubuh yang lengkap. Sampai pada sebuah momen, di mana Kobang bertemu langsung dengan pemimpin pasukan lawan yang saat itu sedang menggorok anak buahnya.Kobang yang pada dasarnya memang tipikal orang yang temperamental, langsung berteriak lantang dan menyerang pemimpin pasukan lawan."Hiat!"Wosh,Sret.Lawan yang sadar bahaya mendekat, apalagi serangan Kobang diiringi dengan teriakan lantangnya.Serangan itu berhasil dihindarinya. Tidak hanya itu, ujung celuritnya berhasil melukai tipis pinggang Kobang.Kobang sendiri, begitu sadar
Kembali ke gedung tua daerah timur yang saat itu sedang terjadi pertempuran antara Kelompok Selatan dan Kelompok Timur.Keadaan menjadi semakin kacau, di sana-sini banyak tubuh manusia bergelimpangan. Entah mereka pingsan ataupun sudah mati. Mereka adalah tumbal dari pertempuran besar dari kedua pihak.Yang masih kuat berdiri, tinggal beberapa orang saja. Pasukan Kiri dari Kelompok Timur hanya tinggal 4 orang saja. Satu sudah berhasil ditumbangkan oleh Cak Nawi, pemimpin senior Kelompok Selatan. Sementara dua orang dari mereka yang memutuskan bergabung dengan Kelompok Selatan sudah tumbang duluan oleh Pasukan Kiri lainnya.Pemimpin Junior dari Kelompok Selatan berhasil mengalahkan semua pemimpin Distrik Kelompok Timur, tapi mereka sudah sangat kelelahan. Sehingga memutuskan beristirahat ke pinggir ruangan untuk mengembalikan stamina mereka yang nyaris habis.Praktis, di tengah ruangan hanya tersisa Cak Nawi, Lipay dan Jarwo melawan empat orang pemimpin pasukan Kiri Kelompok Timur.Tig
Langkahnya ringan bagai kapas, gerakannya senyap tanpa suara dengan mata yang awas dan tajam mengamati setiap situasi yang terjadi dalam gedung tua tersebut.Dia tidak peduli dengan semua pertempuran brutal antara dua kelompok yang sedang bertarung di dalam gedung tersebut. Walau darah sudah berceceran di mana-mana, tubuh sudah bergelimpangan di sana-sini. Entah mereka sudah mati ataupun pingsan, karena yang membuatnya peduli hanyalah seorang pemuda yang ikut terlibat dalam pertarungan maut tersebut. Dia harus memastikan pemuda itu baik-baik saja, memastikan keselamatannya.Sosok itu adalah Hera a.k.a Angel.Dia bahkan sudah ada di lantai dua gedung tersebut sebelum Zaha dan pasukannya sampai di sana. Sejenak timbul kecemasan dalam diri Angel begitu melihat siapa yang telah menunggu Zaha dan pasukannya di lantai atas tersebut.Tidak berselang lama, Zaha dan pasukanya tampak masuk ke lantai atas, tempat di mana Cakra dan anak buahnya sudah menunggu kedatangan mereka.Dalam rombongan Za
Kali ini, Zaha tidak berkomentar apapun dan hanya mengangguk pelan, menyetujui rencananya Cak Timbul. Zaha sadar, ia perlu menjaga staminanya untuk menghadapi musuh utama nantinya."YASIR, RIFAT, habisi mereka semua!" Perintah Cakra dengan suara lantang disertai senyum angkuhnya. Seolah dengan pasukan yang dimilikinya, ia sudah merasa yakin duluan bisa menumbangkan Kelompok Selatan.Mendengar sang pemimpin telah memberi perintah, kedua pemimpin pasukan Kanan itu langsung menyerbu ke arah Kelompok Selatan. Zaha, tidak kalah tanggap. Ia pun langsung memberi perintah untuk menyerbu."Semuanya, MAJUUU..." Teriak Zaha lantang.Mendengar perintah Zaha, seluruh pasukannya dan juga pasukan tambahan dari anak buahnya Komar dengan semangat menggelora serentak menerjang ke arah lawan. Pertempuran sengit dari dua kelompok yang berseteru pun pecah dengan dahsyatnya.Pasukan yang dipimpin Komar bertarung dengan intensitas tinggi, mereka memiliki kemampuan tarung yang sudah teruji dan jelas di atas
Acera mengangkat wajahnya dan melihat ke arah lawan. Begitu dilihat lawannya sudah jatuh telentang tidak jauh di depannya dalam keadaan sudah tidak bergerak, baru membuat ia bisa menghembuskan napas lega dan ia pun berbaring di atas lantai sambil menatap langit-langit.Entah berapa lama Acera beristirahat, rasanya baru sebentar.Suara yang semula ramai karena pertempuran, kini mulai terdengar jauh berkurang. Sampai ada sebuah suara memanggil namanya dan menyadarkannya."Sampai kapan lu akan tidur di situ?" Ucap orang barusan sambil mengulurkan tangan untuk membantu Acera bangun."Anjing, gak bisa biarin orang istirahat aja lu, Sam." Jawab Acera dengan suara serak. Tubuhnya masih terasa lemah, bahkan untuk bergerak saja, rasanya sangat sulit."Bagaimana hasilnya?" Tanya Acera setelah memperhatikan keadaan Sam.Ternyata kondisi Sam sendiri tidak kalah parah darinya, bahkan tangan kirinya tampak tertekuk karena patah pada sikutnya."Tuh!" Ujar Sam sambil memberi kode untuk melihat ke ar
POV ZahaFlash back beberaa menit sebelum penusukan.Aku sendiri tidak menyangka bisa mencapai perjalanan sejauh ini.Penyerangan yang tanpa rencana dan persiapan membuat kondisi kami terlihat pincang. Apalagi menyerang komplotan preman langsung di sarang mereka, jelas ini bukan rencana yang baik. Mungkin karena aku terlalu percaya diri dengan kemampuan orang-orang yang ada di sekelilingku dan membuatku menafikan kekuatan yang dimiliki oleh musuh.Benar saja, baru saja sampai di lantai dua sarangnya Kelompok Timur. Kekuatan tempur yang kami miliki mungkin hanya tersisa separoh, dengan banyaknya orang yang cidera.Beruntung, ada bantuan dari Kelompok Timur yang masih memiliki kesetiaan pada ketua terdahulu mereka dan bersedia membantu kami menghadapi Cakra dan komplotannya. Jika seandainya mereka memilih menjadi lawan kami, maka sudah jelas penyerangan hari ini akan berakhir dengan kekalahan telak Kelompok Selatan.Ketika mendengar mbak Virangel bercerita tentang peta kekuatan Kelompok
Aku sendiri belum mengenal siapa Rival dari Cak Timbul tersebut. Tapi, bisa ku pastikan kalau ia pasti juga orang hebat.Herannya, kenapa bukan Cak Timbul yang memimpin Kelompok Selatan? Seharusnya, dengan kemampuan yang dimilikinya, dia bisa mengimbangi Codet dalam duel satu lawan satu. Ku rasa dengan karakternya, Cak Timbul justru akan lebih baik dalam memimpin Kelompok Selatan dibandingkan Codet. Atau, dulunya ia pernah bertarung dengan Codet, terus kalah? Entahlah! Ku rasa setiap orang memiliki prinsip hidup mereka masing-masing.Ku lihat Yasir tampak sangat kesal, karena dalam beberapa jurus masih belum bisa melemahkan pertahanan Cak Timbul."Hmn, ternyata singa tua mantan pengawalnya 'pendiri' tidak ada apa-apanya." Ujar Yasir coba memprovokasi Cak Timbul agar mau melayani serangan brutalnya. Ia bahkan menyinggung sosok pendiri untuk memancing emosi Cak Timbul."Hehehe, kenapa Yasir? Apa lu sudah mau nyerah?" Jawab Cak Timbul dengan tenang, tidak termakan pancingan lawan sedikit
Dengan gerakan yang cukup cepat, aku berhasil memblokir serangan Cakra dengan kedua tanganku. Tapi, gerakan tersebut membuat pertahanan bawahku jadi terbuka cukup lebar. Alhasil, gerakan Cakra yang terlihat seperti kepiting, menendang dengan gerakan seperti kait dan menghantam telak tulang keringku."Arghh.."Rasa sakit di tulang kering barusan membuat tubuhku jadi sedikit membungkuk dan membuatku jadi sedikit lengah. Tanpa ku duga, pukulan tangan kiri Cakra kembali masuk menghantam rahang kananku.Bam!Wajahku sampai oleng ke kiri karena saking kuatnya pukulan Cakra.Tapi, sepertinya Cakra benar-benar tidak ingin memberiku jeda sedikitpun. Gerakan-gerakan anehnya membuatku hanya bisa bertahan.Bug, Bug, BugBerulang kali, ia coba menyerang titik vitalku.Gila! Aku benar-benar dibuat terdesak oleh serangan Cakra yang bertubi-tubi. Beruntung, latihan berat yang aku lakukan sebelumnya telah membuat kondisi fisikku meningkat cukup drastis. Jika tidak, mungkin pertahananku sudah berhasil
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me