Seorang pria tua dengan setelan jas serba hitam, tampak terduduk dengan muka merah padam melihat dua orang putra kesayangannya terbaring dengan kondisi yang sangat mengerikan."Lapor bos! wanita yang kami temukan bersama tuan muda, masih belum bisa dimintai keterangannya. Dia mengalami gangguan jiwa berat dan terus menjerit histeris saat kami temukan hingga sekarang. Tapi, dia merupakan satu-satunya saksi kunci yang melihat langsung semua peristiwa malam ini." Lapor salah seorang pengawalnya.Mata pria tua tersebut terlihat dingin, hatinya menjadi membeku bersama duka atas kematian dua putranya. Dia tidak akan bisa tenang, sebelum bisa menemukan dan membalas pelaku yang telah membunuh kedua putranya dengan cara yang begitu kejam.Pria tersebut merupakan Abdi Batubara, pengusaha batubara asal Sumatera Utara. Abdi tidak akan sampai pada titik ini, jika bukan karena banyaknya usaha ilegal dan bekingan kuat yang mendukung usahanya. Tentu saja, wajah malaikat yang ditunjukkannya selama ini
Suasana pagi yang dingin membuatku terbangun dari tidurku yang rasanya baru beberapa saat. Aku melihat sekeliling ruangan, karena ruangan ini terasa sangat asing bagiku.Kepalaku masih masih sedikit pusing, akibat kejadian semalam. Tubuh ini belum siap untuk menampung emosi sebesar itu, alasan itu yang sempat terpikir olehku begitu menyadari bahwa tubuhku cukup lambat pulih setelah pembataian semalam.Saat berhasil mengingat kejadian terakhir setelah aku selesai dengan pembalasan dendamku, aku segera tersadar."Astaga!" Aku tersentak kaget, begitu melihat tubuh polosku yang ada di dalam selimut, namun didalamnya benar-benar polos!Tidak lama, Angel masuk ke dalam kamar sambil membawa nakas dengan segelas susu hangat di atasnya. Yang mengejutkan dan membuatku tidak fokus adalah penampilan Angel yang hanya mengenakan kemeja putihku dulu. Bukan pakaiannya yang membuatku kaget, namun penampilan Angel saat itu yang membuatku jadi terpana lama menatapnya.Angel mengenakan kemeja putih trans
"Sayang, Kita sudah sampai." Sapa Angel sambil memegang sebelah tanganku lembut. Karena memikirkan kejadian semalam, membuatku tidak sadar jika mobil yang kami kendarai sudah sampai di jalan ujung gang, komplek perumahanku."Eh, iya!""Sayang.." Panggil Angel lagi saat tanganku hendak membuka handel pintu.Dia memberi kode dengan menunjuk pipinya sambil tersenyum mesra padaku.Aku hanya bisa menghela nafas dalam, entah sudah benarkah caraku ini atau tidak? Aku sendiri gamang dengan apa yang akan terjadi ke depannya."Ih, malah melamun? Gak romantis banget sih jadi cowok!" Ucap Angel sambil merengut manja. Membuatku mau tidak mau menuruti keinginannya.CupSebuah senyuman indah terkembang dari bibirnya. Lalu, Angel memiringkan kepalanya sambil menunjuk pipi kirinya.Deg'Tambah manja begini Angel, yah?'Meski begitu, tetap saja aku menuruti keinginannya tersebut. 'Daripada tidak selesai-selesai ini keluar dari mobilnya, hahaha.'CupAku mengusap dagu Hera pelan.Aku akui, kalau aku say
Ini adalah hari ke enam, pasca Zaha menyerang dan membantai Ronal dan komplotannya. Selama itu pula, Nia tidak masuk kuliah sama sekali. Ia tampak masih syok dan masih belum bisa melupakan kejadian pemerkosaan yang dialaminya tempo hari. Walau kondisinya sudah jauh lebih tenang dari sebelumnya, Nia tidak mau berpisah sesaat pun dari Zaha. Ia memaksa Zaha untuk selalu menemaninya, ketika berada di rumah. Kecuali, ketika Zaha sekolah, maka Ibunya yang gantian menemaninya di rumah. Walau untuk itu, ibunya terpaksa tidak jualan di pasar. Hari ke tujuh, saat itu hari jum'at di mana Zaha hanya sekolah setengah hari. Hari ini, ibunya sudah mulai kembali berjualan seperti biasa. Satu hal positif yang dirasakan keluarga Zaha setelah kemenangannya dari Codet, penguasa daerah Selatan adalah perlakuan istimewa dari semua orang di daerah itu. Meski tidak ada pengukuhan secara resmi, namun kemenangan Zaha itu telah menunjukkan bahwa Zaha dan keluargannya layak untuk mendapatkan perlakuan istimew
Silvia Dwi Annisa, sama seperti kakaknya, walau masih berusia lima belas tahun dan duduk di kelas 9 SLTP, tapi sudah menampakkan kecantikan alami yang mempesona. Bahkan cowok-cowok di sekolahnya sudah banyak yang mengantri untuk menjadikannya pacar.Saat itu, ada salah seorang teman sekelasnya yang juga merupakan ketua kelas dan juga salah satu cowok populer di sekolah tersebut, sampai rela bertahan hanya untuk masuk dalam daftar tunggu dan bisa mendapat cintanya Silvi.Cowok tersebut bernama Romi.Romi di antara banyak cowok lainnya, lebih berpeluang untuk bisa mendapatkan cintanya Silvia. Karena seperti umumnya anak sekolahan dan di usia itu, suka ada mak comblang yang menyatukan para pasangan remaja ini. Apalagi, di antara banyak teman Silvi merupakan anggota OSIS.Sejak kelas dua SLTP, Silvi selalu sekelas dengan Romi.Bahkan Romi sudah terang-terangan menyatakan cintanya pada Silvi. Walau Silvi tidak pernah mengatakan iya ataupun menolaknya. Justru dengan seringnya teman-temannya
Sementara gerombolan siswa STM itu, justru semakin tertawa senang melihat tangisan Silvi yang ketakutan begitu ditinggal pergi oleh cowoknya. Mereka mengelilingi Silvi seolah bersiap untuk menerkamnya."Cowok lu banci banget, masa tega begitu meninggalkan lu sendiri di sini? Hahaha.""Mending sama abang saja, say! Abang akan melindungi kamu, hehehe." "Duh gilaa.. Nih tangan mulus banget, yak!" Ucap yang lainnya sambil memegangi lengan Silvi.Silvi coba menarik tangannya, namun ditahan oleh pria tersebut.Silvi semakin gemetaran ketakutan.Tidak jauh dari sana, Zaha sedang duduk di salah satu toko yang ada di lantai satu, tidak jauh dari taman. Toko itu adalah salah satu gerai yang dimiliki oleh Ncang Ari, seorang pedagang besar yang sebelumnya membantu ibunya Zaha dengan memberikan salah satu ruko kosong sebagai tempat Ibu Zaha berjualan.Siang itu, setelah Zaha dan kakaknya selesai bantu-bantu ibu mereka pindahan. Meski yang terjadi sebanrnya, pekerjaan mereka tidak banyak, karena s
Virangel tersenyum kecil, sepertinya ia hampir berhasil membujuk King untuk menjadi pemimpin mereka."Terus, apa yang harus aku lakukan?" Tanya Zaha penasaran.Pertanyaan Zaha yang tampak mulai tertarik, membuat wajah-wajah yang dari tadi terlihat tegang, kini mulai cerah dan tersenyum senang."Hmn. King cukup bersedia saja. Yang lainnya, biar kami yang urus. Semuanya akan berjalan sebagaimana biasanya. Setiap distrik di wilayah Selatan dan kelompok akan bertanggung jawab langsung dan menyetorkan hasil 'kerja' mereka pada King." Jelas Virangel."Menyetor 'hasil' kerja?" Ujar Zaha mengerutkan keningnya. Ia sudah bisa menduga apa yang dimaksud oleh Virangel tersebut, namun ia ingin lebih memastikannya."Iya, semua uang keamanan daerah ini, termasuk jasa parkir yang tersebar di beberapa titik di daerah kita. Ditambah beberapa unit usaha, secara detailnya nanti bisa saya bikinkan rinciannya untuk anda, King."Zaha hanya diam, coba menganalisa penjabaran Virangel. Tentunya, ia juga sudah m
Saat akhir pertemuan, saat semua orang sudah bubar dan hanya menyisakan Ncang Ari, Zaha, Zulham dan beberapa orang temannya. "Ncang, Aku mau bahas tentang ruko yang dibeli sama ibu kemarin." "Oh itu, hahaha. Gak usah dipikirin, King! Saya memberikan sepenuhnya untuk ibumu, King." Jawab Ncang Ari santai. "Tapi, ibu mikirnya tidak begitu. Kami tidak bisa menerimanya dengan gratis begitu saja. Saya, janji akan segera melunasinya." "King, kamu adalah pemimpin kami di sini. Kalau kamu menolaknya atau membayarnya, sama halnya kamu menghina saya. Lebih baik saya angkat kaki saja dari sini dan tidak akan pernah menampakan diri di daerah selatan ini lagi, kalau begitu ceritanya." Ujar Ncang Ari, raut mukanya terlihat berubah. "Aduh, maksud saya bukan begitu, Ncang." Ucap Zaha merasa tidak enak. "Tolonglah, King! Kasih saya muka, masa hanya pertolongan sekecil itu, kamu sampai harus membayarnya." Ucap Ncang Ari serius. "Tapi..." Zaha masih tampak keberatan. Ia tidak terbiasa berhutang b
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me