Siang hari, beberapa jam sebelum Nia ditemukan oleh Zulham dan kawan-kawannya.Beep beepPonsel Nia berbunyi kecil dua kali sebagai penanda sebuah pesan masuk. Nia meraih ponselnya dan tersenyum begitu melihat nama sang adik tertera sebagai id pengirim pesan."Tidak biasanya?" Gumam Nia heran. Meski begitu, tetap saja bibirnya sedikit melengkung dan ia tersenyum senang mendapat kiriman pesan tersebut.Mungkin karena itu merupakan pesan pertama yang dikirim Zaha padanya. Entah kenapa, sejak kejadian beberapa waktu lalu, di mana Zaha mempertaruhkan nyawanya untuk menyerang juragan Cintung sendirian demi membela mereka. Belum lagi, aksi Zaha yang melindunginya malam itu, saat di mana kaki tangannya sang juragan menyatroni rumah mereka.Zaha, di mata Nia bukan lagi sosok adik pada umumnya. Terlepas dari rupanya yang biasa-biasa saja, ternyata Zaha memiliki sebuah keberanian dan perhatian yang sangat besar untuk keluarganya.Sejak saat itu, Zaha sudah menjelma sebagai sosok lelaki yang mem
Sementara itu, dalam sebuah rumah mewah yang terletak di kawasan elit Jakarta Utara. Tampak seorang remaja dengan masih mengenakan seragam sekolah, masuk ke dalam rumah dengan ekspresi kesal dan emosi yang meledak-ledak."CEKING BANGSAT! Lihat saja, gue akan balas perbuatan lu berkali-kali lipat." Teriaknya penuh dendam. Matanya menyiratkan hasrat membunuh yang kuat dan sepertinya tidak akan padam begitu saja sebelum dapat melampiaskan amarahnya pada orang yang telah membuatnya menjadi seperti sekarang.Dia adalah Roy yang siang tadi dikalahkan Zaha dalam pertandingan basket satu lawan satu. Dia masih tidak menerima kekalahan telaknya dari pemuda kurus tersebut.Apalagi, ia dikalahkan tepat di depan cewek yang sudah lama ditaksirnya, Anna Altafunnisa. Parahnya, Roy yang merupakan seorang kapten basket di sekolahnya tersebut, dikalahkan persis di depan seluruh teman-teman dan juga pendukungnya. Hampir semua orang di sekolah menyaksikan kekalahannya yang sangat memalukan tersebut dan ha
Siang itu, sesuai rencana Ronal dengan Adiknya. Ronal menjemput Nia ke kampusnya terlebih dahulu. Selanjutnya, ia akan membawa Nia ke basecamp tempat ia dan teman-temannya biasa nongkrong.Awalnya, Nia keberatan untuk ikut dengan Ronal. Karena rencananya, ia hanya ingin bicara empat mata dengan Ronal, terus mengungkapkan rencananya untuk putus dari Ronal secara baik-baik. Namun saat itu, Ronal sedikit memaksa dan juga ditambah dengan bujukan Vina sahabatnya, membuat Nia akhirnya menyetujui ajakan Ronal pergi.Tanpa disadari oleh Nia, ternyata Ronal sudah bekerjasama dengan Vina untuk mencelakai dirinya. Nia sempat curiga begitu mobil Ronal berbelok ke dalam sebuah komplek perumahan yang agak lengang."Ronal, kita mau ke mana?" Tanya Nia curiga. Perasaannya mulai tidak enak dan merasakan ada yang tidak beres dengan sikap Ronal hari itu."Tenang saja! Ini tempat gue biasa ngumpul bareng teman-teman kok, say! Lagian, kan ada Vina juga yang nemanin lu. Gak usah pasang wajah cemas gitu kal
Waktu sudah mendekati angka nol-nol tengah malam, ketika seorang pemuda yang mengenakan setelan pakaian serba hitam memasuki sebuah rumah, tanpa ada seorangpun dari penghuni rumah yang menyadari kehadirannya malam itu.Langkahnya senyap dan benar-benar hening, bahkan tidak ada seorangpun dari para pemuda yang sedang asik berkumpul di teras sambil menikmati miras saat itu menyadarinya.Setelah berdiam diri cukup lama dari jarak yang tidak jauh dari basecamp tempat berkumpulnya Ronal dan kawan-kawannya malam itu. Zaha memutuskan untuk mulai bergerak masuk, saat hari sudah sangat gelap dan beberapa pemuda yang sedang mabuk di ruang paling depan mulai terkapar karena mabuk.Zaha tampak sangat memperhatikan setiap detail aksinya malam itu, karena itu merupakan melakukan sebuah aksi balasan.Tentunya, sebagai seorang mantan agen khusus yang sudah terbiasa melakukan misi beresiko tinggi, Zaha sadar betul untuk mempelajari setiap targetnya sebelum mengekesuksinya. Untuk itu, ia sengaja mengen
Darah mengucur deras dari bagian tubuh mereka yang terpotong. Wajah mereka menjadi pucat dan dipenuhi ketakutan."Si-siapa Kamu sebenarnya? Ka-kami tidak pernah ada urusan denganmu." Ujar Ronal terbata."Tidak ada urusan katamu?" Seru Zaha dingin. 'Bam.'"Argkh.."Kaki kanan Zaha menghantam kepala pria ketiga dengan sangat kuat, membuat kepala pria tersebut langsung terhempas kuat ke dinding yang ada di belakangnya. Kepalanya langsung retak seketika, lalu ia menggelepar dengan darah menggumpal keluar dari mulutnya.Tidak lama, ia pun meregang nyawa, membuat Ronal, Roy dan Vina semakin gemetar ketakutan ketika melihat kekejaman nyata pria bertopeng tersebut.Mereka sadar kalau sebentar lagi giliran mereka yang akan bernasib sama dengan temannya itu.Roy bahkan sampai kencing di celana, saking takutnya, "To-tolong, ampuni kami! Apapun yang kamu minta, pasti akan dikabulkan oleh orangtua kami."Zaha menarik rambut Roy dan memaksa menegakkan kepalanya, "Mana kesombongan yang lu banggakan
Seorang pria tua dengan setelan jas serba hitam, tampak terduduk dengan muka merah padam melihat dua orang putra kesayangannya terbaring dengan kondisi yang sangat mengerikan."Lapor bos! wanita yang kami temukan bersama tuan muda, masih belum bisa dimintai keterangannya. Dia mengalami gangguan jiwa berat dan terus menjerit histeris saat kami temukan hingga sekarang. Tapi, dia merupakan satu-satunya saksi kunci yang melihat langsung semua peristiwa malam ini." Lapor salah seorang pengawalnya.Mata pria tua tersebut terlihat dingin, hatinya menjadi membeku bersama duka atas kematian dua putranya. Dia tidak akan bisa tenang, sebelum bisa menemukan dan membalas pelaku yang telah membunuh kedua putranya dengan cara yang begitu kejam.Pria tersebut merupakan Abdi Batubara, pengusaha batubara asal Sumatera Utara. Abdi tidak akan sampai pada titik ini, jika bukan karena banyaknya usaha ilegal dan bekingan kuat yang mendukung usahanya. Tentu saja, wajah malaikat yang ditunjukkannya selama ini
Suasana pagi yang dingin membuatku terbangun dari tidurku yang rasanya baru beberapa saat. Aku melihat sekeliling ruangan, karena ruangan ini terasa sangat asing bagiku.Kepalaku masih masih sedikit pusing, akibat kejadian semalam. Tubuh ini belum siap untuk menampung emosi sebesar itu, alasan itu yang sempat terpikir olehku begitu menyadari bahwa tubuhku cukup lambat pulih setelah pembataian semalam.Saat berhasil mengingat kejadian terakhir setelah aku selesai dengan pembalasan dendamku, aku segera tersadar."Astaga!" Aku tersentak kaget, begitu melihat tubuh polosku yang ada di dalam selimut, namun didalamnya benar-benar polos!Tidak lama, Angel masuk ke dalam kamar sambil membawa nakas dengan segelas susu hangat di atasnya. Yang mengejutkan dan membuatku tidak fokus adalah penampilan Angel yang hanya mengenakan kemeja putihku dulu. Bukan pakaiannya yang membuatku kaget, namun penampilan Angel saat itu yang membuatku jadi terpana lama menatapnya.Angel mengenakan kemeja putih trans
"Sayang, Kita sudah sampai." Sapa Angel sambil memegang sebelah tanganku lembut. Karena memikirkan kejadian semalam, membuatku tidak sadar jika mobil yang kami kendarai sudah sampai di jalan ujung gang, komplek perumahanku."Eh, iya!""Sayang.." Panggil Angel lagi saat tanganku hendak membuka handel pintu.Dia memberi kode dengan menunjuk pipinya sambil tersenyum mesra padaku.Aku hanya bisa menghela nafas dalam, entah sudah benarkah caraku ini atau tidak? Aku sendiri gamang dengan apa yang akan terjadi ke depannya."Ih, malah melamun? Gak romantis banget sih jadi cowok!" Ucap Angel sambil merengut manja. Membuatku mau tidak mau menuruti keinginannya.CupSebuah senyuman indah terkembang dari bibirnya. Lalu, Angel memiringkan kepalanya sambil menunjuk pipi kirinya.Deg'Tambah manja begini Angel, yah?'Meski begitu, tetap saja aku menuruti keinginannya tersebut. 'Daripada tidak selesai-selesai ini keluar dari mobilnya, hahaha.'CupAku mengusap dagu Hera pelan.Aku akui, kalau aku say
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me