Beberapa jam sebelumnya, di ruang pertemuan bawah tanah pasar Tanah Kuda.Sata itu, Cak Timbul bersama yang lainnya sedang mengadakan pertemuan darurat guna membahas aksi nekad Zaha yang telah memutuskan untuk menemui Abdi dan kelompoknya, dengan hanya ditemani oleh Anke.Ini sama saja dengan King menyerahkan dirinya begitu saja kepada musuh. Keputusan King tersebut, telah membuat gelisah para pengikutnya."King, terlalu ceroboh! Bagaimana bisa ia pergi seorang diri ke sana dan melarang kita untuk mengikutinya?" Ujar Padri kesal.Di sana tidak hanya Padri, hampir sebagian besar para pemimpin yang tergabung dalam aliansi tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh Zaha. Hanya saja, ancaman Zaha yang akan membunuh siapapun yang berani mengikutinya, membuat mereka tidak berkutik dan tidak berani membantah perintahnya."Cak, King akan ditangkap dan dianiaya, jika ia tetap nekat memasuki markas Abdi seperti ini. Kita harus membantu King!" Ujar Kobang turut menyuarakan keberatannya dengan k
Zaha yang akan menjadi target oleh Abdi, tapi justru Anke yang merasa jantungnya berdebar sangat kencang saat itu, seakan-akan bisa meledak karena saking cepat denyutnya. Hal itu karena ia tahu rencana keji seperti apa yang telah disiapkan oleh Abdi untuk Zaha. Terutama, karena Zaha adalah orang yang telah membunuh dua putra Abdi Batubara. Hanya saja, Zaha terlihat seperti orang tidak bermasalah dan dia bisa melangkah dengan begitu tenangnya. Anke yang tahu bahwa keselamatan keluarganya bergantung pada Zaha, telah coba memperingatkannya. Karena, ia tidak mau kalau Zaha sampai tewas di sana, sementara keluarganya masih ditangan anak buah Zaha. Ia khawatir, jika hal itu dapat mengakibatkan keluarganya jadi pelampiasan kemarahan anak buah Zaha nantinya. Anke menatap Zaha sekali lagi, untuk kembali memastikan pilihannya sebelum mereka memasuki pintu masuk gudang. Tapi, Zaha bersikap seolah tidak peduli dan sudah mantab dengan pilihannya. "Terus jalan, bang Anke!" Ucap Zaha tanpa ragu.
"Benar dugaanmu, Za. Di gedung samping, ada sepuluh orang sniper yang sudah dipersiapkan oleh Abdi.""Beri aku waktu lima menit untuk menyingkirkan mereka. Selebihnya terserah padamu."Bunyi suara Angel dalam earpiece kecil yang terpasang dalam telinga Zaha, itu adalah alat komunikasi satu arah, di mana Zaha hanya bisa mendengar suara Angel tanpa bisa membalas. Hal itu disengaja oleh Zaha. Selain untuk mengantispasi kecurigaan musuh, juga rencana Zaha untuk melihat bagaimana Angel beraksi.Sebelum Zaha berangkat ke tempat ini. Ia sudah membuat rencana sendiri dengan Angel dan kelompoknya. Itu sengaja dilakukan Zaha, untuk menimbulkan kesan bahwa dirinya sengaja datang menemui Abdi tanpa perencanaan sama sekali.Waktunya sangat sedikit, sehingga Zaha tidak mungkin membuat rencana kritis bersama Cak Timbul dan yang lainnya, di mana potensi terungkapnya rencana mereka sangat terbuka. Karena itu, Zaha sengaja mengancam seluruh orangnya untuk
"Lakukan!" Satu kata dan lima bayangan ini dengan segera mengunci masing-masing target mereka. Sepuluh orang penembak jitu yang saat itu berada di kedua sisi gedung, tidak sadar dengan bahaya yang datang mengancam mereka. Mereka semua terlalu percaya diri dengan keahlian yang mereka miliki dan menganggap bahwa target yang diperintahkan pada mereka hanyalah sekelompok gengster jalanan. Sehingga, tidak ada satupun di antara mereka yang akan menduga kemunculan enam sosok misterius yang begitu terlatih dan bahkan pelatihan mereka, jauh lebih ekstrim ketimbang latihan yang para penembak jitu ini jalani. Setiap gerakan mereka begitu hening dan seolah sudah menyatu dengan sayup angin yang membuat kehadiran mereka sepenuhnya tersamarkan. Saat perintah eksekusi mereka dapatkan, masing-masing mereka segera membidik target yang saat itu masih menelungkup dan hanya terfokus pada target mereka di dalam gedung. Itu hanya bunyi letupan
Ryo telah bertukar pukulan dengan Zaha hingga ratusan, hingga sulit baginya untuk menghitung. Karena entah pukulan ke berapa yang ia keluarkan saat itu. Namun, sampai sejauh itu, Ryo seakan masih belum menemukan jawaban, kenapa pemuda yang beberapa waktu sebelumnya bisa dengan mudah dikalahkannya. Kini terlihat seperti seimbang dengan dirinya, seolah dia telah berubah menjadi kuat dalam waktu semalam.Ryo menolak untuk mempercayai kenyataan itu, hingga ia memaksa untuk terus bertarung dalam waktu lebih lama dengan Zaha.Akhirnya, tidak peduli sekuat dan setangguh apapun seseorang, dia masihlah seorang manusia biasa dan memiliki batasan yang tidak mungkin bisa dilewatinya. Hal itu adalah daya tahan dan stamina.Ryo dengan enggan, akhirnya memaksa kakinya untuk mundur beberapa langkah dan coba menstabilkan pernapasannya kembali seraya mengumpulkan kembali staminanya. Zaha, melihat lawannya menarik diri, juga melakukan hal yang sama. Ia tidak ingin melewatkan satu detikpun waktu untuk b
"Kak Zaha, tidaakk. Kak Zaha bangun, kaak." Teriak Cintya histeris saat melihat Zaha berhasil dihempaskan oleh Ryo untuk ke sekian kalinya. Sampai-sampai membuat Zaha tidak bergerak untuk beberapa saat lamanya dan membuat Cintya berpikir jika Zaha saat itu sudah mati.Cintya tidak ingin itu terjadi. Ia terlihat begitu putus asa dan jatuh berlutut ke lantai seraya terus memanggil-manggil nama Zaha. Ia tidak beranjak dari sana, karena Zaha berjanji akan memberitahunya sendiri, kapan harus pergi dan melarikan diri.Cintya berharap, saat itu tiba, ia dan Zaha dapat pergi dari sana bersama."Kak Zaha, bangun kaakk! Kak Zaha berjanji akan membawa Cintya pergi dari sini. Kak Zaha, jangan mati. Bangun, kaak!" Pangggil Cintya berulang kali dengan air mata tanpa henti mengalir keluar.Ryo menyungingkan tawa angkuh dan penuh percaya diri. Ia terlihat begitu bangga bisa meruntuhkan perlawanan Zaha yang juga dikenal dengan sebutan King tersebut. Ryo terlihat begitu senang dan menikmati momen kemen
Ryo merasakan dadanya serasa seperti remuk ketika terkena hantaman telak Zaha. Itu membuatnya kesulitan bernapas beberapa saat lamanya. Ryo terbaring hampir satu menit, sebelum ia bisa bangkit dan bernapas dengan normal kembali. Namun, itu tidak mengurangi keterkejutannya akan kebangkitan Zaha yang begitu tiba-tiba. Sampai-sampai, ia menatap Zaha dengan tatapan penuh tanya. Hanya saja, pria yang sekarang berdiri di depannya itu, tidak lagi terlihat sama. Zaha hanya diam menatapnya, tapi tatapannya menghadirkan perasaan tertekan yang luar biasa dalam diri Ryo. Ia tidak ubahnya seperti sedang ditatap oleh seekor hewan buas dan penampilan mengerikan Zaha, seakan membuat rasa ngilu dalam hatinya semakin bertambah kuat. Bagaimana tidak? Zaha yang seluruh tubuhnya terlihat berantakan dan bahkan wajahnya sudah dipenuhi oleh darah serta tanah, masih bisa berdiri tegap seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Lebih menakutkan dari penampilannya adalah tatapan Zaha yang tajam dan sarat d
Sekarang, mereka merasakan langsung kekuatan musuh yang sedang dihadapi oleh bos mereka. Hal itu, membuat sembilan orang lainnya jadi terlihat ragu untuk menyerang, karena tidak ingin bernasib sama dengan rekan mereka yang saat itu tidak diketahui bagaimana nasibnya. Cak Timbul adalah orang yang pertama bereaksi saat tahu, bahwa orang-orang ini menargetkan ketua mereka. "Semuanya, serang! Lumpuhkan siapapun yang berani melawan. Jangan biarkan mereka menyentuh King!" Komando Cak Timbul dan membuat gelombang lautan manusia menyerbu masuk ke dalam gedung dengan dipenuhi oleh aura membunuh. "Lindungi, bos- lindungi, bos!" Teriak panik para pengawal Abdi cemas. Pertarungan hebat seketika pecah dari dua kubu dan membuat suasana di dalam gudang menjadi sangat kacau. Namun, puluhan orang melawan ratusan gengster yang sedang mengamuk, tetap saja itu bukan pertarungan yang imbang. Tidak peduli, seberapa terlatih pun para pengawal Abdi, mereka masih kalah jauh dari segi jumlah. Sehingga,
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me