"Killer one, ready." "Killer two, ready." ... "Killer ten, ready." Satu persatu, sniper suruhan Ryo melaporkan kesiapan mereka yang telah berada di posisinya masing-masing. Seluruh area masuk dan dalam gedung, tidak luput dari mata tajam mereka. Bahkan, jika itu hanya seekor lalat sekalipun, akan langsung terpantau dan masuk dalam jangkauan mereka. Orang-orang ini adalah sniper terbaik yang di bawa oleh Ryo dan mereka merupakan veteran perang dan telah banyak membunuh musuh semasa tugas mereka. "Bagus, selanjutnya tunggu perintah dariku!" Balas Ryo. "Roger, bos!" Selanjutnya, Ryo segera beralih pada Ayahnya dan bertanya, "Ayah, bagaimana status dari orang kita?" "Tenang saja! Sebentar lagi, kita akan dapat membalas kematian saudara-saudaramu. Dia telah memakan umpannya." Sahut Abdi Batubara tenang sambil menghisap cerutunya. Meski terlihat tenang, Abdi adalah orang yang paling tidak sabar untuk segera membunuh Zaha untuk membalaskan kematian dua putra kesayangannya. "Ku hara
Beberapa jam sebelumnya, di ruang pertemuan bawah tanah pasar Tanah Kuda.Sata itu, Cak Timbul bersama yang lainnya sedang mengadakan pertemuan darurat guna membahas aksi nekad Zaha yang telah memutuskan untuk menemui Abdi dan kelompoknya, dengan hanya ditemani oleh Anke.Ini sama saja dengan King menyerahkan dirinya begitu saja kepada musuh. Keputusan King tersebut, telah membuat gelisah para pengikutnya."King, terlalu ceroboh! Bagaimana bisa ia pergi seorang diri ke sana dan melarang kita untuk mengikutinya?" Ujar Padri kesal.Di sana tidak hanya Padri, hampir sebagian besar para pemimpin yang tergabung dalam aliansi tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh Zaha. Hanya saja, ancaman Zaha yang akan membunuh siapapun yang berani mengikutinya, membuat mereka tidak berkutik dan tidak berani membantah perintahnya."Cak, King akan ditangkap dan dianiaya, jika ia tetap nekat memasuki markas Abdi seperti ini. Kita harus membantu King!" Ujar Kobang turut menyuarakan keberatannya dengan k
Zaha yang akan menjadi target oleh Abdi, tapi justru Anke yang merasa jantungnya berdebar sangat kencang saat itu, seakan-akan bisa meledak karena saking cepat denyutnya. Hal itu karena ia tahu rencana keji seperti apa yang telah disiapkan oleh Abdi untuk Zaha. Terutama, karena Zaha adalah orang yang telah membunuh dua putra Abdi Batubara. Hanya saja, Zaha terlihat seperti orang tidak bermasalah dan dia bisa melangkah dengan begitu tenangnya. Anke yang tahu bahwa keselamatan keluarganya bergantung pada Zaha, telah coba memperingatkannya. Karena, ia tidak mau kalau Zaha sampai tewas di sana, sementara keluarganya masih ditangan anak buah Zaha. Ia khawatir, jika hal itu dapat mengakibatkan keluarganya jadi pelampiasan kemarahan anak buah Zaha nantinya. Anke menatap Zaha sekali lagi, untuk kembali memastikan pilihannya sebelum mereka memasuki pintu masuk gudang. Tapi, Zaha bersikap seolah tidak peduli dan sudah mantab dengan pilihannya. "Terus jalan, bang Anke!" Ucap Zaha tanpa ragu.
"Benar dugaanmu, Za. Di gedung samping, ada sepuluh orang sniper yang sudah dipersiapkan oleh Abdi.""Beri aku waktu lima menit untuk menyingkirkan mereka. Selebihnya terserah padamu."Bunyi suara Angel dalam earpiece kecil yang terpasang dalam telinga Zaha, itu adalah alat komunikasi satu arah, di mana Zaha hanya bisa mendengar suara Angel tanpa bisa membalas. Hal itu disengaja oleh Zaha. Selain untuk mengantispasi kecurigaan musuh, juga rencana Zaha untuk melihat bagaimana Angel beraksi.Sebelum Zaha berangkat ke tempat ini. Ia sudah membuat rencana sendiri dengan Angel dan kelompoknya. Itu sengaja dilakukan Zaha, untuk menimbulkan kesan bahwa dirinya sengaja datang menemui Abdi tanpa perencanaan sama sekali.Waktunya sangat sedikit, sehingga Zaha tidak mungkin membuat rencana kritis bersama Cak Timbul dan yang lainnya, di mana potensi terungkapnya rencana mereka sangat terbuka. Karena itu, Zaha sengaja mengancam seluruh orangnya untuk
"Lakukan!" Satu kata dan lima bayangan ini dengan segera mengunci masing-masing target mereka. Sepuluh orang penembak jitu yang saat itu berada di kedua sisi gedung, tidak sadar dengan bahaya yang datang mengancam mereka. Mereka semua terlalu percaya diri dengan keahlian yang mereka miliki dan menganggap bahwa target yang diperintahkan pada mereka hanyalah sekelompok gengster jalanan. Sehingga, tidak ada satupun di antara mereka yang akan menduga kemunculan enam sosok misterius yang begitu terlatih dan bahkan pelatihan mereka, jauh lebih ekstrim ketimbang latihan yang para penembak jitu ini jalani. Setiap gerakan mereka begitu hening dan seolah sudah menyatu dengan sayup angin yang membuat kehadiran mereka sepenuhnya tersamarkan. Saat perintah eksekusi mereka dapatkan, masing-masing mereka segera membidik target yang saat itu masih menelungkup dan hanya terfokus pada target mereka di dalam gedung. Itu hanya bunyi letupan
Ryo telah bertukar pukulan dengan Zaha hingga ratusan, hingga sulit baginya untuk menghitung. Karena entah pukulan ke berapa yang ia keluarkan saat itu. Namun, sampai sejauh itu, Ryo seakan masih belum menemukan jawaban, kenapa pemuda yang beberapa waktu sebelumnya bisa dengan mudah dikalahkannya. Kini terlihat seperti seimbang dengan dirinya, seolah dia telah berubah menjadi kuat dalam waktu semalam.Ryo menolak untuk mempercayai kenyataan itu, hingga ia memaksa untuk terus bertarung dalam waktu lebih lama dengan Zaha.Akhirnya, tidak peduli sekuat dan setangguh apapun seseorang, dia masihlah seorang manusia biasa dan memiliki batasan yang tidak mungkin bisa dilewatinya. Hal itu adalah daya tahan dan stamina.Ryo dengan enggan, akhirnya memaksa kakinya untuk mundur beberapa langkah dan coba menstabilkan pernapasannya kembali seraya mengumpulkan kembali staminanya. Zaha, melihat lawannya menarik diri, juga melakukan hal yang sama. Ia tidak ingin melewatkan satu detikpun waktu untuk b
"Kak Zaha, tidaakk. Kak Zaha bangun, kaak." Teriak Cintya histeris saat melihat Zaha berhasil dihempaskan oleh Ryo untuk ke sekian kalinya. Sampai-sampai membuat Zaha tidak bergerak untuk beberapa saat lamanya dan membuat Cintya berpikir jika Zaha saat itu sudah mati.Cintya tidak ingin itu terjadi. Ia terlihat begitu putus asa dan jatuh berlutut ke lantai seraya terus memanggil-manggil nama Zaha. Ia tidak beranjak dari sana, karena Zaha berjanji akan memberitahunya sendiri, kapan harus pergi dan melarikan diri.Cintya berharap, saat itu tiba, ia dan Zaha dapat pergi dari sana bersama."Kak Zaha, bangun kaakk! Kak Zaha berjanji akan membawa Cintya pergi dari sini. Kak Zaha, jangan mati. Bangun, kaak!" Pangggil Cintya berulang kali dengan air mata tanpa henti mengalir keluar.Ryo menyungingkan tawa angkuh dan penuh percaya diri. Ia terlihat begitu bangga bisa meruntuhkan perlawanan Zaha yang juga dikenal dengan sebutan King tersebut. Ryo terlihat begitu senang dan menikmati momen kemen
Ryo merasakan dadanya serasa seperti remuk ketika terkena hantaman telak Zaha. Itu membuatnya kesulitan bernapas beberapa saat lamanya. Ryo terbaring hampir satu menit, sebelum ia bisa bangkit dan bernapas dengan normal kembali. Namun, itu tidak mengurangi keterkejutannya akan kebangkitan Zaha yang begitu tiba-tiba. Sampai-sampai, ia menatap Zaha dengan tatapan penuh tanya. Hanya saja, pria yang sekarang berdiri di depannya itu, tidak lagi terlihat sama. Zaha hanya diam menatapnya, tapi tatapannya menghadirkan perasaan tertekan yang luar biasa dalam diri Ryo. Ia tidak ubahnya seperti sedang ditatap oleh seekor hewan buas dan penampilan mengerikan Zaha, seakan membuat rasa ngilu dalam hatinya semakin bertambah kuat. Bagaimana tidak? Zaha yang seluruh tubuhnya terlihat berantakan dan bahkan wajahnya sudah dipenuhi oleh darah serta tanah, masih bisa berdiri tegap seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Lebih menakutkan dari penampilannya adalah tatapan Zaha yang tajam dan sarat d