Empat hari telah berlalu, semenjak kejadian antara Xenon dan Selen. Tiga hari kemarin, mereka masih sekolah seperti biasanya. Hanya saja, mereka tidak bertemu satu sama lain.
Kenapa demikian? Ya, Selen mati-matian menurunkan egonya untuk tidak mengganggu Xenon. Dikarenakan, terdapat dalam adat pernikahannya bahwa calon pengantian pria dan wanita tidak boleh bertemu beberapa hari. Hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga mereka dan warga di sekitar sana.
Xenon pun menjalani hari-harinya dengan latihan bersama anggota band Lantan, karena selain menjadi bagian band di sekolah, band Lantan juga kerap dipanggil ke acara-acara di luar sekolah. Xenon sebagai sang gitaris, sekaligus vokalis tentunya menjadi pemeran utama.
Sementara Selen, selepas pulang sekolah dia ditemani Lawren dan Thalium di rumahnya untuk melakukan perawatan tubuh, dan lain-lain.
Hari ini, adalah hari pernikahan mereka, tepat pada pukul 8 nanti ijab qobul akan dilaksanakan. Pernikahan mereka tertutup, yang hadir hanyalah anggota keluarga dari kedua belah pihak, dan sahabat Selen.
Hiasan tertata dengan rapi, pencahayaan menyala dengan sempurna. Kursi pengantin telah siap menjadi saksi bisu terikatnya dua insan dalam ikatan pernikahan.
"Lo cantik banget, Sel," puji Lawren.
"Gue nggak nyangka bakalan secepat ini," sahut Selen menyeka air matanya yang turun begitu saja.
"Gak boleh nangis, bego! Bukannya nikah sama Xenon impian lo banget, ya?"
"Iya, sih."
Lawren merangkul Selen, ia mencoba untuk menangkan hati sahabatnya. Lawren sudah mengetahui semuanya, waktu itu Hydrargyrum menceritakan pada Lawren dan juga Thalium. Sedangkan Nikel, dia waktu itu pamit pulang terlebih dahulu. Namun, tak lama kemudian Nikel pulang lagi untuk meminta penjelasan, ternyata waktu berjalan ke warung, Nikel melewati sebuah taman, memergoki Xenon dan Wolfram yang sedang bercerita tentang kejadian itu.
"Gila, Sel! Lo cantik banget sumpah," puji Nikel yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.
"Cantik dari lahir gitu lho," ucap Selen percaya diri.
"Wajib foto dulu!" Thalium datang, langsung mengarahkan kamera pada wajahnya yang telah berada di dekat Selen.
"Ikut!" ucap Nikel dan Lawren bersamaan.
°°°
"Semoga lo bisa jadi suami yang baik buat dia, Xen," ucap Wolfram menepuk pundak Xenon. Pria itu hanya mengangguk, seraya tersenyum tipis.
Mempelai pria telah datang bersama anggota keluarganya, disambut meriah oleh keluarga Selen. Sesi pengalungan pada pengantin pria dilakukan, diiringi solawat dari anggota band religi yang telah disiapkan.
Selepas itu, mereka duduk di tempat yang telah disediakan, beberapa menit kemudian penghulu datang. Tak menunggu lama, ijab qobul pun segera dilakukan. Xenon duduk di depan meja, berhadapan dengan Arsen, dan penghulu. Penghulu menjelaskan terlebih dahulu kepada Xenon dan Arsen, mereka sudah berjabat tangan sesuai arahan.
"Siap?" tanya penghulu. Xenon mengangguk. "Silakan pak Arsen," ucap penghulu.
"Saya nikahkan engkau ananda Xenon Mendelevium bin Seng dengan Selenium Rutherfordium binti Arsen dengan mas kawin 10 gram kalung emas, dan uang sebesar 3 milyar dibayar tunai." Arsen mengucapkannya dengan tegas.
"Saya terima nikahnya Selenium Rutherfordium binti Arsen dengan mas kawin 10 gram kalung emas, dan uang sebesar 3 milyar dibayar tunai." Xenon mengucapkannya dengan satu tarikan napas.
"Bagaimana saksi, syah?" tanya penghulu pada seluruh orang yang ada di sana.
"Syah," jawab mereka semua serentak.
Tak lama kemudian, mempelai wanita datang digandeng oleh ibunya, dan juga dua wanita cantik yang ikut serta. Mempelai wanita berjalan dengan anggun, gaun putih terpasang dengan indah pada tubuhnya, polesan make-up yang tidak terlalu tebal, tetapi mampu membuat dirinya berbeda. Sangat cantik tentunya, jangan tanyakan bagaimana reaksi mempelai pria, dia menatapnya enggan berkedip sedikit pun.
"Ayo, sini, Nak!" panggil penghulu pada Selen.
Selen segera duduk di samping Xenon untuk mengucapkan janji suci mereka. Diberikannya masing-masing buku kecil yang akan menjadi panduan mereka. Penghulu memandu keduanya hingga selesai. Dua insan itu kini telah menjadi pasangan yang halal.
Sesi pemotretan pun dimulai, di mana pengantin diarahkan untuk berfoto dengan berbagai macam gaya sesuai arahan fotografer. Keduanya tampak canggung, tetapi tetap saja hasilnya maksimal.
°°°
"Ren, kapan kita nyusul?" tanya Wolfram yang tiba-tiba ada di samping Lawren."Njir, kaget gue. Nyusul apaan?" Lawren tak mengerti.
"Nikah, ya kali apaan," sahut Wolfram seraya mengerlingkan matanya.
Nikel yang sejak tadi berdiam diri di dekat minuman, langsung saja menghampiri mereka. Entah kenapa, hatinya terasa panas saat melihat Lawren dan Wolfram berduaan.
"Lawren nikah sama gue, mana mau sama lo!" sulut Nikel yang baru saja datang. Lawren dibuat kaget olehnya.
"Emang Lawren mau sama lo?" tanya Wolfram sinis.
"Mau lah, masa nggak. Ya gak, Beb?" tanya Nikel, seraya menggandeng tangan Lawren.
Lawren yang bingung harus berbuat apa hanya terdiam mengikuti alur permainan dua pria yang berada di dekatnya. Wolfram tampak geram melihat Nikel menggandeng Lawren mesra, hatinya terbakar api cemburu.
"Shit, bisa-bisanya si Nikel mau ngambil Lawren." Wolfram sedikit menggebrak meja, melampiaskan emosinya.
"Daripada marah-marah kek gitu, mending kita ikutan foto bareng pengantin." Thalium menepuk pundak Wolfram. Pria itu pun mengangguk, mereka berjalan beriringan.
Semua anggota keluarga, dan sahabat mempelai mulai meminta foto secara bergantian. Ada yang ingin bersama yang lain, ada juga yang menginginkan berfoto dengan pengantin saja. Semua yang ada di sana, satu pun tidak boleh memposting foto mereka bersama pengantin nantinya.
"Haus, pengen minum," ucap Selen pelan. Xenon mendengar hal itu, hanya saja dia pura-pura tidak mendengar apa yang Selen katakan.
Selen menyenggol lengan Xenon. "Ambilij gue minum, haus," ucapnya pelan.
"Hm," jawab Xenon, seraya memanggil Wolfram menggunakan isyarat.
Merasa dipanggil, Wolfram pun datang, Xenon membisikkan sesuatu pada telinganya, Wolfram mengangguk lalu pergi untuk mengambilkan minum sesuai perintah Xenon.
"Mamah mau foto sendiri, di tengah-tengah kalian," ucap Hydrargyrum, seraya mengambil pose di tengah-tengah. Kedua mempelai tersenyum memberikan izin, lalu mereka mengambil pose yang bagus.
"Xen, gue mau foto sama Selen doang, boleh?" tanya Nikel, pria itu mengangguk.
"Biar suatu saat pas gue upload disangka gue yang nikah, udah persis kek pengantin pria 'kan gue?" Nikel bercanda, seraya mengambil posisi di samping Selen. Sedangkan Xenon, mau tak mau harus menyingkir sementara waktu.
Beberapa detik kemudian, sesi foto Selen bersama Nikel telah usai. Kini, yang merasa belum puas berfoto dengan Selen kembali menghampiri mempelai wanita tersebut, salah satunya Titanium.
"Bentar, Mah. Selen haus, biar minum dulu," ucap Xenon menengahi mereka, memberikan minum pada Selen.
Tindakan tersebut mengundang perhatian orang-orang yang ada di sana. Menurut mereka, itu hal langka yang Xenon lakukan, sehingga menjadikannya kesan romantis meskipun sederhana.
°°°
Malam pun tiba, semua keluarga besar dan sahabat yang datang telah pulang ke rumahnya masing-masing. Kini, tinggal Xenon, Selen, dan kedua orang tua mereka yang masih ada di hotel yang sama sejak tadi pagi."Jadi, apa keputusan kamu Xenon?" tanya Seng.
"Kami akan tinggal berdua di apartement," jawab Xenon santai.
Selen melotot tak percaya, pasalnya Xenon tak memberitahukannya tentang hal itu. Meskipun Selen mencintai Xenon, dan selalu mengganggunya di sekolah, ia masih ragu jika harus tinggal bersama. Senang tentu saja, tetapi masih ada keraguan di dalam hatinya.
"Bagus, papah percayakan Selen sama kamu sekarang, Nak," ucap Arsen.
"Mamah harap kamu bisa jaga Selen dengan baik," sahut Hydrargyrum.
"Jangan sakiti Selen, Xen. Ah, ya, jangan dulu berikan kami cucu, setidaknya sampai kalian lulus sekolah," ucap Titanium disertai kekehan.
°°°
Lawren dalam bahaya, ia masih dalam perjalanan pulang menuju rumahnya. Dia mengendarai mobilnya sendirian, tiba-tiba ada 2 motor mengikutinya dari belakang. Lawren sungguh takut, ia melajukan mobilnya kencang.
Usahanya sia-sia, kedua motor itu tetap dapat menghadang mobil yang dikendarai oleh Lawren. Sungguh, jantung Lawren berpacu lebih cepat, apalagi pengendara motor itu mulai turun dan menggedor kaca mobilnya.
"Ya Allah, tolong aku," ucap Lawren seraya mengangkat kedua tangannya, berdoa.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya seraya mengusap wajah.
Orang-orang yang turun dari dua motor itu sepertinya perampok, mereka terus saja menggedor kaca mobil Lawren dengan keras.
"Woy, cantik, ke luar lo!" teriak salah satu perampok itu.
Lawren tak kehabisan akal, ia mengambil ponselnya segera, mengirimkan pesan pada Nikel untuk meminta bantuan, tak lupa Lawren mengirimkan lokasi keberadaannya sekarang. Untung saja Nikel tertulis sedang online, biasanya pria itu akan fast respon. Lawren buru-buru menyimpan ponselnya kembali.
"Gue harus mengulur waktu mereka sebelum bantuan datang," ucap Lawren.
Brak! Suara gebrakan dari bagian depan mobil Lawren yang digebrak oleh salah satu perampok tersebut.
"Ke luar lo!" Perintah itu kembali terdengar di telinga Lawren.
"Tenang, gue bisa dasar-dasar bela diri. Lo kuat, Ren!" Lawren menyemangati dirinya.
Lawren membuka pintu mobil dengan keras, menghantam salah satu perampok yang berdiam di sana.
"Sialan!" umpatan itu terlontar untuk Lawren tentunya.
Pintu mobil dengan cepat Lawren tutup kembali, ia segera memasang tubuhnya siap siaga, wajahnya berubah menjadi datar.
"Mau apa kalian?" tanya Lawren sengit.
"Tentu aja kita mau mobil lo, buruan kasih kuncinya!" Perampok berkumis tebal maju dengan gaya sangarnya.
Lawren langsung memasang kuda-kuda, menyerang si kumis tebal dengan tendangan kakinya.
"Wah, boleh juga nih, Bos. Kita maen-maen dulu aja sama ni bocah," ucap salah satu temannya.
Kini, Lawren diserang oleh keempat perampok yang badannya lumayan kekar. Sungguh, Lawren tidak mungkin melawan semuanya. Ilmu bela diri Lawren hanya sebatas dasar, sedangkan keempat perampok itu menyerangnya tanpa ampun.
°°°
"Cepet!" Xenon mengintruksi pada Selen yang berjalan lambat."Ih, gandeng kek, udah tahu ini susah gaunnya," ucap Selen seraya mengerucutkan bibirnya.
"Xenon, gandeng!" rengek Selen berulang kali. Xenon masih tidak memedulikannya.
Bruk!
Xenon yang sejak tadi berjalan santai, kini menoleh ke belakang. Selen terjatuh, akibat gaunnya yang terlalu panjang. Ya, mereka baru saja sampai di basement, dan saat ini sedang berjalan melewati lorong, untuk menuju lift yang terhubung ke lantai apartement mereka.
"Jalan tuh, lihat ke depan!" Xenon mensedekapkan tangannya di dada.
Demi apa pun, Selen ingin sekali mengutuk Xenon saat ini juga. Pria yang dicintainya, yang baru saja menjadi suaminya itu sungguh menyebalkan.
"Udah dibilang susah, ih nyebelin banget sih, lo!"
Xenon tak mau mendengar ocehan lagi dari mulut istrinya. Dia langsung menggendong Selen ala bridal style, Selen kaget bukan main dengan tindakan tiba-tiba itu.
"Makasi, ganteng," ucap Selen seraya tersenyum manis.
°°°
"Ren, awas!" teriak Nikel yang baru saja sampai di lokasi Lawren. Pasalnya, Lawren hampir saja ditikam dari belakang oleh salah satu perampok, untung saja Nikel menggagalkannya.
"Makasi, Nik," ucap Lawren tulus.
Para perampok itu geram, karena kini ada orang yang membela gadis yang sedang mereka incar. Wajah mereka merah padam, terlihat sekali kemarahannya.
"Beraninya lo, sialan!" geram si botak seraya melempar sesuatu.
Duarr!
"Nikel!"
"Lawren!"
Xenon menurunkan Selen dari gendongannya. Selen tersenyum manis pada suaminya itu, sungguh hal yang paling ia idamkan dari dahulu menjadi kenyataan."Makasi, Mas suami," ucap Selen semanis mungkin."Jijik," sahut Xenon seraya berjalan ke kamar."Ih, nyebelin banget lo!" Selen sebal bukan main.Xenon menutup pintu kamarnya secara perlahan, sedangkan Selen bingung harus bertindak seperti apa. Apakah dia harus mengikuti Xenon ke dalam kamar, atau berdiam diri saja? Sungguh, bayangan semalam bersama Xenon menghantui pikirannya, ia bergidik ngeri."Gue tidur di mana, ya?" tanya Selen bingung."Lo mau terus-terusan berdiri di situ?" Suara itu mengagetkan Selen yang tengah kebingungan.Selen bergidik, lalu menoleh ke arah Xenon yang berada di depan pintu kamar, kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celana. Kepalanya bersender pada tembok, seraya tersenyum smirk pada Selen."Terus, gue harus ke mana?" tanya Selen polos.
Kemacetan di jalanan Jakarta bukan semata-mata omong kosong belaka. Seorang pria duduk di kursi kemudi mobilnya, seraya mengacak rambutnya kasar.Hari ini, dia rela bolos sekolah untuk mengunjungi kafe Sianida. Sialnya, macet menghambat perjalanannya menuju kafe tersebut. Ya, dia adalah Wolfram yang sedang menjalankan tugas dari om-nya. Sebenarnya, dia bisa saja mengunjungi kafe di sore atau malam hari, tetapi rasa penasaran yang sudah menjalar membuatnya ingin lebih awal pergi ke sana."Shit, macetnya panjang bener," ucapnya frustasi.Sudah tiga puluh menit Wolfram terjebak kemacetan, ia lupa bahwa hari ini adalah hari Senin, di mana semua orang mulai beraktivitas kembali. Harusnya, Wolfram menunda keberangkatannya sekitar satu jam, agar kepadatan jalanan mulai berkurang. Sayangnya, ia salah memprediksi waktu."Kok, bisa ya, gue lupa kalo hari ini hari Senin." Wolfram mengacak rambutnya.Tin ... Tin ... Tin ....Suara klakson sa
Sesampainya Lawren di kelas, dia begitu heran ketika melihat tas Selen yang telah berada di bangkunya. Sedangkan orang yang mempunyai tas itu tidak ada di kelas. Ke mana Selen pergi? Biasanya, jika Selen datang terlebih dahulu, dia akan menunggu hingga Lawren datang. Namun, saat ini gadis itu tidak ada di tempatnya."Heh, lo lihat Selen nggak?" tanya Lawren pada teman sekelasnya."Nggak tuh," jawab Si Cowok berkacamata."Oke, makasih, ya," ucap Lawren.Dia inisiatif untuk menelepon sahabatnya itu, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Hanya ada dering ponsel yang terdengar di telinganya."Di mana sih, tuh anak," gerutu Lawren.Lawren duduk di bangkunya, dia terus menelepon Selen berulang kali. Sungguh, perasaannya resah takut sesuatu terjadi pada sahabatnya. Sedetik kemudian, Lawren baru mengingat bahwa Selen telah menikah dengan Xenon.Lawren menepuk jidatnya. "Gue telepon Xenon, deh," gumamnya pelan, takut diketahui orang lain.
Wolfram memasuki pekarangan rumah keluarga Seng, dia perlu menemui pria paruh baya itu untuk memperlihatkan hasil rekaman cctv yang terdapat di kafe Sianida.Pria itu turun dari mobil, tampak Seng berada di halaman rumah, sedang menunggu kedatangannya. Wolfram tersenyum pada Seng, lalu berjalan ke arahnya."Siang, Om," sapa Wolfram ramah."Siang, Wolf. Gimana hasilnya?" tanya Seng tanpa basa-basi.Wolfram segera duduk di bangku tepat di depan Seng, dia memberikan flashdisk pada Seng. Tampak pria paruh baya itu mengerutkan dahinya heran. Tidak mau berbelit-belit, Seng segera memasangkan flashdisk itu pada laptop di hadapannya.Seng mengamati rekaman cctv itu dengan jeli, dahinya berkerut mengenai hal itu. Wolfram sangat jelas melihat bahwa Seng tengah kebingungan."Di jam waktu kalian di sana, kenapa tidak ada?" tanya Seng."Justru itu, Om. Sepertinya memang sudah direncanakan, dan pelakunya tentu sangat pandai.""Om heran, apa
Tepat satu minggu setelah pernikahan Xenon dan Selen, kini tepat hari di mana mereka akan melakukan syuting video clip bersama anak-anak band Lantan, Lawren, dan Nikel. Mereka telah berkumpul di sebuah taman yang tak jauh dari kawasan perumahan Nico dan Nicolas. Bagi yang belum tahu, Nico dan Nicolas itu kembar, di mana Nico adalah sang kakak dan Nicolas adiknya. Peralatan musik telah disiapkan, terlihat di sebelah kanan mereka terdapat gitar, piano, dan drum. Mereka tengah menunggu cameramen datang, sembari mencoba pakaian yang diberikan oleh costume designer. "Baju gue kegedean nggak, sih?" tanya Selen heboh seraya memutarbalikkan tubuhnya. "Nggak, Sel. Udah pas itu," jawab Lawren. "Cocok nggak?" tanya Selen lagi. "Cocok banget, Nona," sahut mereka yang ada di sana. Saking gregetnya dengan tingkah istri dari Xenon. Xenon secara tak sadar ikut mengucapkannya. Beberapa detik kemudian, dia bergidik ngeri atas tindakannya tersebu
6 bulan kemudian ....Pernikahan Selen dan Xenon akhirnya tepat 6 bulan, di mana mereka sedikit-sedikit mulai bisa membiasakan pernikahan mereka. Namun, sikap mereka tidak ada yang berubah selama ini. Xenon masih tetap dengan sikapnya, begitu pun dengan Selen.Beberapa masalah mulai berdatangan dalam pernikahan mereka. Seperti hari ini, Selen tengah menyembunyikan ketakutannya tatkala melihat senyuman Xenon. Entah kenapa, dia merasa senyuman Xenon sama persis seperti orang di masa lalunya. Sial, Selen baru menyadari hal itu, karena Xenon jarang sekali tersenyum."Nggak mungkin. Dia pasti orang yang beda," ucap Selen seraya menggeleng. Dia menatap cermin, mengusap wajahnga kasar."Lo mau sekolah atau nggak, hah?" Teriakan itu mampu membuat Selen terkejut. Dia segera mengubah ekspresi wajahnya, lalu ke luar dari kamar mandi."Sorry," cicit Selen.Xenon menarik tangan Selen secara kasar, Selen meringis akibat perlakuan suaminya itu. Merek
Gadis dengan tinggi semampai berjalan menuruni anak tangga, dia berpakaian rapi menggunakan seragam SMA lengkap."Non Selen, nggak sarapan dulu?" tanya Thalium—salah satu asisten rumah tangga."Nggak, Kak. Nanti aja, gue beli di sekolahan," jawabnya seraya tersenyum.Thalium tampak geleng-geleng melihat tingkah majikannya yang tidak pernah mau sarapan pagi terlebih dahulu. Mungkin aneh, asisten rumah tangga seperti Thalium dipanggil dengan sebutan 'Kakak'. Sebenarnya, itu dikarenakan Thalium baru berumur 21 tahun, sehingga Selen berinisiatif untuk memanggilnya 'Kakak', lagipula Selen adalah anak tunggal.Selen berlari ke parkiran rumah, tampak mobil mewahnya telah terparkir di sana. Dia segera masuk ke dalam mobil, duduk di kursi pengemudi, menyalakan mesin mobil, dan segera melajukannya."Ngebut, ah. Pengen buru-buru sampe," ucapnya seraya tersenyum. Dia akhirnya menambah kecepatan laju mobilnya.Selenium Rutherfordium, nama yan
"Ya ampun, Ibu. Aku udah panik banget, lho, kirain kecelakaan gimana gitu. Ternyata cuman kegores sama pisau dikit doang, ya Allah." Lawren mengusap dadanya, ia harus sabar menghadapi ibunya yang terlalu dramatis."Lagian kamu, Ren, suka kebiasaan pulang malem terus. Ibu, tuh, khawatir. Anak gadis kok pulangnya nggak diatur. Kamu yang ngelakuin, tetangga tuh yang repot!" Racun—ibu Lawren mengoceh."Tetangga terus, tetangga aja tuh urusin. Apa-apa bahasnya tetangga, anak sendiri gak dibelain!" Lawren membalas ucapan ibunya."Jadi anak kelewat bobrok, ya, kamu. Ngomong sama orang tua kayak gitu, nggak sopan banget!""Lagian ibu, sih, in—""Gue pulang dulu, ya, Ren," ucap Nikel yang dari tadi menyimak perdebatan kedua orang itu. "Saya pamit, Tante," lanjut Nikel melirik ibu Lawren.Ibu dan anak itu saling menyenggol, tentu saja mereka lupa bahwa ada Nikel di sana. Karena, Nikel yang mengantar Lawren pulang. A
6 bulan kemudian ....Pernikahan Selen dan Xenon akhirnya tepat 6 bulan, di mana mereka sedikit-sedikit mulai bisa membiasakan pernikahan mereka. Namun, sikap mereka tidak ada yang berubah selama ini. Xenon masih tetap dengan sikapnya, begitu pun dengan Selen.Beberapa masalah mulai berdatangan dalam pernikahan mereka. Seperti hari ini, Selen tengah menyembunyikan ketakutannya tatkala melihat senyuman Xenon. Entah kenapa, dia merasa senyuman Xenon sama persis seperti orang di masa lalunya. Sial, Selen baru menyadari hal itu, karena Xenon jarang sekali tersenyum."Nggak mungkin. Dia pasti orang yang beda," ucap Selen seraya menggeleng. Dia menatap cermin, mengusap wajahnga kasar."Lo mau sekolah atau nggak, hah?" Teriakan itu mampu membuat Selen terkejut. Dia segera mengubah ekspresi wajahnya, lalu ke luar dari kamar mandi."Sorry," cicit Selen.Xenon menarik tangan Selen secara kasar, Selen meringis akibat perlakuan suaminya itu. Merek
Tepat satu minggu setelah pernikahan Xenon dan Selen, kini tepat hari di mana mereka akan melakukan syuting video clip bersama anak-anak band Lantan, Lawren, dan Nikel. Mereka telah berkumpul di sebuah taman yang tak jauh dari kawasan perumahan Nico dan Nicolas. Bagi yang belum tahu, Nico dan Nicolas itu kembar, di mana Nico adalah sang kakak dan Nicolas adiknya. Peralatan musik telah disiapkan, terlihat di sebelah kanan mereka terdapat gitar, piano, dan drum. Mereka tengah menunggu cameramen datang, sembari mencoba pakaian yang diberikan oleh costume designer. "Baju gue kegedean nggak, sih?" tanya Selen heboh seraya memutarbalikkan tubuhnya. "Nggak, Sel. Udah pas itu," jawab Lawren. "Cocok nggak?" tanya Selen lagi. "Cocok banget, Nona," sahut mereka yang ada di sana. Saking gregetnya dengan tingkah istri dari Xenon. Xenon secara tak sadar ikut mengucapkannya. Beberapa detik kemudian, dia bergidik ngeri atas tindakannya tersebu
Wolfram memasuki pekarangan rumah keluarga Seng, dia perlu menemui pria paruh baya itu untuk memperlihatkan hasil rekaman cctv yang terdapat di kafe Sianida.Pria itu turun dari mobil, tampak Seng berada di halaman rumah, sedang menunggu kedatangannya. Wolfram tersenyum pada Seng, lalu berjalan ke arahnya."Siang, Om," sapa Wolfram ramah."Siang, Wolf. Gimana hasilnya?" tanya Seng tanpa basa-basi.Wolfram segera duduk di bangku tepat di depan Seng, dia memberikan flashdisk pada Seng. Tampak pria paruh baya itu mengerutkan dahinya heran. Tidak mau berbelit-belit, Seng segera memasangkan flashdisk itu pada laptop di hadapannya.Seng mengamati rekaman cctv itu dengan jeli, dahinya berkerut mengenai hal itu. Wolfram sangat jelas melihat bahwa Seng tengah kebingungan."Di jam waktu kalian di sana, kenapa tidak ada?" tanya Seng."Justru itu, Om. Sepertinya memang sudah direncanakan, dan pelakunya tentu sangat pandai.""Om heran, apa
Sesampainya Lawren di kelas, dia begitu heran ketika melihat tas Selen yang telah berada di bangkunya. Sedangkan orang yang mempunyai tas itu tidak ada di kelas. Ke mana Selen pergi? Biasanya, jika Selen datang terlebih dahulu, dia akan menunggu hingga Lawren datang. Namun, saat ini gadis itu tidak ada di tempatnya."Heh, lo lihat Selen nggak?" tanya Lawren pada teman sekelasnya."Nggak tuh," jawab Si Cowok berkacamata."Oke, makasih, ya," ucap Lawren.Dia inisiatif untuk menelepon sahabatnya itu, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Hanya ada dering ponsel yang terdengar di telinganya."Di mana sih, tuh anak," gerutu Lawren.Lawren duduk di bangkunya, dia terus menelepon Selen berulang kali. Sungguh, perasaannya resah takut sesuatu terjadi pada sahabatnya. Sedetik kemudian, Lawren baru mengingat bahwa Selen telah menikah dengan Xenon.Lawren menepuk jidatnya. "Gue telepon Xenon, deh," gumamnya pelan, takut diketahui orang lain.
Kemacetan di jalanan Jakarta bukan semata-mata omong kosong belaka. Seorang pria duduk di kursi kemudi mobilnya, seraya mengacak rambutnya kasar.Hari ini, dia rela bolos sekolah untuk mengunjungi kafe Sianida. Sialnya, macet menghambat perjalanannya menuju kafe tersebut. Ya, dia adalah Wolfram yang sedang menjalankan tugas dari om-nya. Sebenarnya, dia bisa saja mengunjungi kafe di sore atau malam hari, tetapi rasa penasaran yang sudah menjalar membuatnya ingin lebih awal pergi ke sana."Shit, macetnya panjang bener," ucapnya frustasi.Sudah tiga puluh menit Wolfram terjebak kemacetan, ia lupa bahwa hari ini adalah hari Senin, di mana semua orang mulai beraktivitas kembali. Harusnya, Wolfram menunda keberangkatannya sekitar satu jam, agar kepadatan jalanan mulai berkurang. Sayangnya, ia salah memprediksi waktu."Kok, bisa ya, gue lupa kalo hari ini hari Senin." Wolfram mengacak rambutnya.Tin ... Tin ... Tin ....Suara klakson sa
Xenon menurunkan Selen dari gendongannya. Selen tersenyum manis pada suaminya itu, sungguh hal yang paling ia idamkan dari dahulu menjadi kenyataan."Makasi, Mas suami," ucap Selen semanis mungkin."Jijik," sahut Xenon seraya berjalan ke kamar."Ih, nyebelin banget lo!" Selen sebal bukan main.Xenon menutup pintu kamarnya secara perlahan, sedangkan Selen bingung harus bertindak seperti apa. Apakah dia harus mengikuti Xenon ke dalam kamar, atau berdiam diri saja? Sungguh, bayangan semalam bersama Xenon menghantui pikirannya, ia bergidik ngeri."Gue tidur di mana, ya?" tanya Selen bingung."Lo mau terus-terusan berdiri di situ?" Suara itu mengagetkan Selen yang tengah kebingungan.Selen bergidik, lalu menoleh ke arah Xenon yang berada di depan pintu kamar, kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celana. Kepalanya bersender pada tembok, seraya tersenyum smirk pada Selen."Terus, gue harus ke mana?" tanya Selen polos.
Empat hari telah berlalu, semenjak kejadian antara Xenon dan Selen. Tiga hari kemarin, mereka masih sekolah seperti biasanya. Hanya saja, mereka tidak bertemu satu sama lain.Kenapa demikian? Ya, Selen mati-matian menurunkan egonya untuk tidak mengganggu Xenon. Dikarenakan, terdapat dalam adat pernikahannya bahwa calon pengantian pria dan wanita tidak boleh bertemu beberapa hari. Hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga mereka dan warga di sekitar sana.Xenon pun menjalani hari-harinya dengan latihan bersama anggota band Lantan, karena selain menjadi bagian band di sekolah, band Lantan juga kerap dipanggil ke acara-acara di luar sekolah. Xenon sebagai sang gitaris, sekaligus vokalis tentunya menjadi pemeran utama.Sementara Selen, selepas pulang sekolah dia ditemani Lawren dan Thalium di rumahnya untuk melakukan perawatan tubuh, dan lain-lain.Hari ini, adalah hari pernikahan mereka, tepat pada pukul 8 nanti ijab qobul akan dilaksan
"Kita harus cari ke mana?" tanya Thalium pada Lawren dan Nikel yang berada di hadapannya."Bentar, gue telepon Wolfram dulu," ucap Nikel. Lawren dan Thalium mengangguk.Mereka memperhatikan ponsel Nikel yang berdering, beberapa detik kemudian sapaan di seberang sana terdengar dengan sangat jelas."Yo, ada apa, Nik?" tanya Wolfram."Hallo, Fram. Lo tahu gak, Selen ke mana, kemaren pulangnya sama siapa? Soalnya dia nggak pulang ke rumah, nih. Kita-kita khawatir banget sama keadaan dia.""Selen? Nggak pulang? Gue tutup dulu teleponnya, nanti kalo ada info gue kabarin!"Tut ...Panggilan diputuskan secara sepihak, Lawren, Nikel, dan Thalium mengangguk pasrah. Mereka akhirnya duduk di taman, menunggu kabar dari Wolfram. Mereka percaya, Wolfram akan menghubunginya kembali.°°°Di sisi lain, Wolfram tengah panik. Dia takut Xenon berubah menjadi psikopat gila, sehingga melukai Selen. Mengingat sebegitu di
"Ya ampun, Ibu. Aku udah panik banget, lho, kirain kecelakaan gimana gitu. Ternyata cuman kegores sama pisau dikit doang, ya Allah." Lawren mengusap dadanya, ia harus sabar menghadapi ibunya yang terlalu dramatis."Lagian kamu, Ren, suka kebiasaan pulang malem terus. Ibu, tuh, khawatir. Anak gadis kok pulangnya nggak diatur. Kamu yang ngelakuin, tetangga tuh yang repot!" Racun—ibu Lawren mengoceh."Tetangga terus, tetangga aja tuh urusin. Apa-apa bahasnya tetangga, anak sendiri gak dibelain!" Lawren membalas ucapan ibunya."Jadi anak kelewat bobrok, ya, kamu. Ngomong sama orang tua kayak gitu, nggak sopan banget!""Lagian ibu, sih, in—""Gue pulang dulu, ya, Ren," ucap Nikel yang dari tadi menyimak perdebatan kedua orang itu. "Saya pamit, Tante," lanjut Nikel melirik ibu Lawren.Ibu dan anak itu saling menyenggol, tentu saja mereka lupa bahwa ada Nikel di sana. Karena, Nikel yang mengantar Lawren pulang. A